PUISI - KERLIP AMAL


KERLIP AMAL

ketika listrik padam, terhenti semua suara-suara televisi, riuh dispenser dan kulkas, serta tawa dan canda. hening berganti sepi yang penat.

kauhadirkan seonggok lilin rikuh yang dipaksa terus leleh. kauiseng menafikkan tanganmu lima belas senti dari suarnya. panas. padahal ia telah dicuci tujuh puluh kali dengan air di dunia. apa kabar neraka? naudzubillah.

semua kegiatan henti. sejenak kita makan bersama mengelilingi kerlipnya. melupakan sejenak fraksi-fraksi kesibukan.

cobalah sejenak kaupandangi kerlipnya. ingat ketika relung magrib menjelma shalat yang pengap akan pekat. sepi; senyap.

pikirkan, wahai diri! saat detak terhenti, saat detik menanti. saat relung-relung badan terkubur di tanah. saat malaikat menanyaimu perihal proposal hidup yang telah ditandatangani. akankah kausendiri ditemani kegelapan. akankah hanya suara cemeti azhab ditengahi murka? atau mungkin kerlip amal menopang kehidupan kecilmu menuju kiamat terjanji. akankah suara air sungai mengalir dengan luas kubur yang menanti?

adzan isya' berkumandang sayang di luar. berkoar sendu, "hai hamba Allah! seru Tuhanmu!"

kaumasih meringgis meningkahi tangis membelikat. sejenak klaustofobia menghampiri kematian yang pasti. ke mana kau, wahai diri, yang suka sesumbar tentang hidup?

hidup hanya pintasan lalu. bukan, bukan. memang bukan generasi terbaik. hanya generasi akhir yang terlampau banyak alfa. hanya berusaha belajar; meneladani.

--warna hidup, gandrung televisi cuat, gaduh kulkas dan dispenser, dan terjadilah fraksi kembali. ke mana harapan akan kerlip amal? ah, mungkin menunggu listrik mati berikutnya--

Prima Helaubudi via Facebook
Bandarlampung, 25-5-2013
kematian, ingatlah, ia sahabat yang pasti abadi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA