Pandangan

by Prima Helaubudi on Wednesday, July 20, 2011 at 11:32pm ·

Kuawali pembuatan note ini dengan bismillah yang tulus dari hati untuk mengharap ridha-Nya. Sebelum mata ini terkatup, ini muhasabah kecil yang kuabadikan dalam tulisan. Kulahirkan dari lisan pikiran.

Aku teringat salah satu cerita yang kali ini berasal dari satu diantara ulama Islam, yaitu Imam Syafi'i. Imam Syafi'i dahulu pernah kehilangan sepertiga hapalan Al-Qur'an nya karena sempat tidak menjaga pandangannya. Kejadiannya adalah ketika tanpa sengaja beliu melihat betis lawan jenis.

Sepertiga Al-Qur'an berarti sekitar sepuluh juz, bukan? Dan dalam hal ini notabenenya diawali dengan ketidaksengajaan. Pastilah tipu daya setan bermain didalamnya dengan menghembuskan nafsu durjana.

Alasannya mudah. Pandangan yang tidak terjaga. Benarlah hadist yang mengatakan bahwa pandangan adalah panah-panah setan. Tidak heran pula pepatah mengatakan dari mata turun ke hati.

Teringat sebuah buku tentang kiamat "Ketika Mulut Dikunci, Tangan dan Kaki Bersaksi" bahwa mata dan hati akan saling menyalahkan. Mata menyalahkan hati yang berkeinginan. Sedangkan hati sendiri menyalahkan mata karena memberi pandangan yang tak pantas.

Saat membahas menjaga pandangan (ghadhul bashar) yang terlintas di benak kita adalah tidak memandang yang tidak seharusnya. Ghadul bashar sebagai salah satu akhlak muslim menuntun sebagai tanda untuk membuat diri lebih suci.

Lebih suci? Ya, lebih suci. Contoh sederhananya saja maukah diri ini melihat keluarga kita melihat yang bukan muhrimnya dengan tatapan yang seharusnya hanya diberikan kepada muhrimnya saja. Jikalau menjadi muhrimnya, dengan akhlak Islam pastilah rasa cemburu itu ada.

Disamping rasa cemburu itu, hilangnya hapalan Al-Qur'an sang imam mengetuk sanubariku. Suatu kali, tatkala hendak melaksanakan shalat ashar di salah satu masjid aku urung mengenakan kaus kakiku. Saat itu, aku berpikir tidak ada lawan jenis yang melihat karena tempat tersebut cukup tertutup. Lalu, salah seorang kawanku berujar, "Ukh, kok nggak dipakai kaus kakinya?" Aku pun menjawab, "Sekalian diatas saja." Dengan nada menegur dia berkata kembali, "Awas ikhwan, ukh." Dia berkata demikian sembari menoleh ke arah tangga masuk ikhwan. Allah Ta'ala memang hendak menegurku. Tepat waktunya, ada sesosok lelaki memasuki masjid. Memang hanya terlihat dahi dan rambutnya saja. Tapi itu cukup bagiku untuk memgambil keputusan menyempurnakan hijab.

Kemudian, kawanku tadi berkata, "Hati-hati, ukh. Entar hapalannya hilang sejuz lho." Dan seorang kawan lain menimpali sambil mengenakan kaus kaki, "Emang sudah ada sejuz? Kalo belum ada, hilang semua dong?"

Menyentil hatiku. Disaat itu, aku hanya tersenyum. Namun sekarang, rasanya miris sekali. Ilmu agamapun belum tergali, tapi sudah berani membuat dosa seperi itu. Masya Allah, betapa nikmat Allah bisa berubah menjadi ujian (istidraj) apabila tidak dipergunakan dengan benar.

Manusia sekarang (termasuk saya didalamnya) pasti berpikir bahwa itu orang dahulu. Hidup kini dalam wilayah permisif, hedonisme, dan liberal. Mustahil rasanya menjaga pandangan sedemikian ketat.

Akan tetapi, ghadhul bashar ini adalah perintah langsung dari Allah Ta'ala dalam kitab-Nya, maka tidak ada tawar-menawar (qod'i), bukan? Kita belum diminta hal-hal besar seperti berjuang seperti rakyat Palestina, atau Bilal saat ditimpa batu raksasa. Atau juga Imam Ahmad Hambali dengan fitnah keji hingga dijebloskan dalam penjara.

Mulai dari ini saja. Bagaimana? Semua kita belajar. Bukan hal yang instan untuk itu semua. Kiatnya hanya tiga. Ingat Allah. Ingat Allah. Ingat Allah. Allah Maha Melihat. Jangan sampai Dia melihat diri dalam keadaan buruk. Berusahalah wahai diri. Malulah pada-Nya saat diri membuat-Nya cemburu karena hatimu bermaksiat pada yang lain. Sungguh, kebaikan dan keburukan itu ditakdirkan selalu kontra. Jika tidak menyibukkan diri dengan kebaikan, maka maksiat akan menyibukkan diri ini.

Astaghfirullah. Muhasabah dahsyat kupetik malam ini dalam rangka menuju kematian kecil menuju-Nya Yang Maha Mulia. Semoga tatkala lupa merayapi pikiran dapat kutemui pengingat lewat tulisan sendiri ini lagi. Dunia ini fana, akhirat yang kekal. Alhamdulillah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA