Senja di Musim Gugur

Sumber:Pinterest

Runtuh dedaunan berbicara lebih banyak dari satu wangi bunga yang direngkuh tangan berdua. Tangkai yang berserak dan suara yang mengarak merata memediasi himpunan asa dalam ingatan.

(Ada kenangan yang tak mau pergi: katanya)

Kamu hanya diam. Aku membayang. Sejumput garam pada luka menoreh peluh di tengah sayat angin yang mengiris. Bukankah saat memegang sebuah bunga mawar luka hanyalah kata? Kelopak suci berwarna gading, tak banyak menyuarakan cerita di musim gugur ini. Dedaunan yang engkau injak dan hamburlah yang menceritakan semua. Ada ceria yang tak pernah dilupakan. Ada semburat rona sisa-sisa musim panas. Tapi kini, senja mengetuk waktu,

"Tuan, sebiru apapun langit, takkan mengubah kenyataan bahwa ini telah musim gugur."

Lamunanmu buyar. Serupa asap rokok yang dibeli oleh tetangga perokokmu satu hari lalu. Saat engkau mengernyitkan hidung; mengambil pintu belakang dan mendesahkan napas berat yang tertahan.

Ada buku yang enggan disudahi. Tapi tak ada halaman lanjutan lagi. Akhir yang menggantung--di antara dua kutub musim.

Bandarlampung, 13 Oktober 2018
Prima Helaubudi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA