perempuan penunggu hujan

di setiap garis hujan yang turun gelisah
gerah di pangkal musim kemarau
membentuk ritmis tipis menggaris pada
mantel abumu yang kusukai itu

mendung hari ini membawa hujan ke tempat lain
meninggalkanku dengan secangkir kopi
yang akhirnya kuhabiskan sendiri
setelah hirup dan beberapa silap
dipersilahkan oleh kemilau
yang tak kunjung jadi pelangi

selandai-landainya hari yang bersatu
melawanmu di meja persidangan perpisahan
ada aku, kamu, dan kita
yang tak berujung menjadi siapa-siapa
hanya untaian kata
(yang terkesan)
tanpa makna

hingga awal bulan baru datang
aku tetap menunggu hujan
tapi aku tidak lagi ingin
menemui hujan (seperti) hari ini

yang malu-malu


Bandarlampung, 7-5-2014
Prima Helaubudi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA