Diri, Pengaruh, dan Perbaikan
Diri, Pengaruh, dan Perbaikan
Manusia itu menarik. Baru saja aku
membaca buku psikologi sosial. Psikologi sosial merupakan irisan dari ilmu
psikologi dan juga ilmu sosiologi. Dan aku pribadi sebagai konsentrasi
manajemen sumber daya manusia barang tentu berhubungan dengan beberapa ilmu. Ilmu
yang berhubungan di antaranya ilmu psikologi, sosiologi, manajemen, strategi,
sumber daya manusia, kepemimpinan, dan juga komunikasi.
Aku menemukan bahwa manusia itu sangat
mudah terpengaruh. Masalah pengaruh-memengaruhi tentu saja aku pelajari. Tepatnya
dalam materi pemimpin dan pengikut dalam mata kuliah kepemimpinan. Pengaruh ini
terdiri dari dua hal, eksternal dan internal. Secara eksternal, manusia terpengaruh,
tersugesti, termotivasi terutama oleh jumlah orang mayoritas dan orang yang
punya otoritas. Sementara secara internal, pengaruhnya adalah dari kebingungan;
keraguan dan juga kebekuan pikiran.
Aku sangat tertarik. Di dalam agama
Islam, jelas dikatakan bahwa suara mayoritas bukan hal mutlak bahwa hal yang
dikatakan benar. Mengetahui hal ini, aku jadi lebih awas terhadap pernyataan
yang bersifat mayoritas. Sementara orang yang punya otoritas juga belum tentu
benar. Karena semua harus dilihat dulu kebenarannya. Demikian pula sial
kebingungan. Orang yang bingung, dinyatakan akan mudah menerima masukan pertama
dari orang lain yang hadir. Di sisi lain, banyak faktor, menyebabkan seseorang
beku pikirannya sehingga mudah terprovokasi oleh sugesti yang tidak benar. Alhasil,
orang yang kritis itu jauh lebih kuat dalam menyaring informasi dan memutuskan.
Ini dibandingkan dengan mereka yang tidak kritis. Orang yang kritis dinyatakan
sebagai orang yang secara tidak sadar memiliki kemampuan menjadi pemimpin di
dalam dirinya.
Ini menguatkanku dalam derajat
tertentu. Menguatkan bahwa sebenarnya sebagai seorang manusia, haruslah paham
dengan pasti soal standar. Standar apa yang digunakan untuk menyatakan
pernyataan sebagai sebuah kebenaran? Nilai apa yang dipakai untuk menyatakan
itu kebenaran? Terakhir, bahwa kita sangat butuh akan ilmu. Ilmu inilah yang
akan menafikkan kebodohan.
Aku menyadari dan semakin menyadari
semakin dalam meriset diriku sendiri. Semakin sadar akan kelemahan-kelemahanku
pribadi. Aku pun akhirnya berusaha dengan kuat mengatasinya. Seperti kelemahanku
bahwa aku sebenarnya sangat anti dengan yang namanya berkubu. Aku senang di
dalam kubu netral. Kubu yang tidak memihak. Ini kelemahan. Karena ini pertanda
bahwa ada jiwa-jiwa pengecut dalam diriku yang tidak ingin dimusuhi. Di sisi
lain, aku pun sudah tahu bahwa kebenaran itu pasti ada. Pergulatan antara
kebenaran dan kebatilan senantiasa ada. Seperti melihat pada hal yang samar,
harus dijauhi dan dimasukkan ke dalam kategori itu batil. Karena jika itu tetap
tidak bisa jadi hal yang baik, dia buruk. Titik. Susah payah aku berusaha. Aku pun
belum sempat menilai lagi apakah berhasil atau tidak.
Aku juga sadar dan semakin sadar bahwa
memang salah satu kelemahan besarku adalah aku tidak suka terikat. Aku suka
menggunakan apa yang aku pikirkan untuk hidupku. Meskipun itu melawan arus. Sehingga
ketika tidak suka terikat, dalam kehidupan pribadiku pun aku akan kesulitan. Di
dalam buku psikologi seorang kawan, aku dikategorikan sebagai manusia berwatak
supel. Kelemahan utama manusia berwatak supel adalah, manusia jenis ini susah
untuk diajak berkomitmen. Sejujurnya, meskipun itu benar, benar-benar membuat
tersinggung ketika tipe manusia lain diberikan gambaran bagaimana mereka dalam
kehidupan berumah tangga dan juga sebagai orang tua. Sementara untuk tipeku
tidak ada. Seolah-olah ada pernyataan, “Kamu mustahil untuk terikat.” Ini agak
mencederai harga diriku. Aku sedikit demi sedikit menguranginya.
Aku, semakin belajar psikologi
berpikir keras. Di dalam terakhir metode Jung masalah kepribadian, aku
dinyatakan sebagai orang ENFP.
E Extrovert
N iNtuitive
F Feeling
P Perceiving
Akan tetapi, nilai ekstrovertku tidak
mutlak. Ia berjibaku hampir 50 : 50 dengan introvert. Aku tertawa melihatnya. Tentu
saja aku tahu alasan kenapa nilainya bisa demikian. Aku introvert yang berubah
menjadi ekstrovert. Jelas saja nilainya tidak dapat mutlak. Tapi, semakin aku
belajar dan mengetahui kekuatan masing-masing, aku tetap ingin menjadi orang
yang dibilang kawanku “kepribadian galau” karena tidak mutlak dalam nilai
ektrovert dan introvert. Masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan. Kelemahan
ekstrovert yang paling parah adalah keinginan untuk menjadi pusat perhatian dan
juga sangat mudah terpengaruh. Kesannya tidak punya sikap. Sementara kekuatan
introvert yang kusukai adalah analisis jadi lebih rasional dan lebih terjaga
dari menyakiti hati orang lain.
Aku punya pendapat bahwa ekstrovert
berarti “air beriak tanda tak dalam”. Sementara introvert dinyatakan sebagai “air
tenang diam-diam menghanyutkan”. Aku punya maksud sendiri. Ekstrovert dinyatakan
sebagai air laut di bagian pinggir. Banyak orang yang bermain di laut bagian
ini. Ini cermin bahwa banyak yang menyukai si ekstrovert walaupun kadang tidak
memiliki sesuatu di pikirannya. Sementara si introvert sulit dipahami. Meskipun
dengan beragam keindahan seperti gunung berapi bawah laut, terumbu karang, dan
lain-lain. Orang harus susah payah mencerna layaknya seorang yang harus
menyelam untuk mengerti keindahan laut dalam.
Aku suka keduanya. Aku lebih sering
menggunakan ekstrovert ketika harus berhadapan dengan orang di luar
lingkunganku. Aku menggunakannya juga ketika tidak ada orang ekstrovert lain
yang bersamaku sehingga aku harus turun berbicara. Seperti semisal saat
presentasi. Kalau kamu tanya apakah aku suka presentasi, jawabanku adalah
tidak. Sama saja dengan pergi ke pesta. Aku merasa seperti jadi barang
pajangan. Aku tidak suka, kutegaskan lagi. Sementara introvert lebih sering
kugunakan jika harus menganalisis sesuatu secara mendalam dan serius. Aku juga
menggunakannya di rumah. Aku beranggapan sepihak bahwa orang yang dekat
denganku akan paham bahwa aku tidak suka diganggu.
Sebenarnya, aku tertarik untuk
menggunakan introvert saja. Nyaman. Karena ini kepribadian asalku. Ini juga
semakin mudah mengingat sekarang aku lebih sering di rumah dan membaca buku. Tidak
sulit sama sekali. Tapi di sisi lain, aku tidak bisa berada dalam zona nyaman
terus-menerus. Ada saatnya aku harus berhadapan dengan orang lain. Aku butuh
tentu dengan ekstrovert. Kalau aku terlalu nyaman dengan introvert, habislah
aku.
Di antara empat sifat tadi juga, aku
pengamat total. Aku suka membiarkan semuanya tidak pasti, tidak tentu arah,
dengan beragam kemungkinan terbuka, serta berbaik sangka semua bisa berubah. Aku
mendapat skor hampir 100%! Hampir tidak punya kemampuan menilai yang baik. Aku sih
suka-suka saja. Jadi, tidak masalah buatku. Mungkin aku harus memiliki orang
dengan level menilai tinggi untuk melengkapi kekuranganku dan juga
mengingatkan.
Ada yang bertanya kepadaku perihal
mengapa aku lebih konsentrasi ke diriku sendiri dibandingkan di luar. Mereka menyatakan
aku bagus. Sungguh sayang kalau aku tidak begini dan begitu. Aku punya ragam
pilihanku sendiri. Tentu bagi yang paham tahu, bahwa memperbaiki diri sendiri
adalah salah satu upaya memperbaiki yang lebih besar. Aku sudah dan sedang
melakukannya sedikit demi sedikit. Meskipun kelip, aku melihat perubahan.
Aku
punya beragam hal payah lainnya yang sepertinya tidak ada habisnya. Aku ingin
memperbaikinya jika itu baik. Tentu tanpa menghancurkan karakter awal diriku
sendiri.
Bandarlampung, 29-5-2014
Pukul 20:55 WIB
Prima Helaubudi
Komentar
Posting Komentar