Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2012

kita ini

kita ini anak-anak. masih belajar dan mengeja di bumi. yang asuh menjadi ibu. hanya jengkal waktu dan ketam bambu, menjadi pembeda jumlah keriput yang masa. kau dan aku yang ditingkahi masa. kita kira semua serupa warna tembaga dan timah. namun tidak. sesungguhnya kita bukan dari kedalaman bumi. kita masih lihat hijau, putih, dan merah. hanya saja, kita sering abai. hai, kawan. dapatkah kau bukakan sejenak daun pintu dan jendela bertahtakan debu itu? sebab pisau langit telah datang. mengiris sabit permukaan letih. : perasaan Bandar Lampung, 26 Oktober 2012 Di halaman belakang rumah nenek yang bersenandung mendung, Di atas pembaringan sofa, Beratapkan kayu-kayu di langit-langit pucat.

Madinah Al-Munawwarah, Hatiku Dipenuhinya

Ini bukan kisah pertautan kisah dalam roman. Hanya saja kini hatiku dipenuhi nama satu tempat yang senantiasa kugemakan di hati. Kudesahkan dan bisikan mesra. Madinah Al-Munawwarah. Aku beruntung dengan rasa kasih yang kini semai dan tumbuh di hatiku. Teringat dahulu betapa hati ini tergila pada negara-negara lain melebihi Madinah Al-Munawwarah. Sebut saja Jepang, Cina, Prancis, dan Kanada. Aku begitu silau dengan warna-warna peradaban dan pusat kebudayaan mereka. Kutub-kutub dunia dan juga keberagaman bentang alam. Sebut saja prairienya, tradisi, pakaian, dan cara pandang. Namun suatu ketika, diriku yang kurang menyukai sejarah karena kekuranganku menghafal. Namun suatu ketika, diriku yang begitu menyakralkan sejarah sekaligus dibuat cedera oleh suatu distorsi. Dan distorsi inilah yang membuatku enggan meneguk kembali tegakkan pancang-pancang kesukaanku pada kebudayaan. Kebudayaan. Sebuah akar suatu peradaban yang mau tidak mau dilihat dari sejarah yang membalutnya. Meski rumpun

Elang

Apa yang kini kau inginkan dariku? Dua bulir fajar, dan dua manik senja telah kau khianati. Katakan padaku, bagaimana aku dapat percaya padamu? Aku tak bohong saat mengatakan, "Jendela hati adalah benda yang terbuat dari untaian kapas perasaan. Jika terkoyak, hati akan penuh dengan aroma minyak kebencian. Kau tahu? Baunya seperti pesing!" Kau mengangguk, mengiyakan dengan tatapan dalam itu. Penuh arti. Apa yang tersisa darimu? Aku mengasihanimu. Tampakmu begitu bahagia. Tapi tidakkah rasa hampa itu datang? Saat tiap malam kuyakin kau membersihkan panah-panah rencana. Adakah rasa sesalmu padaku? Aku tak yakin ada. Entahlah. Toh aku hanya dapat mengangkat bahu. Katakan bagaimana aku bisa tahu, Jika kau menyakiti alap-alap, cendrawasih, kakaktua, bahkan parkit Dengan panahmu yang tersorong di sayap kanannya, patah. Dengan wajah tak berdosa, kau hadir, tawarkan sembuh. Mengurung dalam sangkar emas bertahtakan gading kedustaan. Setelah puas kau pandangi (hingga

jejak abu

kelabu menyalangkan pandang padaku "bukankah waktu itu daun-daun pintu mendadak tuna rungu?" perihal yang mana itu dua lilin yang terkena kusta abai hingga titik-titik api jadi dingin, : menjelma abu lampu jalanan terang, sebelum waktu pukul enam, menjadi magrib prematur kau pulang meninggalkan sebilah jejak tapi tak pernah jadi ukir karena ia tercipta dari abu, semu Bandar Lampung, 20 Oktober 2012

Suri

Volume air mengisi oase yang gersang, telah berubah jadi karang. Entah berapa lama sudah ia menjadi miniatur toreh. Seperti suatu pengembaraan yang jauh, hati yang kala guruh menggema menjadi capaian kemarau sepi. Andai kau tahu, ini kering. Aku sekarat. Menunggu kematian jelang bagai karat jatuh cinta pada embun, yang mengumbar cumbu saat fajar : jelang jadi petaka Terlalu lama sudah ia jadi bentuk lain. Umbaran uap yang berada di awang. Entah ada di padang rumput Sierra Madre, jalanan terjal di Himalaya, atau.. Ah, entah. Kau hanya akan marah mendengarku menanyakan perjalananmu. Aku hanya akan menunggumu menceritakan padaku. Aku akan patuh. Cukup yang aku tahu, kau begitu bumbung tinggi menghampiri lembah. Tak hirau tentang prairie yang sekian, menunggumu dengan purna. Kini kau hadir kembali. Membelah, membilah setiap ceruk dan lekuk pori-pori yang tidur dalam suri. Tetaplah. Jangan pergi. Kau dapat mencipta rumah berkasa, dengan kayu, yaqut, dan marjan yang

1

Tiba2 pertanyaan ini melintas ktka mdgrkan misyari rasyid - al buruuj : Diri skt, terkapar lemah di sbuah ruang rs yg brsih nan nyaman ruang vip kmudian infus mlintang di tangan knan mu, org tua di sampingmu, kmudian dkter dtg dan mengatakan bhwa, "Dik, bukannya mendahului Tuhan, umurmu kami prediksikan tgl 3 bln lg.." 3 hal apa yg ingn skali kalian wujudkan? I'm crying while i'm imaging that... And what i want . . . It's so quite simple... - melihat dan dimaafkn stiap org yg aku kenal - hafal Quran - syahadat dan tersenyum saat maut memanggil.. lalu tpkr kembali.. Bknkah 40 hari sblm kmtian qt, nama qt sudah terlepas dr pohn taqdir dan malaikat maut sudah membuntuti qt sejak itu? Memastikan tiap dtk tdk meleset? Bknkah bs sj mereka ada di ubun2 qt menunggu? Bknkah malaikt thu lbh mgrikan drpada dokter td? Seharusnya kita siap jika besok meninggal.. Tp mash juga tunda! Tunda dan tnda lg smw kebaikan padahal waktu masi diberi... Astaghfirullah... Allah