Show Time (?)
Show
Time (?)
Entah kenapa judul ini terlintas di
pikiranku.. Entah cocok atau tidak dengan yang akan aku maksudkan dalam isi
blog ini sekarang dan nantinya…
Sejujurnya, aku bukan tipe orang yang
suka menolak orang lain dan terbuka dalam banyak hal.. Aku memang ekstrovert..
Tapi jenis ekstrovert-ku pun berbeda dengan yang lainnya.. Aku tipe pengawas
yang suka melihat pola.. Maka dari itu, jika seseorang dalam taraf dekat
denganku, aku bisa menebak satu hingga tiga langkah ke depan apa keputusan yang
akan dia ambil.. Bukan sulap bukan sihir, ya.. Hanya saja, aku memang bukan
tipe analitis.. Aku tipe yang mencari kecocokan suatu hal dan berfirasat
dengannya. Firasatku sedari dulu jarang sekali meleset.
Aku pernah ribut sama orang dalam
beberapa hal yang aku pikir akan jadi her/his
next and later steps. Dan dia menolak anggapanku dan mengatakan bahwa aku
seperti orang yang psycho. Nggak punya
landasan apa yang dimaksud. Aku memang dalam hal-hal psikologis agak kurang
punya penjelasan alias nggak jernih dalam me-break down apa yang aku maksudkan.
Itu kelemahanku.. Dan benar saja.. Baru ribut, sudah kejadian. Entah orangnya
sadar atau tidak baik sindiranku maupun apa yang aku ucapkan straightly. Hemm…
Karena diriku yang begini, banyak kawanku
banyak yang bilang agar diriku jika berkesempatan mengambil master/S2 (aamiin),
jangan mengambil ekonomi, tapi psikologi.. Emang kan? -_-
Aku baru saja SMS-an dengan kawan
perempuanku dan berkata (beberapa bagian akan aku sensor dan redaksional agak
kacau):
Siapa?
Temen SMA-mu itu, ya? *just a hunch
Aaaaa..
Prima.. Now I know that you good about it. You get a hit.. You punch me in the
bulleyes.
Whahahaa..
********** as long as my friendship journey, my friends said that I had had a
quite good hunch (outstanding actually). Since you told me, I would be seeing
it… >.<
Where
had you been? :O
Dia
bilang apa?
Lupa-lupa inget grammar ngaco dan
redaksionalnya. Intinya, kawanku kaget dengan tebakanku. Aku bertemu dan bicara
dengannya berjam-jam, berbulan-bulan, dan bahkan bertahun-tahun.. Mana mungkin
aku nggak bisa tebak? Kadang supaya nggak malu, aku cenderung untuk bilang
nggak tau dan biarkan orang yang bersangkutan bicara. Sebaliknya, orang lain
nggak pandai menebak pikiranku. Hem, mungkin ini keuntungan punya pemikiran
yang antimainstream (kesimpulanku setelah mengikuti tes psikologi di National
Geographic).
Sebagai orang yang terbuka… Hem,
sejujurnya aku sangat nggak bisa menolak orang lain.. Aku bilang nggak, coba
deh rajuk tiga kali aja.. Kalo bukan hal prinsip aku bakal ngalah… Nggak suka
sesuatu, kalo diminta, ya, jalan aja.. Cuma kalo hal prinsip, aku keras memang.
Aku payah berbohong dan ngeles. Kalo pake
statistik serampanganku, mungkin 89% aku gagal dalam masalah bohong. Kalo pun
berhasil, aku nantinya bakal ngaku… -_- Rada emang. Dan karena aku tau bakal
gagal bohong sama ngeles, aku lebih memilih I
want to leave the conversation alias kabur sebelum melangkah lebih jauh dan
harga diriku berasa tercabik-cabik (diksi lebay).
Dan mungkin karena sifatku yang amat
seperti ini membuatku sangat cocok jadi anak sosial.. But, akibatnya aku nggak pernah bisa mengeluarkan kemarahanku
dengan lancar.. Even now after I had
transformed myself.
Hal itu berlaku juga di dunia maya.
Nggak jauh apa yang aku katakan di dunia nyata dan di dunia maya. Sama aja.
Haha… Cuma ya setiap orang bakal beda reaksi. Reaksi kebanyakan sih kaget
karena dibilang frontal habis (tapi dalam suatu pembicaraan serius tentang
kepribadian dengan kawanku, kami bersepakat bahwa frontalku levelnya turun drastis
sekarang). Ada yang justru bilang lembut.. :O
Aku sendiri punya masalah dengan
masalah damai dengan apa yang aku lalui.. Belakangan ini aku tidak menulis
karena menimbang, apakah ini penting?
Ada beberapa hal yang kupikir bagus
untuk orang lain belajar dari pengalamanku.. Beberapa karena naluriku kuat
sekali dan tidak bisa menolak untuk menuliskannya. Huaah.. >.<
Berdamai dengan diriku sendiri adalah
hal tersulit yang harus aku lalui. Jujur karena aku meminta banyak dari diriku
sendiri. Tingkat toleransiku terhadap diri sendiri jauh lebih kecil
dibandingkan kepada orang lain. Meskipun tidak kentara. Dan aku sejujurnya tau
bakalan banyak gagalnya. Dan akibatnya, damai adalah kata yang sulit buatku. Di
samping, nafsuku sendiri mengajak pada keburukan. Aku berlindung kepada Allah
dari godaan nafsuku ini.
Aku akan menuliskan masa laluku yang
insya Allah aku sudah berdamai dengannya… Seperti kata ustadz Firanda Andirja,
pilihan Allah adalah yang terbaik. Dan kata ibnu Qayyim, “Kadang anugrah itu
diberikan Allah dalam bentuk musibah dan ujian.” Disambung lagi oleh Ustadz
Firanda bahwa anugrah di balik suatu kejadian itu bisa jadi didatangkan saat
itu juga, ditangguhkan bertahun-tahun, ada juga yang tetap rahasia.
Mungkin yang akan kusampaikan nantinya
adalah yang berkenaan dengan masa lalu dan apa yang sedang kupikirkan sekarang.
Kalo soal masalah besarku, jangan harap aku bakal bercuap dengan mudah. It is a secret… :’)
Aku adalah manusia yang tidak
selamanya berpijak pada hal yang sama. Sebab hatiku Allah yang miliki. Dia bisa
putar balikan sekehendakNya. Dan aku berdoa semoga di masa yang akan datang,
perubahan pada pemikiranku di masa lalu dan kini adalah pergerakan ke arah yang
lebih baik. Aamiin…
Komentar
Posting Komentar