Kisah di Sudut Perpustakaan
Kisah di Sudut
Perpustakaan
Buku-buku itu masih di sana. Mereka
masih tergolek di tempat yang sama ketika aku tinggalkan. Apakah buku bisa
menjerit dan memaki? Ah, seandainya mereka bisa. Mungkin sudah puas mereka
menyumpah-serapahi aku dengan penuh gairah. Aku hanya ingin mengembalikan buku
ini di tempatnya. Titik. Tidak kurang dan tidak lebih. Bukan masalahku jika
gundukkan sawang laba-laba atau kecoa bertaburan di sini. Sekali lagi, aku
tidak perduli.
Perpustakaan ini memang kita ciptakan
bersama. Sebagai suatu kesatuan utuh yang mneyatukan berbagai sisi. Aku ingat
dirimu yang tekur di halaman tiga ratus buku kalkulus tebal itu. “Jangan ganggu
aku dulu, ya? Aku tidak bisa konsentrasi jika ada kamu.”
Mungkin kamu tidak tahu. Di dalam hati,
kuanggap kau adalah manusia ter-narsis
sejagad. Bagaimana mungkin diriku yang hanya datang dan singgah di sana selalu
kauanggap sebagai pengagummu? Omong kosong.
Kita memang pernah bertemu di suatu
senja membicarakan tentang mengapa langit berwarna biru atau bertukar
jemari-jemari tulisan. Dan lagi-lagi, selalu terkoreksi kata ‘kau’ yang aku
selipkan dalam kalimat. Sudahlah. Kau memang renggang dan aku adalah rumit.
Aku mendatangi perpustakaan hanya untuk
mengembalikan dan membaca buku baru, Bodoh. Tidak lebih dan tidak kurang.
Ternyata kamu menganggapinya begitu serius. Maka baiklah, aku ikuti kemauanmu.
Kutampilkan senyum centil yang kauinginkan dan juga cerita-cerita yang
dipaksakan.
Suatu ketika aku bertanya pada diriku,
“Kepada siapakah sebenarnya aku berbohong?” Aku juga bingung. Bukankah lebih
baik kamu mendengar saja penjelasanku bahwa aku bukan mengagumimu di
perpustakaan itu. Aku mengagumi buku kalkulusmu yang hendak kupinjam untuk
tugas baru. Aku bukan seperti mereka yang tergila-gila pada rupa dan prestasi
cemerlangmu itu.
Buku kalkulus itu seolah tertawa penuh
kemenangan saat terakhir aku meminjamnya. “Akhirnya kamu meminjamku.” Aku hanya
tersenyum dan membawanya ke arah penjaga perpustakaan. Aku merogoh saku dan
menunjukkan sebaris kartu anggota yang pernah dibilang lucu olehmu.
Perpustakaan ini sudah lapuk, sayangnya.
Sudah ada perpustakaan yang lebih lengkap. Buku-buku lusuh. Dan penjaga
perpustakaan pun ikut berpeluh. Sudah berapa ratus kali dia mencari lowongan
kerja baru dengan pendidikannya yang tak seberapa.
Sebenarnys sudah sejak lama ingin
kubisikkan pada penjaga perpustakaan itu, “Bacalah buku-bukumu itu. Maka kau
akan mendapatkan pengetahuan baru,” seperti yang saat ini aku lakukan.
Aku mungkin akan berlenggok gembira
melihat belalakan matanya jikalau aku tidak terkaget menyaksikan bahwa kau
ternyata adalah pujaannya.
Bandar Lampung, 3 April 2013
Pukul 02.30 WIB – Di bawah temaram lampu
tidur, aku tetap insomnia akut. Aku merindukan suatu masa ketika sendirian
tidak sedemikian merupa.
Komentar
Posting Komentar