Melepaskan Buhul
Melepaskan Buhul
HENTIKAN SEMUA
INI!!! Itulah kalimat yang berguncang di hatiku saat
beberapa hari lalu aku menemukan banyak hal. Aku menasihati sebagian orang
dengan apa yang sedang aku usahakan.
“Masalah itu ada untuk dihadapi. Bukan dihindari.”
Aku punya beberapa masalah dengan
orang lain. Aku berkonsultasi dengan beberapa orang tentang bagaimana
penyelesaiannya. Mereka mengemukakan kepadaku bahwa ideku untuk menegur
langsung dan membongkar apa yang aku ketahui tentang mereka adalah tindakan
bodoh.
Masalahnya, aku merasa masalah
dengan mereka tidak selesai. Menggantung; mengawang. Meskipun posisiku
sebenarnya strategis. Aku tidak kenal orangnya. Dia tidak pernah mau bicara
langsung denganku. Sudah begitu, ditegur pun tidak seberapa menyahut. Pendiam pula.
Bukankah posisiku strategis untuk bersikap tidak kenapa-napa?
Akhirnya, aku datangi dan selesaikan
saja. Aku terganggu dengan fitnah tentangku yang dia dapati. Sementara tidak
ada yang benar dan dia pun juga tidak bermaksud apapun. Sekalian saja.
Dia mau kenalan dengan aku secara
tidak langsung dan kerap menyebut-nyebut diriku yang dia kenal dahulu. Terus? Buat
apa itu? Tadinya secara esktrim aku ingin menyatakan agar dia tanya diriku
langsung saja. Tapi aku sadar diri bahwa mungkin tipikal orang sepertiku
dianggap tidak menyenangkan. Aku akhirnya berbincang dengan dia.
Salah satu hal yang jadi pertimbanganku adalah dalil dari hadits dan
atsar bahwa kalau bisa, diri harus menyelamatkan orang lain dari fitnah walaupun
dari diri kita sendiri. Meskipun itu diam-diam. Itu dilakukan agar orang dan
diri kita selamat dari fitnah. Sama-sama selamat—jika mungkin dilakukan. Demikian.
Kadang, memang cara orang lain itu tidak sesuai
dengan diri sendiri. Aku memilih caraku sendiri. Bukan apa-apa. Aku hanya
merasa apa yang kawan-kawanku tawarkan bukan caraku dan tidak menyelesaikan
apapun. Banyak orang yang tahu bahwa aku
tidak suka basa-basi. Jadi aku pasti langsung bertemu muka.
Sejujurnya, aku—secara tidak sadar—menguji
diriku sendiri untuk melepaskan apa-apa yang menjadi masalah di dada. Belajar
melepaskan. Melepaskan itu bertalian erat dengan memaafkan. Benar saja, mungkin
keangkuhanku—jika benar ini keangkuhan—yang menjadi penyebab kesulitanku. Aku sulit
menangis setengah tahun ini.
Sedari lama, aku bertanya dari
sekian banyak dosa yang telah, sedang, dan belum kuselesaikan yang mana. Mana yang
paling berpengaruh. Mungkin semua serempak menjadi penyebab. Satu hal ini aku
lakukan, alhamdulillah, menyebabkan melelehlah air mata yang beku ini. Layaknya
gletser yang meruntuhkan bongkah es di tepian tebing Samudra Artik.
Berhentilah semua kisah telenovela yang tidak seberapa penting di
hidupku ini. Aku sungguh tidak punya waktu untuk kesepelean perasaan ini!
Bandarlampung, 3-6-2014
Pukul 23.59
Alhamdulillah...
Komentar
Posting Komentar