perempuan penunggu api
I
jika angin selatan memang ada,
aku meminta belas kasihnya
agar apiku tak lagi peri
entah pada sajak ke berapa
kumainkan perasaan-perasaan
kuaminkan pikiran-pikiran
berperisa pada kacang-kacang
dan beberapa makanan ringan
berbau asap--tapi bukan berasal
dari dapur yang sejenak terkesan ramu
II
mataku memandang peri api-api. dan berharap ia menjelma anak. sehingga tak lagi picis. kami perempuan penunggu api, setia menanti. di penghujung trotoar yang sunyi. saat manusia kembali. bersama setumpu api yang tak padam jadi arang, adakah sejenak tempatku menyusun masa lalu?
ah, barangkali hanya setangkai melati ibu, juga ranting-ranting mahoni, dan dedaunan akasia yang menyerpih. menyerpih di dalam raungan api kecilku yang kini kian menua. beberapa sajak telah selesai dan kulempar pada api. hingga hangus terbakar dan mengabu. terbawa pada angin. menuju utara. di tempat kauberada.
Bandarlampung, 7-5-2014
Prima Helaubudi
jika angin selatan memang ada,
aku meminta belas kasihnya
agar apiku tak lagi peri
entah pada sajak ke berapa
kumainkan perasaan-perasaan
kuaminkan pikiran-pikiran
berperisa pada kacang-kacang
dan beberapa makanan ringan
berbau asap--tapi bukan berasal
dari dapur yang sejenak terkesan ramu
II
mataku memandang peri api-api. dan berharap ia menjelma anak. sehingga tak lagi picis. kami perempuan penunggu api, setia menanti. di penghujung trotoar yang sunyi. saat manusia kembali. bersama setumpu api yang tak padam jadi arang, adakah sejenak tempatku menyusun masa lalu?
ah, barangkali hanya setangkai melati ibu, juga ranting-ranting mahoni, dan dedaunan akasia yang menyerpih. menyerpih di dalam raungan api kecilku yang kini kian menua. beberapa sajak telah selesai dan kulempar pada api. hingga hangus terbakar dan mengabu. terbawa pada angin. menuju utara. di tempat kauberada.
Bandarlampung, 7-5-2014
Prima Helaubudi
Komentar
Posting Komentar