Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2014

It Is A Big Deal Now

Saat menulis catatan kecil ini, aku sedang diserang panas cukup tinggi. Untungnya, aku masih bisa cukup kuat beraktivitas; masih bisa bergerak di rumah. Alhasil, aku masih bisa menyempatkan diri menulis dan juga membaca. Ini menyenangkan. Manusia itu berubah. Dan selalu berubah. Itu yang aku lihat pada diriku sendiri. Banyak hal yang sebelumnya bukan hal yang penting, sekarang iya. It is a big deal now . Kalau kamu tanyakan kepadaku sekitar tiga bulan yang lalu perihal keluar rumah sendirian sampai batas maghrib sendirian, aku pasti dengan lantang menyatakan bahwa itu wajar buatku. Tapi sekarang? Sama sekali tidak. Aku mempelajari suatu hal yang mengharuskanku keluar pukul lima sore dan kembali ke rumah pukul setengah tujuh malam. Sungguh mengejutkan! Pada hitungan jam, aku langsung sakit seketika. Aku diperingatkan banyak orang tentang beberapa hal, seperti: [1] Berdebat [2] Kebiasaan tersenyum [3] Kerapian [4] Pola makan [5] Pola tidur [6] Safar [7] Kebiasaan k

Diperlakukan Seperti Hewan Langka

Dekat-dekat akhir Bulan Sya’ban lalu, Gramedia sedang mengadakan bazar buku, seperti biasa. Aku berputar-putar bersama kawanku. Kami mendiskusikan beberapa tampilan ( layout) buku yang menarik. “Prima, lihat buku ini.” Aku melihat bahasan yang diberikan oleh bukunya. Kemudian aku berkata, “Wah, temanya menarik. Kalau kamu beli, aku pinjam, ya? Hehehe...” Temanku justru berbalik menyatakan, “Bukan itu. Maksudku, layout dari buku tersebut.” Ah, memang kalau persepsi bukan milik sendiri, kita harus sering konfirmasi derajat kesamaan agar tidak salah paham. Aku memperhatikan layout buku yang dimaksud dan aku menyatakan, “Memang kenapa dengan layout- nya?” Kemudian, ia menjawab, “ Layout- nya unik banget, Prim. Batik bunga-bunga.” Aku melihat lagi sembari menaruh buku itu kembali di tempat semula—karena buatku layout- nya biasa, “Oh, begitu. Kamu tahu, kalau aku pribadi nggak terlalu tertarik sama layout -nya. Soalnya, aku pernah membuat slide power point persis dengan teknik begitu.”

I Am Loosing My Touch

I am loosing my touch. Pikiranku semakin sering mendengungkannya di dalam diriku sendiri. Aku meyakininya sebagai sebuah kebenaran. Iya, bahwa aku sedang kehilangan sentuhanku dalam menulis. Aku merasa berkali-kali sebuah tulisan yang sedang kureka di dalam otakku tidak sempurna, cacat, dan pincang. Termasuk pula tulisan satu ini yang sedang kutorehkan. Majas-majas yang kupelajari selama ini entah mengapa seolah membeku. Kemudian hempas oleh musim kekeringan ide. Seseorang pernah menyatakan padaku bahwa kekuatanku dalam menulis—amatir—adalah bahwa aku memiliki banyak kosa kata dan diksi yang unik. Akan tetapi, aku merasa kehilangan itu semua. Banyak tulisan tidak menyentuh di dalam otakku. Dan aku begitu tidak ingin menulis, lalu dihapus.             Arahkan kursor ke ujung kanan atas,             Klik tanda silang (X),             Lalu ketika muncul tampilan: “ Do you want to save the changes to “Document 1”?” Kupilih No . Dan ia menghilang selamanya—mungkin, D

Lilin Terakhir

Tidakkah kamu melihat; sejenak memperhatikan? Nyala lilin yang telah terlihat lain. Sumbunya kini telah terjerang sepi, Memanas; hingga cabang-cabang berubah warna. Merah menyala. Dan katamu jua yang terjerang rindu Hatimu serupa lilin yang terbakar, ada kemungkinan sedikit sisa Bertaburan dengan heran tanpa bekas Menghanguskan diri sendiri Duhai jiwa yang dirundung sepi! Janganlah engkau nyalakan api yang tak lagi sanggup kaupadamkan oleh diri sendiri Nantinya yang tersisa hanya maki Oh, duka citaku pada nafsu membelenggu yang mengubah cinta suci menjadi sejenis api baru yang membakar diri sendiri Tundukkan hatimu pada Rabb-mu. Sebelum ranting sumbu terakhir menghitam Sebelum lilin terakhir jadi padam Bandarlampung, 1 November 2014—pukul 20.00 Prima Helaubudi Gumam melankolia dalam pemadaman 

Sang Egape

kaubawakan kembali sekat hati yang selalu kaubanggai lintasan yang melewati gumam cahaya itu : kauberikan lewat perhiasan yang paling kaubanggakan : matamu dalam cinta di titik omega; hari ini Sang Egape terlahir kembali menawarkanmu persyaratan yang tanpa syarat Bandarlampung, 31 Oktober 2014 Sunting 1: 11-11-2014 Prima Helaubudi Persona

Kunang-kunang

Gelap. Terjebakku di pusara ilalang tanpa nama. Bulan baru; langit hitam pekat membiru. Kuberi-dariku, cahaya mengasihi keberadaan abadi kita : dalam sebuah lingga Bandarlampung, 31 Oktober 2014 Prima Helaubudi Masokistik melankolia

Bahagia Seperti Anak Kecil

M elihat siang ini aku jadi teringat diriku semasa kecil. Mirip Dora; itu yang di acara edukasi anak-anak Dora The Explorer. Bedanya Dora itu kulitnya sawo matang, gemuk, dan hobi pakai celana pendek untuk berpetualang. Sementara aku berkulit kuning langsat, kurus, mata agak sipit, dan suka dipaksa mama pakai baju princess yang suka membuatku gatal-gatal. Aku memikirkan kebahagiaan dan kemudian teringat ujaran sebuah artikel yang intinya: orang dewasa itu memiliki pemikiran yang teramat kompleks dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Padahal jawabannya sudah ada di depan mata. Berbeda dengan anak kecil yang berpikir dengan sederhana. Mereka juga jauh dari perasaan buruk, semisal dendam. Tapi mohon dicermati. Aku bukan menyatakan orang yang berkelakuan seperti anak kecil itu baik dalam setiap derajat. Aku tegaskan hanya pada derajat tertentu saja. Aku menapak tilas; menyorot balik kenanganku semasa kecil. Aku terkejut. Aku mudah sekali dibuat bahagia. Apa ya

Apakah Antum Bahagia

*Bahagia, entah kenapa bahasan lama ini kembali mengambil sebagian pikiranku siang ini, pukul 14.00 tatkala sedang melihat birunya langit tanpa awan yang begitu sejenak. Terdapat dua pikiran; dua kenangan yang akan aku bagikan di blog ini. Insya Allah akan aku usahakan bersebelahan tempatnya ketika dibagikan. *** Apakah antum bahagia? Empat tahun yang lalu ada seorang laki-laki mengirimkan SMS padaku dengan diksi yang persis sama. Hari itu adalah Hari Minggu. Hari perbabuan nasional di rumah. Jelaslah aku membereskan apa yang bisa dibereskan. Meskipun, aku akui bahwa aku tidak lagi secanggih ibuku soal beres-beres rumah. Aku saat itu sedang super acak-acakan, berkeringat, dan juga berputar-putar di rumah sembari membawa lap pel. Dan SMS itu masuk bersebelahan dengan SMS lainnya. Akupun tersenyum. Akupun tersenyum; mengabaikan SMS tersebut dan membalas SMS lain yang masuk berderetan. Aku melewati menjawab SMS itu. Aku kembali mengurus pekerjaan rumah dan ditunggu untuk