Kebodohan yang Menyelamatkan

Kebodohan yang Menyelamatkan

Aku sempat membaca beberapa artikel di mana para ulama ada yang menyatakan merasa bersyukur bahwa beliau tidak dapat ber-FB-an dengan lancar karena kebodohannya dalam menggunakan media sosial. Beliau bersyukur karena dengannya beliau dapat menjaga waktunya lebih bermanfaat.

Bercermin dari beliau, aku melihat diriku sendiri. Aku beruntung juga bodoh dan terlalu patuh. Sewaktu SD aku ingat sekali saat pelajaran TIK, selalu guruku menyatakan bahwa kami (para murid) dilarang membuka internet sebelum SMA. Dan tahukah kamu, aku benar-benar mematuhinya. Aku tidak membuka yang namanya internet sebelum SMA. Padahal aku tinggal di perkotaan yang lumayan cepat pengaruh dari perkembangan teknologinya.

Selanjutnya, aku bersyukur bodoh dalam meniru kata-kata kotor. Beberapa orang yang mengenalku dari dulu menganggap bahwa aku berada di lingkungan di mana semua orangnya bertutur kata dengan baik. Sebenarnya tidak. Ornag terdekatku pun itu gemar menggunakan kata-kata kasar. Jika ditanya apakah aku punya kosakata kasar di otak? Tentu aku punya. Tapi aku tidak menyukainya. Dan aku bersyukur Allah menjadikan diriku tidak menyukainya. Aku bahkan sering dibentak dengan kata-kata kasar oleh banyak orang. Dulu, sewaktu SD, aku tidak mengerti maksud kata-katanya. Lalu, aku secara diam-diam bertanya kepada guru Bahasa Indonesia tentang makna pernyataan itu. Beliau kaget dan berkata, “Itu kata-kata tidak baik, Prima. Jangan digunakan.”

Demikian seterusnya hingga setiap ada kata-kata aneh, aku juga kerap bertanya dengan kawan-kawanku. Kawan-kawanku pun kaget aku tidak tahu. Karena saking terkenalnya perkataan itu. Sampai sekarang, pun jika aku menggunakannya itu tidak sengaja dan karena kemarahan. Bodoh, dan aku bersyukur karena tidak biasa dengannya.

Aku juga bodoh dalam berbohong. Padahal dahulu, aku anak yang sangat pendiam. Pendiam itulah yang menyebabkan ekspresiku tidak terlihat. Berbeda dengan sekarang. Akan tetapi, dari dahulu aku sangat bodoh dalam berbohong. Setiap berbohong, aku pasti panik, mengeluarkan gerak yang menunjukkan bahwa aku berbohong, dan juga kalaupun berhasil, ujung-ujungnya aku mengaku. Aku terbiasa biasa saja. Tidak suka membohongi orang dan aku pun jadi seorang yang benci dibohongi.

Masalah pacaran juga demikian. Aku mendapati bahwa banyak kawan-kawanku saat SD sudah berpacaran. Aku sendiri bingung pacaran itu apa. Dan aku tetap dalam kebingungan itu sampai kelas 2 SMP setelah mengetahui makna pacaran dari kawanku.

Aku terbiasa dengan kehidupan yang rumit. Terbiasa dengan banyaknya air mata walaupun tidak separah manusia lainnya. aku terbiasa dengan lingkungan yang cukup keras. Aku sedikit banyaknya bodoh dengan kehidupan yang serba enak. Jadinya, aku agak bingung juga jika terlalu lapang kehidupan ini, adakah yang salah?

Kadang, karena kebodohan kita terhadap suatu perkara merupakan cara Allah menjaga diri kita. Contoh terhebat tentu bersumber dari Rasulullah yang ketika ingin ikut minum khamer dan juga ada para wanita di sebuah kedai, beliau dijaga Allah dengan tertidur. Iya, indah, bukan, cara Allah menjaga diriku ini? Kurang baik apa Allah itu?

Bandarlampung, 5-6-2014
Prima Helaubudi

Agak sedikit keterlaluan perasanya... Jadi nih air mata leleh kemana-mana... :’)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA