Puisi - sepiring makanan cepat saji

sepiring makanan cepat saji


"makanan cepat saji memang murah," gumammu pagi itu. kaubegitu lapar dan enggan menunggu kugorengkan sebutir-dua butir telur ayam untuk kuubah menjadi mata sapi.

aku ingat. kauselalu menghujatnya. "telur ayam menjadi mata sapi. istilah memang selalu membuat aku terheran." akupun ikut tertawa geli walaupun tidak lucu--karena kauseperti mengatakan "tidak" pada makanan yang kulahirkan--.

cukup terhina; bukankah kecemburuan ini akan sirna dengan makanan cepat saji? kaucukup merelakan waktu sekitar lima belas menit dan beberapa tarikan bahan bakar di kendaraan. (hei, bahan bakar sedang melambung. kautahu?)

tak heran kini makanan cepat saji menikam kita. sesayat demi sesayat. seperti dahulu daging-daging itu terpaksa menjadi sayatan beku. menunggu kehadiran kita yang tak pasti. pagi, siang, malam, tengah malam, bahkan dini hari. maka, wajar baginya mengecamuk dendam.

sepiring demi sepiring. kita reguk dengan lahap. bak seorang pengemis yang meminta di sana. hanya, kita tak mengeluarkannya untuk pengemis. tapi untuk perut kita sendiri. menghabiskan lembaran-lembaran rupiah yang sedang terkulai malas.

akibat akan menunggu. tapi kauseolah urung berpikir. kenapa kautidak memakan makanan yang kubuatkan saja? (biaya pengobatan lebih mahal dari bahan bakar yang kaudenguskan, tahu)


Bandarlampung, 20 Juni 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA