Bergumul

Bergumul

Aku sedang bergumul dengan diriku sendiri. Jujur, banyak hal yang membuatku malu belakangan ini. Implikasinya, aku merasa harga diri tergores.

***

Aku melihat seseorang yang benar-benar rajin. Aku tahu bahwa para perempuan ini pastilah incaran para kaum Adam. Ditambah lagi dengan beberapa kawan yang menyatakan bahwa perempuan ideal itu adalah yang hafal Alquran, anggun, pendiam, dan kalau bisa dari fakultas kedokteran. Demikian pula sebaliknya. Kalau kawan-kawanku perempuan tidak jauh-jauh dari hafalan banyak, pengusaha, perlente, punya masa depan, dan lainnya. Agak sedikit “sesuatu” buat aku pribadi.

Aku sedari dulu menginginkan sesuatu yang sederhana: cukup yang penting beriman dan bertakwa kepada Allah. Artinya mengerti manhaj yang haq, aqidah yang shahih, dan seterusnya. Berimplikasi. Terkadang aku merasa apakah aku tidak terlalu miskin kriteria? Tapi sejujurnya apanya yang miskin sih, ya? Toh, jika memikirkan ribuan proyeksi takdir yang serba berputar, semuanya nisbi. Kenapa harus banyak kriteria?

***

Aku melihat perempuan-perempuan yang super sibuk. Sama sepertiku dahulu. Ada bisikan yang menyatakan, “Prim, kalau kemarin kamu teruskan, kamu akan seperti dia.” Tapi aku tahu bagaimana perempuan seharusnya. Perempuan harus banyak di rumah, tidak boleh keluar malam, dan ada pembatasan masalah berpergian. Aku tahu. Seyogyanya, aku harusnya bersyukur. Sebab, aku cermati bahwa senang keluar rumah sangat nafsu burukku sukai. Cukuplah itu buruk kalau dicintai nafsu. Aku seharusnya tidak takut dengan itu. Di dalam dua tahun ini Allah telah banyak memberikanku perlajaran. Membuatku banyak mencari kesana kemari tentang agama ini. Pencarian yang mana dalam masalah rezeki, rezeki iman adalah yang paling sulit didapatkan.
***
Aku malu mengungkapkan masalahku kepada orang lain; dari dahulu. Ada rasa tidak nyaman. Soal masalah, aku masih suka supaya orang lebih baik tahu diam-diam dibandingkan harus aku jelaskan secara langsung.

***
Sebagai manusia berharga diri tinggi, aku sulit membagi perasaanku yang utama.

***
Aku lebih menyukai sekiranya penyakit maag, demam, pusing, pilek, batuk, masuk angin, dan beberapa sedikit dibantu bakteri typus. Penyakit-penyakit yang menyebabkanku harus melata untuk sekadar membuka pintu kamar. Itu lebih baik dibandingkan rasa malasku untuk membaca buku. Rasanya seperti zombi. Hidup tapi mati.
***
Bandarlampung, 4-6-2014
Prima Helaubudi

Sengklek

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA