Ketika Hanif Saja Tidak Cukup
Ketika
Hanif Saja Tidak Cukup
Hanif? Apa
itu hanif? Suatu nama makanan? Tentu bukan.
Hanif dalam
bahasa Arab berarti lurus. Para akhwat di
sini, di kampusku menyebut istilah hanif untuk kaum awam tapi yang cukup
berafiliasi dengan Islam.
Apakah hanif
saja tidak cukup? Mungkin di layar komputer sana ada yang menanyakan, bukankah
dalam Alquran kita diminta untuk berislam sesanggup kita?
Iya. itu benar. Sama sekali tidak salah. Namun
catat, UNTUK TAHAP PEMULA. Pada akhirnya nanti, mau atau tidak mau, kita harus
berusaha militan dalam menjalani agama ini. Semua kembali lagi tergantung pada
aqidah yang engkau pegang. Kuatkah? Atau sekadarnya?
Aku sering merasakan untaian rasa sedih
diselingi rasa harap untuk mereka yang sekadar hanif. Aku menyaksikan banyak mereka, akhwat, hanya mengenakan
jilbab mini, masih bercelana ketat, dan lain sebagainya. Jujur, untukku
sekarang, itu membuatku menahan nafas cukup lama sampai terasa sesak.
Terkadang, aku menyelipkan sedikit demi sedikit
sentuhan dakwah saat bersama mereka walaupun dengan kapasitas yang kurang. Aku
juga punya kesibukan yang mau tidak mau menghalangiku untuk stay bersama mereka.
Aku semakin miris ketika menemukan mereka yang
memang sudah lebih dahulu menjalani penutupan hijab dan lain sejenisnya. Ya Allah...
Mereka lebih baik dariku. Namun, mengapa mereka tidak tergerak? Kadang, air
mata ini mengalir begitu saja. Apalgi jika sesekali menengok dunia maya. Betapa
cairnya mereka? Ya Allah, jauhkan aku dari hal seperti itu!
Hanif saja
tidak cukup. Tidakkah kaulihat Syria? Palestina? Muslim Rohingya, Cina, Jepang,
Perancis, Amerika, dan di berbagai belahan dunia lain? Sudahkah kita paham
dengan manhaj? Sudahkah kita menimba
ilmu yang fadhu ‘ain berupa ilmu
agama?
Ataukah kita masih sibuk sekadar dengan integral,
differensial, risk management,
interaksi sosial, dan kawan-kawannya yang sebenarnya fadhu kifayah! Naudzubillah.
Bagaimana kita menjadi seorang jundi yang baik? Aku berpikir dan
melihat diriku yang juga masih dipenuhi kekurangan.
Stiap kali, aku meringgis mendengarkan
kalimat-kalimat informatif dari kawan-kawanku tentang kondisi muslim yang lurus
masa kini.
Pernah kudapati cerita tentang seorang ustadz
yang kebetulan ingin ke kamar mandi dan tidak menemukan tempat lain kecuali
sebuah hotel. Dan ketika menanyakan toilet kepada si resepsionis, dia justru
mendapatkan ‘toilet jenis lain’. Tahu
apakah itu? Rupanya kata ‘toilet’
yang dikemukakannya merujuk pada sebuah pertemuan rahasia VVIP oleh kelompok zionisme Indonesia! Dan betapa
terkejutnya lagi beliau mengetahui bahwa pesantren yang diasuhnya adalah salah
satu sasaran mereka.
Lihatlah, kawan! Kawan-kawan kita muslim yang
lurus diserang dengan halus. Aku tidak yakin dengan sekadar hanif paham dengan semua ini. Illuminati, zionisme internasional,
jangan-jangan masih asing di matamu? Atau, seperti beberapa orang yang disela-sela pembicaraan
kususupi dengan berita ini, percaya tidak percaya.
Belum sempat kita memutuskan percaya atau
tidak, ternyata mungkin kawan kita sudah diserang sedemikian rupa. Subhanallah!
Tidak perduli kamu berada di belahan dunia
mana, apa organisasi dan furu’
(cabang) yang kauambil, masih sempatkah bercanda ria semata di jejaring sosial?
Masih sempat tidak menunjukkan identitas muslimmu di hadapan umum? Masih banyak
beralasan?
Dulu, ada seseorang yang mengatakan, “Ada atau
tidak adanya kita, Islam akan jaya. Yang membutuhkan amal dan pahala adalah
kita, manusia. Dan oleh karena itu, sepantasnya kita berlomba-lomba. Fastabiqul khairat. Dan tidakkah
kaukasihan melihat kawan-kawanmu seiman? Ketika ada beban yang sebenarnya harus
diangkat sepuluh orang, misalnya. Engkau tinggalkan dia dan beberapa kawannya
sendiri. Hingga akhirnya engkau membiarkan beban sepuluh orang hanya diangkat
empat orang saja. Jikakau adalah muslim, mana rasa gotong royongmu!!!?”
Kalimat itu, sampai sekrang masih terngiang
diutarakan oleh seorang ustadz. Meskipun kini aku tidak bergumul di organisasi
tersebut, tapi, jazakallah khairan jaza untuk
nasihatnya. Aku sangat menyimpannya.
Hanif cukup?
Tidak. Tidak cukup. Bertindaklah lebih militan!!! Tarbiyahlah untuk awalan.
Bandarlampung, 26 Mei 2013
Gemas!
Komentar
Posting Komentar