Six Degree
Six Degree
Kalau ada yang tanya
ilmu sosial (pure) yang paling suka
sebenarnya adalah sosiologi. Ini terjadi bahkan sebelum aku tahu dan dapat
menyebut "sosiologi" sebagai rumpun ilmu. Salah satu penyebabnya
adalah sebuah tayangan di televisi. Lama teringat sebelum berkesempatan membuat
catatan ini, menonton National
Geographic sewaktu SMP dahulu. Dulu, National Geographic bergabung
dengan Global TV karena posisinya Global TV masih merupakan stasiun televisi
baru dan pamor satasiun televisi luar negeri belum dapat masuk seleluasa sekarang. Sehingga
bergabung dengan National Geographic untuk awalnya.
Jadi, tema penelitian
hari itu adalah Six Degree. Six Degree adalah
teori yang dikembangkan oleh ilmuwan Amerika yang meneliti hipotesis bahwa
setiap orang di suatu negara dapat dihubungkan (dikoneksikan) dengan enam
lintasan. Maksud lintasan di sini adalah bahwa orang yang tidak kenal sama
sekali, dengan latar belakang yang sama sekali jauh berbeda dapat memiliki
kemungkinan bertemu dengan perantara maksimal enam orang dalam lingkungannya.
Penelitian lapangan
yang paling mencolok adalah ada seorang wanita berambut pirang. Dia adalah
manajer eksekutif di sebuah perusahaan kosmetik ternama di Chicago. Dia dipilih
secara acak oleh peneliti demikian pula petinju kelas ringan di kawasan Bronx,
New York sebagai obyek pencariannya.
Si wanita dilarang
untuk berhubungan dengan lelaki itu dengan melihat internet, bertanya langsung
ke tempat karir si obyek, atau mencari di buku telepon. Dan tantangan
pembuktian hipotesis selesai dalam empat lintasan saja! Segera saja, pertama,
dia berhubungan dengan kawannya yang dia pikir memiliki koneksi dengan seorang
yang tinggal di kawasan New York. Kedua, dari sebelumnya, si kawan
menghubungkan dengan kawannya di kawasan Bronx. Ketiga, dari kawasan Bronx, dia
mencari salah satu pelatih tinju yang terkoneksi dengan kawan sebelumnya. Dan
dari sana, keempat, dia bertemu dengan objek yang dimaksud. Dan dari sana, si
wanita dan si obyek pencarian yang merupakan petinju kaget nan keheranan.
Mereka awalnya meragukan teori tersebut benar-benar dapat terjadi. Mereka tidak
percaya bisa terkoneksi dengan hanya melalui empat lintasan. Lalu, mereka
transfer kemampuan satu sama lain. Si wanita diajarkan tinju sekaligus berjalan
di kota yang belum pernah dia datangi sebelumnya. Sementara si petinju mendapat
nasihat bisnis dari si wanita guna memperbaiki taraf kehidupannya.
Masya Allah! Mudahnya
sebenarnya kita di dunia terkoneksi satu sama lain. Sebenarnya, kita hanya
perlu kenalan dengan kenalannya teman kita saja. Ini juga mematahkan
kalimat-kalimat sumir perihal kemustahilan pertemuan dua orang yang berbeda
latar belakang.
Di Lampung sendiri,
aku bertemu dengan banyak orang yang ternyata, cukup melalui dua-tiga lintasan
sudah kenal dengan sahabat. Salah satu orang terdekatku di kampus sekarang,
menjadi teman bisnis bareng, satu pembimbing akademik bareng, pembimbing
bareng, satu organisasi bareng, dan belajar bareng ternyata punya kemungkinan
kenal denganku sangat tinggi sebelumnya. Bagaimana tidak? Di sering mampir ke
sekolahku dulu ternyata. Adik kandung seorang kakak tingkat. Pernah lomba di
sekolahanku. Pernah ikut satu lomba yang sama denganku, pernah beberapa kali
datang ke seminar/pelatihan yang sama, bahkan. Hanya beda dia duduk di depan, aku
di belakang. Yap, tidak ada yang tidak mungkin masalah pertemuan.
Ada yang bilang
mustahil kita bisa kenal dengan si ini dan si itu. Itu terpatahkan. Bisa. Dasar
kitanya saja yang malas mencari tahu. Makanya ini membuktikan betapa
silaturahim itu penting. Dan jangan kaget jikalau ternyata bisa jadi orang di
samping kita bisa kenal dengan sahabat kita nun jauh di sana hanya lewat
beberapa orangsaja. Yang bahkan bisa jadi, saudara dekatnya. Yang perlu
diyakini adalah waktu pertemuannya telah ada yang mengatur.
Bandarlampung, 4
Februari2014
Komentar
Posting Komentar