Getar Surat Al-Kautsar
Entah mengapa Surat Al-Kautsar kini menjadi salah satu
surat dari Al-Qur'an yang sering kali aku baca di dalam shalatku.
Mungkin kemarin -atau lusa- aku mulai merasakan suatu
getaran lain dari surat ini. Terkhusus pada ayat kedua.
"Maka dirikanlah shalat karena
Rabb-mu; dan berkorbanlah."
Aku teringat pada sebuah memoar tarbiyah yang
diberikan dari salah seorang murobbi-ku tentang pelesetan dari kata
"korban" dalam bahasa dan satra Indonesia.
"Jadi, Dik... Sesungguhnya perang pemikiran telah
melanda kita bahkan dalam segi bahasa. Tahukah bahwa kata 'korban' berasal dari
kata serapan 'qurban' dalam bahasa Arab yang artinya mendekatkan diri.
Sekarang, banyak sekali hal yang diasosiasikan dengan
kata korban tapi tidak sesuai dengan konteks, Dik. Bayangkan kata 'qurban' yang
tadinya bermakna indah, mendekatkan diri pada Allah berubah. Berubah menjadi
korban kecelakaan, korban pembunuhan, dan korban-korban lainnya."
Aku teringat perkataan ini sekarang.
Suatu perasaan haru datang kala surat ini aku baca
setiap kali. Kata 'qurban' di dalam surat ini mengetuk kembali. Apakah yang
namanya berkorban itu harus selalu disamakan dengan Idul Adha? Berkurban dalam
bentuk binatang ternak? Ataukah berkorban itu dalam semua sisi kehidupan?
Dan hatiku menjawab, tidak. Tidak hanya itu.
Berkorban berarti dengan seluruh jiwa raga. Dengan
seluruh apa yang dipunyai. Karena agama ini merupakan perniagaan yang tiada
pernah merugi. Bisa dibayangkan, saat orang-orang sangat ketakutan dengan
keadaan perekonomian yang gonjang-ganjing terbentur dengan inflasi, resesi, dan
sebagainya, perniagaan dengan Allah tidak akan pernah merugi!
Masya Allah...
Karena begitu prestise perniagaan di jalan ini, maka
yang dimintai oleh Allah adalah keseluruhan diri ini. Lalu, apakah pantas diri
ini menginginkan selain Allah? Pantaskah? Astaghfirullah...
Bisa dibayangkan betapa dunia ini melenakan. Lihat
saja berapa banyak orang mengejar apa yang disebut dengan harta, tahta, dan
wanita. Padahal saat berlabuh pada dermaga kematian, hanya amal shalih yang
akan menemani. Namun, kenyataannya? Begitu banyak orang yang menuruti nafsu
syahwatinya.
Dunia, begitu membuai siapa yang ada di dalamnya.
Teringat perkataan Al-Qur'an juga. Bahwa orang yang mengharapkan dunia, hanya
akan mendapatkan dunia saja. Sebaliknya, orang yang mengharapkan akhirat, Allah
akan memberikannya dunia dan akhirat sekaligus.
Sepintas, mengapa demikian? Dinukil juga bahwa dunia
akan datang dengan mengiba-iba pada mereka yang berlari mengejar akhirat. Dunia
mersimpuh di kakinya. Namun sang hamba Allah memandangnya dengan jijik. Masya
Allah... Nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kamu dustakan?
Berkorbanlah, wahai manusia!
Para perindu surga, berkorbanlah!
Dengan segenap jiwa ragamu yang tiada lama itu!
Kehidupan yang kekal abadi dalam surga-Nya
menantimu!!!
Komentar
Posting Komentar