Plagiarisme yang Dianggap Biasa

Plagiarisme. Ini jelas adalah musuh utama bagi para penulis. Plagiarisme juga adalah musuh utama bagi mereka yang tergila akan ilmu, menurutku.

Sejarah tidak seberapa mencatat mana-mana yang plagiarisme yang terjadi. Bisa berupa pencatutan suatu hal, apa saja.

Dua tahun belakangan, saya sangat aware dengan hal ini. Sebab, hati saya luka mengetahui hal-hal berupa ilmu yang kuyakini sebagai kebenaran teryata berdusta. Rasa sakitnya masih terasa hingga sekarang. Dalam suatu mata kuliah, dijelaskan secara luas betapa tinggi suatu paten di negara-negara berjuluk Dunia Pertama. Mereka terkenal kini sebagai pengayom paten yang komprehensif.

Sayangnya, memang dalam perkuliahan yang dikupas sering hal-hal kontemporer yang dianalisis menggunakan teori-teori mahsyur. Dalam banyak kesempatan, secara otodidak saya mengumpulkan remah-remah sejarah yang dibayangi kabut tebal. Sejarah begitu kelabu rupanya. Penyimpangan banyak terjadi. Yang paling top adalah plagiarisme. Plagiarisme dari negara-negara Dunia Pertama.

Sekadar saran. Jangan cepat percaya dengan hal-hal yang selalu ditampilkan original. Terkadang, itu hanya pengulangan dari hal-hal yang dahulu terabaikan. Lucunya, di masa yang lain, hal-hal itu jadi begitu laku. Pencipta menjadi tidak terlihat.

Plagiarisme yang kini marak menjadi suatu gejala-gejala sosial. Ini menunjukkan betapa pragmatisnya masyarakat kita sekarang. Apalagi telah didukung asupan informasi dari media-media yang tidak terliterasi sempurna.

Plagiarisme dalam cakupan luas telah merambah tidak hanya di dunia nyata, namun juga dunia maya. Betapa banyak orang-orang biasa yang haus eksistensi kemudian berlaku curang. Sebut saja membeli akun orang lain, mengkopi perkataan-perkataan orang lain tanpa sumber, dan lain sebagainya. Masyarakat kemudian latah tanpa menguji terlebih dahulu.

Penyembuhan plagiarisme tidak akan mudah memang. Apalagi masyarakat kini telah berada di beberapa dimensi yang dapat mengubah dirinya. Butuh kesadaran. Untuk penyadaran ada yang mengenakan teknik labelling terhadap pelaku-pelaku plagiarisme. Ini dimaksudkan sebagai contoh. Akan tetapi, sayangnya masyarakat juga tak perduli. Maka, faktor lain dilihat. Regulasi. Regulasi dibutuhkan sebagai tindakan preventif sekaligus represif yang terbilang ampuh. Tetap dengan syarat controlling yang baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA