Saat Menulis

Aku sempat bertanya-tanya mengapa jadi menulis. Apa yang dari dulu pandai kutulis adalah rangkuman dari pelajaran-pelajaran sekolah yang rerata mendapat nilai tinggi alias "excellent". Hal ini berlanjut hingga kini aku kuliah. Hanya hal ini pula yang aku pegang dari dulu sampai sekarang yang tak pernah berubah.

Awalnya, aku pikir aku menulis karena kini aku--dengan berlebihan walaupun tidak boleh dikatakan--tidak punya waktu. Tidak punya waktu untuk kegiatan-kegiatan fisik yang aku sukai. Sebelum kuliah, aku rajin sekali olahraga. Seminggu terhitung minimal lima jam. Sekarang? Aku tidak bisa. Dan kebanyakan aku lakukan berkaitan dengan kesenian.

Aku tak tahu mengapa kesenian begitu mendarah daging pada diriku. Hingga suatu ketika terselip cerita tentang kakekku yang seniman naturalis, ayahku yang pemain band, dan juga ibuku yang adalah penulis puisi dan anggota paduan suara amatir. Semua jadi masuk akal.

Sejak aku menjauh dari dunia seni dan mulai tenggelam dalam perkuliahan, aku mencari-cari--bisa dibilang mencari pembenaran--untuk kembali berkesenian. Sayangnya, hampir semua bidang seni aku cicipi dan sukai. Namun semua butuh gerakan. Dan alhasil, aku mencoba menulis.

Menulis membuat sensasi baru untukku. Sebelumnya aku adalah orang yang teramat tempramental. Sampai sekarang masih. Akan tetapi, dulu sangat parah. Aku bisa melempar apa saja kalau kesal. Aku bisa sampai melompat ekstrem kalau bahagia. Tiap detik dapat berubah. Aku tentu sadar ini penyakit. Setelah rutin menulis, alhamdulillaah penurunan tempramenku terjadi walaupun selain menulis tentu ada terapi pribadi yang aku lakukan sendirian.

Tetiba, aku diajak bergabung di beberapa komunitas. Bisa dibilang gila. Sebelum tahun ini--tahun yang paling lenggang selama aku kuliah hingga dapat berpikir tentang diriku sendiri--aku bisa memegang lima sampai delapan organisasi sekaligus. Aku sampai tidak bisa lagi memikirkan hal-hal kecil untukku. Beberapa tulisanku masuk media.

Itu tak lepas dari mentorku juga yang dengan tegas mengritisi tulisan-tulisanku. Dan tahun lalu, dia lulus. Seluruh kegiatan menguap. Jujur, jika diibaratkan pedang, tulisanku belakangan ini tidak sedemikian tajam. Dan aku sedih membacanya.

Berbicara publikasi, aku memang tidak mau ribet mengurusi, mengirim, dan lain-lain pada media tertentu. Aku agak bermasalah dengan birokrasi. Dan aku ingin menjaga "kemurnian" tulisanku sendiri. Naif memang. Tapi biarlah. Jika nanti aku berubah pikiran, bisa saja aku berbuat sebaliknya.

Aku sadar. Ternyata menulis memang terapi tempramen yang cukup efektif buatku. Meskipun tidak seratus persen.

Aku mulai sakit-sakitan dari semester dua lalu sampai sekarang. Ditambah aku kesulitan konsentrasi. Kemudian, aku berkonsultasi dengan seorang kakak tingkat. Dia bilang, kemungkinan aku ada masalah dengan otak prefrontal cortex-ku. Bagian otak yang berhubungan dengan konsentrasi. Dan untuk memperbaikinya, aku harus kembali rajin olahraga.

Kesimpulan ini menitikkan isyarat pada diriku untuk mulai menata pribadiku yang terbengkalai sejak kuliah. Dan aku sadar aku sangat sakit. Hal ini mencapai klimaksnya. Apalagi ternyata, selama ini aku terlalu cemas terhadap banyak hal. Tidak penting pula. Sebab, semua yang kucemaskan itu sesuatu yang abstrak. Benar atau salah akhirnya masalah kebanyakan hal yang dilakukan kupertanyakan kembali.

Pertanyaan itu merujuk satu hal. Beberapa waktu lalu, ditawari lagi organisasi-organisasi baru. Biasanya aku akan menerima. Dan mungkin seharusnya aku terima. Sebab aku tahu saat membaca sebuah novel bahwa keahlian kita adalah yang lima tahun berturut-turut, berorganisasi adalah hal yang mencerminkan diriku. Dari TK sampai kuliah, berorganisasi adalah kegiatan yang bahkan lebih sering kuutamakan karena rasa sukaku. Namun, aku menolak.

Kenapa? Karena seperti penyebutan sebelumnya, aku sakit. Beberapa hal lain juga menjadi pertimbanganku.

Banyak orang berpikiran aku sangat santai. Aku sangat ingin tertawa. Aku tidak bisa santai mengurusi bisnis dan/atau rajin belajar ke sana kemari seperti banyak orang. Sekarang aku tidak mengikuti kegiatan apa-apa di suatu tempat bukan berarti aku santai. Ada banyak hal yang kujadikan kegiatan.

Aku memang tidak sehebat orang lain. Aku memang biasa-biasa saja. Tapi bukan berarti karena biasa, aku jadi tidak bergerak.

Beberapa hal yang kutajamkan saat ini sesuai bahasan awal adalah ketajaman menulis dan olahraga.

Yang lain? Kurasa cukup beberapa yang tahu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA