CARA RASULULLAAH MEMBERI ILMU DAN MENASIHATI PARA SAHABAT

Bismillaah. Sebuah hadis tentang bagaimana cara Rasulullaah shallallaahu 'alaihi wasallam memberi ilmu dan menasihati para sahabat :

Abu Sa'id Al-Khudri radhiallaahu'anhum, dari Nabi shallallaahu 'alahi wasallam, beliau bersabda: "Allah berfirman pada Hari Kiamat, 'Wahai Adam, bangunlah dan bangkitkanlah pembangkit neraka." Adam berkata: "Aku penuhi seruan-Mu, kebahagiaan ada pada-Mu dan kebaikan ada di Tangan-Mu. Wahai Rabbi, apakah pembangkit neraka itu?" Allah menjawab: "Dari setiap seribu orang adalah sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang."Pada saat itulah anak-anak rambutnya mendadak beruban. Dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi adzab Allah sangat kerasnya." (Q.S. Al-Hajj : 2). Pengambaran ini dirasa berat bagi para sahabat, hingga rona muka mereka berubah. Mereka berkata: "Wahai Rasulullah, lalu siapakah yang satu itu?" Beliau menjawab: "Dari golongan Ya'juj dan Ma'juj ada sembilan ratus sembilan puluh sembilan, dan dari kalian satu orang." Para sahabat berkata: "Allahu akbar." Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: "Demi Allah, aku benar-benar berharap kalian menjadi sepertiga penghuni surga. Demi Allah aku benar-benar berharap kalian menjadi setengah penghuni surga." Lalu, para sahabat bertakbir. Beliau bersabda lagi: "Tidaklah kalian pada hari itu di tengah manusia melainkan seperti sehelai rambut putih di badan sapi jantan warna hitam, atau seperti sehelai rambut hitam di badan sapi berwarna putih." (H.R. Bukhari [3348, 4741] dan Muslim [1/139])

Perhatikanlah bagaimana beliau menyampaikan sesuatu dengan metode takhwid (dengan cara menakut-nakuti), maka ketika hati dalam kondisi terguncang, beliau mendatangkan suasana kelembutan.

Ketika hati merasakan ketenangan karena nafsu, maka ia harus diguncang. Jika sudah sangat resah, maka harus dibuat tenang agar urusan bisa berjalan dengan normal.

(Dikutip dari Al-Minhajul Qashidin, karya Ibnu Qudamah al-Maqdisy, halaman 558)

Saya sangat setuju. Bukankah dalam Al-Qur'an pun ayat yang mengandung ancaman selalu disandingkan dengan ayat yang mengandung nikmat. Demikian pula sebaliknya.

Wallahu'alam.
Maaf kepanjangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA