Puisi - PADU


PADU


seorang lelaki—atau bocah—mendatangi
seorang perempuan di pinggir telaga.
di mata lelaki itu tergenggam bara.
engkau dapat bercermin dan melihat,
betapa panjangnya kereta api di sudut rel.

perempuan tahu,
tapi hanya mengenggam waktu.
sedari tadi menunggu lelaki jemu
memandangi manik matanya
yang tak mau ia perlihatkan.
sejenak beku; tatapannya kosong.
lurus-lurus ia tatap barisan ilalang
membanjiri selasar telaga.

perempuan itu tak berbicara.
perempuan memang tak terteka.
kuanggap diam itu mengatakan iya
tentang kerjap-kerjap yang nanti
akan kuperlihatkan.

kubiarkan ia duduk di sampingku, entah mengapa.
barisan pepohonan berambut jingga
ikut bertanya kepadaku.
aku tak tahu.
senangkah aku?
aku juga tak tahu. aku hanya ingin geming
: menjadi bahasanya.

tatapannya begitu penuh.

tatapannya begitu kosong

berdua dengannya adalah purna.

sejenak, kuingin berbaring dalam diam
memandangi kilauan kibaran
yang tempias kala senja
tak ingin kulupa

aku hanya tak ingin mengingat.
lupakan guratan sempurna
garisan kekayaan
dan sejuta cita; juga cinta

bagiku ia adalah cahaya

bagiku ia adalah bayangan

berdua dengannya adalah purna



Bandarlampung,  3 Juli 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA