Benarkah Kamu Mengenalnya?
Benarkah kamu mengenal
sahabatmu? Well,
aku belakangan ini mendapatkan pengalaman tidak menyenangkan dengan seseorang
yang aku labeli sebagai seorang sahabat. Aku menghadapi kerugian yang lumayan. Kerugian
yang paling besar adalah: berkurangnya rasa percaya kepada orang lain (perihal
sesuatu yang dirugikan tersebut).
Akibat
hal itu, aku berkontemplasi ulang. Siapa sih dia ini? Kenapa aku labeli
sahabat? Kapan pertama kali aku mengenalnya? Semua pertanyaan 5W + 1H yang
berisikan what, where, when, why, who,
dan how aku buyarkan dalam kepala. Aku
menemukan sebuah kenyataan silly: aku
tidak benar-benar mengenal “sahabat”-ku satu ini.
Setelah
aku cermati, aku tidak benar-benar mengenalnya. Dia awalnya adalah kawan dari
sahabatku yang dengan welcome kami
masukan ke dalam jajaran sepermainan kami. Memang dia sempat satu sekolah
denganku. Akan tetapi, jujur aku hampir tidak ada kontak dengannya. Aku tahu
rumahnya namun tak pernah benar-benar berbicara dengan orang tuanya. Cerita-ceritanya
yang sebelumnya dia jabarkan tidak ada yang pernah benar-benar aku teliti
kebenarannya. Alhasil, aku tertipu.
Kejadian
menyebalkan ini mengingatkan diriku tentang beberapa rambu dalam melabeli
seseorang sebagai sahabat:
1. Teliti
Asal Usulnya
Asal
usul penting di sini. Memang sih, kita tidak harus meneliti biodata, media
sosial, dan aktivitasnya setiap saat. Penguntit itu namanya. Cukup dengan kita
ketahui nama, alamat, nama orang tua, berapa bersaudara, sekolah di mana. Hal ini
tentu tidak terlalu rumit untuk dilakukan terhadap orang yang kita tengarai
bisa dijadikan seorang sahabat. Tidak perlu dijadikan sahabat pun bisa
dikatakan ini hal pokok yang kita kerjakan saat bertemu orang baru. Bahkan untuk
sekadar kenalan biasa saja.
2. Teliti
Ceritanya
Semakin
lama kita bertemu, semakin lama pula kita akan bertukar cerita. Pada saat
bercerita, kita bisa cross check
ceritanya. Kita bisa melihat konsistensi daripada ceritanya. Apabila tidak
konsisten, ada indikasi ia adalah seorang pembohong. Aku pribadi membenci
seorang pembohong—walau mungkin aku sendiri pernah membohong. Pembohong—yang lihai—mungkin
bisa menyebarkan kebohongannya dengan cara menceritakan sesuatu yang konsisten.
Akan tetapi, aka nada kesan berkelit-kelit yang tidak wajar.
3. Tanyakan
Pada Orang Terdekatnya
Tiga
rambu selanjutnya bersumber dari salaful ummah agama Islam tercinta[1]:
“Dalam suatu riwayat mengenai Umar bin Khattab radhiallahu
‘anhu, “Umar bin Al-Khatthab radhiallahu ‘anhu ada seseorang yang
merekomendasikan temannya, beliau bertanya, “Apakah
engkau pernah melakukan safar bersamanya? Apakah engkau
telah bergaul dengannya?” jika jawabannya “Ya.” maka Umar pun menerimanya. Jika
jawabannya “Belum pernah”, maka Umar akan mengatakan, “Engkau belum
mengetahui hakikat senyatanya tentang orang itu.”[2]
Urusan
menjadikan seorang sahabat, jelas kita harus mengetahui bagaimana keaslian diri
orang tersebut tentunya. Kita bisa menanyakan pada orang terdekatnya saat
berkunjung ke rumahnya. Atau seminimal-minimalnya, kita bisa melihat interaksi
yang terjadi antara dia dengan orang rumahnya. Akhlak yang baik sangat penting
sebagai kriteria menjadikan sahabat. Sebab, seseorang itu bersama dengan yang
dicintainya[3]. Tidak
lupa pula, orang terdekat semisal istri, suami, kakak, adik, orang tua, dan
semisalnya biasanya jujur dalam menilai apa yang tidak biasa kita lihat di luar
sehari-hari.
4. Pergilah
Ke Tempat yang Jauh (Safar)
Bersamanya
Berpergian
jauh adalah salah satu rambu yang bisa menjadi suatu cermatan apakah seseorang
bisa dijadikan sahabat atau tidak. Sebab, dengan ber-safar, orang akan disuguhkan dengan berbagai kesulitan yang
dialami. Maklum bahwa ber-safar sendiri
adalah setengah dari adzab. Jelas iya mau tidak mau akan menunjukkan perangai
sesungguhnya dari seseorang. Mungkin saat masih di daerahnya orang begitu
menjaga gerak-geriknya. Tapi saat ber-safar?
Apalagi di tempat yang tidak ada yang mengenalnya dengan mudah orang bisa
berbuat sekehendak hati. Diterpa dengan kesulitan, akan terlihat pula mana
orang yang rela berkorban demi orang lain dan tidak. Mana orang yang rendah
hati berbagi dan yang tidak. Melakukan ini in
syaa Allaah akan menunjukkan mana yang memiliki kemuliaan hati untuk
dijadikan sahabat.
5. Bertalian
Masalah Uang dengan Dia
Uang;
harta adalah fitnah terbesar bagi umat Muhammad[4].
Bahkan aku memprediksi bahwa harta adalah masalah bagi sebagian besar orang.
Teori Hirarki Kebutuhan oleh Maslow[5] saja menunjukkan bahwa harta, masalah kebutuhan—apalagi kebutuhan yang primer—adalah motivasi terbanyak manusia. Tatkala berurusan dengan harta, orang akan menunjukkan sifat amanah atau tidak dirinya. Alangkah banyak manusia yang bisa amanah soal pekerjaan. Tapi saat memegang uang, ia kalap. Rambu ini juga jadi sebuah indikator apakah seseorang mampu menjaga hatinya dari hasad (iri dengki). Iri dengki perkara yang terkesan diremehkan sedangkan ini adalah perkara besar. Bagaimana jika hasad dengan sahabat sendiri? Kemungkinan untuk menikam dari belakang akan semakin besar. Padahal berusaha tidak berbuat buruk saja sudah susah. Apalagi disengaja dan memang jadi tabiat? Tentu jadi urusan jangka panjang.
Kembali
pada kasusku di atas, benar saja. Aku tidak cermat sedari awal. Being smart, sebelum terlambat—seperti aku.
Bandarlampung,
6/1/2018
Prima
Helaubudi
Komentator:
Esy Andriyani, Mita Rusmiati, Nisa Larasati, Ayu Khadijah, Julaikha Karen, dan
kawan-kawan.
Catatan kaki:
[1] Sumber: https://muslimafiyah.com/mau-tahu-akhlak-sebenarnya-seseorang-tanyalah-istrinya-dan-ajaklah-bersafar.html
[2] Syarh riyadhus shalilhin 3/77,
Darul Atsar, Koiro, cet. I dalam https://muslimafiyah.com/mau-tahu-akhlak-sebenarnya-seseorang-tanyalah-istrinya-dan-ajaklah-bersafar.html
[3] Hadits yang menerangkan adalah:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
مَتَى السَّاعَةُ قَالَ « وَمَا أَعْدَدْتَ لِلسَّاعَةِ ». قَالَ حُبَّ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ قَالَ « فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ ». قَالَ أَنَسٌ فَمَا
فَرِحْنَا بَعْدَ الإِسْلاَمِ فَرَحًا أَشَدَّ مِنْ قَوْلِ النَّبِىِّ -صلى الله
عليه وسلم- « فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ ». قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ
وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِأَعْمَالِهِمْ.
Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu bercerita: “Pernah seorang lelaki datang menenmui
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu dia bertanya: “Wahai
Rasulullah, kapan hari kiamat?”, beliau bersabda: “Apa yang kamu telah siapkan untuk hari
kiamat”, orang tersebut menjawab: “Kecintaan kepada Allah dan
Rasul-Nya”, beliau bersabda: “Sesungguhnya
kamu bersama yang engkau cintai”, Anas berkata: “Kami tidak pernah gembira setelah masuk
Islam lebih gembira disebabkan sabda nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
“Sesungguhnya kamu bersama yang engkau cintai, maka aku mencintai Allah,
Rasul-Nya, Abu Bakar dan Umar, dan berharap aku bersama mereka meskipun aku
tidak beramal seperti amalan mereka.” HR. Muslim.
[4] Diriwayatkan dari Ka’ab bin ‘Iyadh Radhiyallahu anhu,
dia mengatakan, “Aku pernah mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَإِنَّ فِتْنَةَ
أُمَّتِي الْمَالُ
Sesungguhnya masing-masing umat itu ada fitnahnya dan
fitnah bagi umatku adalah harta [HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibni Hibbân dalam
shahihnya]
[5] Materi wajib Manajemen Sumber
Daya Manusia, bagian Motivasi dan Kepuasan Kerja
Siiip alhamdulillah udah bisa dikomen.
BalasHapusOke Masya Allah... artikel ini aku sederhanakan dengan kalimat ini ya: "Bersahabat juga harus realistis bukan sekadar romantis."
Untuk poating yang ini prima kelihatan lebih rapi dan runtut menyusun ide pokoknya.
Dua post yang kemarin bagus tapi gg lebih rapi dari yang satu ini.
Well done buu...
Haha.. Ini kan belajar dari seseorang, yaitu kamu.. Kan kamu pernah bantuin aku nyusun alur berpikir dalam menulis skripsi.. Dan aku coba untuk jadi lebih runtut dalam berpikir. Hahaha.. Aku masih inget kamu bilang, "oalah ini bocah. Spontan banget mikirnya. Ke mana-mana jadinya ini tulisan.. " XD
Hapusiya tah hahaha, gg inget aku
Hapustapi taste sastra kamu aku akui kece punya hehehe
TheDancingRain. com
Maa syaa Allaah... Laa hawla wa laa quwwata ilaa billaah.. Mau dilempar pasir ini anak.. Wkwkwk.. Masih belajarlah.. Emak2 nyastra ye..
Hapus