Rindu Daun Bambu (Soni Farid Maulana)
Rindu Daun Bambu
Retak hatiku serupa guci tua kau rekat
dengan gairah hidupmu yang mawar. Bulan
yang bercahaya terang di pucuk cemara, dinda,
serupa cahaya matamu di kamar ini, di ruang
batinku yang dalam. Kau dengar suara serangga
yang bergetar di rumpun ilalang? Kau dengar
risik angin di rimbun daun bambu? Kau dengar
ricik air kali yang mengalir ke hilir. Ke hilir?
“Kanda, bukankah pertarungan gelap dan terang
tidak melulu mencipta bayang-bayang? Apakah
kita semata korban? Tidak, kita bukan bagian
dari kegelapan?” (Ricik air, hening kabut biru
di puncak bukit sana) “Dinda, dinda! Ada tiada kita:
senyata cinta. Padam atau menyala di dalam dada!”
Soni Farid Maulana
2009
Retak hatiku serupa guci tua kau rekat
dengan gairah hidupmu yang mawar. Bulan
yang bercahaya terang di pucuk cemara, dinda,
serupa cahaya matamu di kamar ini, di ruang
batinku yang dalam. Kau dengar suara serangga
yang bergetar di rumpun ilalang? Kau dengar
risik angin di rimbun daun bambu? Kau dengar
ricik air kali yang mengalir ke hilir. Ke hilir?
“Kanda, bukankah pertarungan gelap dan terang
tidak melulu mencipta bayang-bayang? Apakah
kita semata korban? Tidak, kita bukan bagian
dari kegelapan?” (Ricik air, hening kabut biru
di puncak bukit sana) “Dinda, dinda! Ada tiada kita:
senyata cinta. Padam atau menyala di dalam dada!”
Soni Farid Maulana
2009
Komentar
Posting Komentar