Ubahlah

Hari ini aku kebetulan sedikit bersantai. Meskipun tidak penuh dan ada yang aku lakukan. Aku mengingat-ingat apa yang kemarin aku perbincangkan dengan salah seorang kakak tingkat di kampus.

“Prima... Adik-adik Mbak pada berkata begini pada Mbak, ‘Mbak, kalo berhubungan dengan fisika atau mata kuliah yang bersifat eksak ana lebih paham dan menikmati rasanya menjadi makhluk Allah dan ana sebagai bagian dari makhluk-Nya. Tapi, kalo di tempat ana, Mbak... (menyebutkan suatu fakultas dan jurusan) itu kami justru diwajibkan bermain drama. Ada adegan pacarannya, ada adegan pegangan tangannya. Gimana kami mau merasakan apa yang kami rasakan di eksak, Mbak?’ Mbak pikir kalo di ilmu sosial dan bahasa memang lebih susah ya, Dek untuk menemukan hal yang mengingatkan pada Allah.”

Aku sedikit enggan menjawab pertanyaan utama dari pernyataan dan pertanyaan itu. Karena rangka utuhnya belum sempurna di kepalaku. Maka, aku menjawab pertanyaan sekunder dari pertanyaan itu.

“Ya kalo nggak suka dengan adegan-adegan yang tidak menyenangkan begitu, menurut Prima ya Mbak mereka bukan seharusnya pergi dan merasa tidak nyaman. Tapi mereka harus mengubah. Naskah-naskah drama memang banyak adegan begitu, Mbak. Dan kalo mereka tidak suka dengan itu... Mudah. Buat naskah mereka sendiri yang diakui. Gampang, kan?”

Begitu kira-kira jawabanku.

Aku akui. Memang sangat beruntung bagi mereka yang dimasukkan Allah kedalam dunia eksakta. Karena walaupun aku sudah 4 tahun belajar ilmu sosial, aku masih ingat betapa aku sangat mengagumi Allah lewat ciptaan-Nya. Aku masih mengingat bagaimana bisa gerak terbagi menjadi GLB dan GLBB. Atau bagaimana teori gravitasi berjalan sempurna di muka bumi. Atau yang paling membuatku takjub adalah bagaimana Allah menjadikan semua benda yang manusia buat dapat berfungsi sebagaimana yang diinginkan manusia. Secara logikaku yang terbatas ini, bagiku tidaklah mungkin sebenarnya membuat segala sesuatu berjalan dengan hukum tertentu kalau bukan Allah yang mengizinkan. Dan ini salah satu gerbang hidayah yang Allah berikan padaku semasa SMP dulu.

Namun, sesungguhnya masih banyak hal yang Allah taburkan di dunia ini untuk diambil ibrahnya. Bukankah ilmu Allah itu Maha Luas? Ah, beretorika lagi. Sudah barang pasti jawabannya iya.

Sejujurnya, aku sedikit tersenyum sinis mengingat pernyataan itu. Karena jika aku yang ada di posisi yang diceritakan kakak tingkatku, aku sangat paham langkah-langkah apa yang akan aku ambil. Sayangnya, aku tidak dapat 100% ada disana karena sedikit banyak duniaku berbeda dengan jurusan yang dimaksud itu.

Kalau dikatakan sulit menemukan sesuatu yang “menggetarkan” dalam bidang ilmu, aku tidak percaya dengan sebenar-benarnya. Mari dilihat menurut sudut pandangku yang relatif benar atau bisa jadi relatif salah.

Kamu dari bahasa?
Coba baca Al-Qur’an dan perhatikan majas-majas yang Allah gunakan dalam firman-Nya. Jika diperhatikan, sebebal-bebalnya hati suatu ketika kamu akan menangis kerena getarannya. Itu tidak terbantahkan. Bahkan jika kamu sudah mengetahui keindahan Al-Qur’an sekadar info Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab fusha. Bahasa Arab fusha ini sangat indah, teratur, dan biasanya dipergunakan untuk syair-syair Arab. Tapi seperti yang kita ketahui, para penyair Arab pun tidak mampu membuat yang serupa dengan Al-Qur’an. Ditambah lagi, ketika diterjemahkan kedalam bahasa lain. Sungguh sulit menemukan padanan kata yang pas. Sayangnya, ini yang sering diincar oleh musuh-musuh Islam untuk mengaburkan makna yang sebenarnya dalam Al-Qur’an. Coba baca walaupun terjemahan syair-syair yang dilantunkan oleh para sahabat tentang kecintaannya pada Islam. Hatimu akan bergetar hebat. Salut mengakui betapa kuatnya azzam mereka. Jika kamu bukan anak eksakta yang paham mengenai pertumbuhan biji-bijian, sudikah sekiranya sebagai anak bahasa yang notabenenya memiliki daya imajinasi tinggi membayangkan betapa indahnya air hujan menumbuhkan biji-bijian, kemudian berkembang menjadi suatu ekosistem yang rimbun? (baca An-Naba) Bukankah itu tidak terbantahkan?

Kamu anak hukum?
Bayangkan betapa kerasnya hukum-hukum syariat yang ada dalam agama ini. Sekarang orang di dunia masih berlomba-lomba dengan isu Hak Asasi Manusia terutama di negara berkembang. Sementara negara-negara maju memulai pembahasan tentang Kewajiban Asasi Manusia yang melegalkan pembalasan qishash atas pembunuhan. Coba buka Al-Qur’an kita. Sudah ada bukan sejak 14 abad yang lalu? Tentang Kewajiban Asasi Manusia ini? Perbandingkan dari ideologi manapun tentang penegakkan hukum negara dengan semasa kekhalifahan dan Nabi. Bayangkan bagaimana negara-negara yang menggunakan hukum Islam berani, tanpa takut meninggalkan barang dagangannya di pasar tanpa penjagaan saat adzan berkumandang.

Kamu anak ekonomi?
Berhubung aku anak ekonomi. Kita ambil contoh riil saja. Krisis 1997 di Indonesia. 16 bank dilikuidasi dan hanya satu bank yang tersisa. Mengapa? Karena menggunakan sistem syariah. Jika mengatakan masalah ekonomi, pasti kita teringat pada masa Umar bin Abdul Aziz yang sampai tidak ditemukan seorangpun yang butuh zakat. Betapa luar biasanya hal ini. Sedikit bocoran, buku The Wealth of Nation yang dibuat oleh Adam Smith itu sebenarnya merujuk pada suatu negara berekonomi makmur. Dan negara ini adalah negara Islam yang berasal dari zaman Umar bin Abdul Aziz. Keren. Sementara orang kisruh masalah krisis dan negara-negara Eropa dan Amerika membuat pernyataan bodoh tentang imunitas negara setelah krisis, mari lihat fakta lapangan. Faktanya krisis global terjadi dalam waktu yang terperiodisasi. Hal ini dikarenakan sebenarnya cadangan emas yang digunakan untuk mem-back up uang kertas yang –maaf kesal- bermodal kepercayaan itu dikorupsi. Negaranya? Ya tahulah.

Kamu anak Ilmu Sosial dan Politik?
Mari kita saksikan betapa makmur dan idealisnya orang-orang zaman Nabi. Mana ada yang disebut korupsi di masa pemerintahan Nabi, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in? Dipotong tangan, dipenggal iya juga berani korupsi. Soal politik, mari kita bicara tentang kecerdasan seorang Muadz bin Jabal yang dapat mengislamkan seluruh kota Madinah dan juga Yastrib. Kita lihat dalam biografinya bagaimana Muadz bisa membaca rona keislaman dari wajah seseorang sehingga ajakannya kedalam agama Islam selalu berhasil. Tentu saja ini tidak berlaku sepenuhnya terhadap musuh Islam yang sudah digariskan tidak akan memeluk Islam sampai akhir zaman. Bagaimana pemecahan politik yang dimiliki Muadz ini? Ada yang bisa menguraikan? Lalu soal siasat. Bagaimana pada perang Khandaq para sahabat bisa berhasil menghadapi kaum kafir dengan bertahan di bentengnya? Lalu, bagaimana dalam penaklukan Konstantinopel menggunakan siasat yang tidak terduga itu? Kalian yang berkecimpung disini pasti lebih mengerti.

Aku sekarang gemar sekali mengatakan, “Kalau tidak suka, ya ubah.” Aku memang “teracuni” oleh seorang di kampus yang mengajarkanku tentang hal ini. Biasa. Dulu saat belum begitu paham, aku seringkali bertanya masalah ketidaksesuaian antara teori dan praktik yang tiada ujung. Beliau mengatakan, “Kalau tidak suka, ya ubah.” Dan itu benar. Daripada mengoceh saja tanpa perbuatan, lakukan sesuatu!

Aku tahu jawaban yang terbesit. Karena pikiranku dahulu juga begitu. “Ngomong sih gampang. Praktiknya?” Tapi aku kemudian melihat orang-orang yang ternyata dekat denganku, berada mengelilingiku sedang berlomba-lomba melakukan itu dan luar biasanya sama sekali tidak mengeluh. Hem, levelnya sudah sakti. Intinya, usaha! Bukankah Allah tidak akan mengubah suatu kaum sebelum kaum itu mengubah keadaan sendiri? Usaha, usaha.

Aku juga pernah bertanya, “Teori dan praktik kok jauh beda sih? Apalagi jika dibandingkan dengan zaman Rasulullah SAW?” Ya tentu saja berbeda. Namun bukan lagi kita dapat bersembunyi dalam nada-nada “beda zaman”. Ayo kita inventarisisasi kehidupan kita!

Zaman Rasulullah SAW tidak ada internet. Komunikasi sulit. Kita? Ada handphone, jejaring sosial, dan lain-lain. Pertanyaannya, digunakan untuk apa itu semua? Pacaran? Aduh, capek deh!
Zaman Rasulullah SAW naiknya kuda dan unta. Kadang keledai. Zaman kita? Ada lho yang namanya motor, mobil, atau kalau yang kaya bisa naik pesawat. Pertanyaannya, sudah digunakan untuk apa saja? Buat main? Lagi... Capek deh!
Zaman Rasulullah SAW mau keluar rumah saja bisa disiksa kaum kafir. Kita? Bagi negara yang aman sentosa bisa kemana saja dengan aman. Bahkan sekarang wanita bisa mengenakan cadar diluar. Ada alasan buat tidak berhijab dan malas menuntut ilmu agama? Say it! Capek deh!

Masalah utamanya Cuma satu. RUHIAH! Tanpa adanya ruhiah yang kuat, penguatan yang ketat akan jadi bermasalah kehidupan kita. Sering miris melihat kenyataan di sekitar. Termasuk juga pada dirir sendiri tanpa sadar. Sering melakukan hanya yang wajib saja. Wong Rasulullah SAW yang maksum saja masih tahajud kok sampai kakinya bengkak? Padahal bukankah ilmu agama bisa kita dapatkan dimanapun? Di media internet, dalam wujud buku, mentoring juga sudah ramai dan menjamur dimana-mana. Pertanyaannya lagi-lagi... Ngapain aja?

Teringat kisah suatu pertempuran dimana kaum muslimin menghadapi kaum Yahudi. Kaum Yahudi kalah. Lalu, si pemimpin perang dari kaum muslimin berkata, “Kami menang dan kalian kalah.” Pemimpin dari Yahudi itu kemudian mengatakan, “Apakah kalian sudah shalat Jum’at?” karena kebetulan perang tersebut terjadi pada hari Jum’at. Lalu pemimpin kaum muslimin mengatakan, “Belum.” Dengan tersenyum seakan-akan dialah yang menang, pemimpin Yahudi itu berkata, “Kalau begitu, kami akan menang.”

Kakak tingkatku mengatakan di penghujung perjumpaan kami Jum’at kemarin, “Mbak pernah diberitahu bahwa ketika itu kaum Yahudi berkata, ‘Umat Islam mau bangkit menegakkan ekonomi Islam? Kami tidak takut. Kami punya sistemnya. Umat Islam mau bangkit dengan hukum syriah? Kami tidak takut. Kami bisa mengatasinya. Umat Islam mau bangkit di bidang pendidikan? Kami tidak takut. Kami bisa menyetir sistem pendidikan dunia. Tapi kami akan ketakutan jika shaff shalat subuh ikhwan di masjid itu penuh!’”

Artinya apa? Penting bagi kita untuk memosisikan diri kita. Dimulai dari diri sendiri, lalu ke orang lain. Wallahu’alam bish shawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA