Melipat Jarak, Ruang, dan Waktu dengan Membaca
“Bacalah dengan
menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.”
(Q.S. Al-‘Alaq:
1)
M
|
embaca
adalah jendela dunia. Pepatah lama yang sudah sangat
familiar bagi kita sehari-hari. Berbagai kiat banyak sekali diberikan untuk
menjadi seorang pembaca sejati. Mulai dari memilih bacaan yang disukai terlebih
dahulu, jumlah halaman yang sedikit namun konsisten lalu ditambah seiring
waktu, memiliki waktu khusus membaca, hingga mulai merambah kepada jenis dan
jumlah bacaan serta waktu khusus membaca yang ditambahkan. Akan tetapi, kiat
tidak cukup tanpa adanya motivasi dalam diri sendiri untuk menjadi seorang
pribadi yang gemar membaca.
Sumber: https://www.pinterest.com/pin/295056213064544629/
Seseorang
yang gemar membaca dapat menjadi seorang yang bijaksana—berpemikiran dewasa--sebelum
waktunya dengan cara yang unik. Keunikan dari seorang yang didewasakan dengan
membaca adalah, mereka dewasa dengan komprehensif. Kekomprehensifan inilah yang
tidak didapatkan dalam cara belajar yang lain tanpa melibatkan aktivitas
membaca. Selain itu, seorang yang gemar membaca biasanya menjadi pribadi yang
lebih sabar. Kesabaran ini terlatih dari setiap waktu yang pembaca gunakan untuk
mendapatkan konklusi daripada apa yang dibacanya. Meskipun sebagian orang ada
yang membaca akhir cerita terlebih dahulu sebelum membaca atau membaca hanya
berdasarkan sampul buku yang menarik, akan tetapi, tidak dipungkiri, kegiatan
selanjutnya adalah membaca kata per kata dengan sabar.
Sumber: https://www.pinterest.com/pin/295056213064544629/
Seorang
yang gemar membaca juga biasanya terlatih dengan diksi-diksi serta beragam
kosakata yang lebih kaya dibandingkan dengan orang yang tidak (terlalu) suka
membaca. Aku sendiri sering memperhatikan sesekali acara debat dan juga ceramah
di televisi. Pembicara yang memiliki intensitas membaca yang baik, memiliki
beragam diksi dan kosakata yang menarik. Meski, tentu ada perbedaan antara
diksi-diksi dan keberagaman kosakata dari setiap bidang ilmu. Tidak hanya diksi
dan kosakata, runtutan berpikir seseorang yang gemar membaca biasanya lebih
dalam. Hal ini dikarenakan seseorang yang gemar membaca—terutama untuk kisah
dan plot-plot rumit—diharuskan untuk paham dengan baik. Apalagi kepahaman yang
diharuskan berkenaan dengan salah satu kata tanya yang rumit, yaitu: kenapa (why). Masih soal gemar membaca, seorang
yang gemar membaca teredukasi dengan baik oleh bacaannya, sehingga, meski
seseorang melapisi ucapannya dengan kefasihan bicara semata, seorang yang gemar
membaca akan dengan mudah melihat kejanggalan pemikirannya. Tentu saja hal ini
masih dapat dikatakan berhubungan dengan manfaat gemar membaca sebelumnya,
yaitu: memperbaiki alur berpikir.
Secara
subyektif, seorang yang gemar membaca dapat membaca dengan baik gaya dari
setiap penulis yang karyanya ia baca. Seorang yang gemar sastra akan bisa
membedakan ciri penulis Sapardi Djoko Damono dengan Chairil Anwar, misalnya. Seorang
yang menyukai buku agama juga bisa membedakan mana tulisan Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah dengan Ibnu Jauzy. Sama-sama bertuliskan “Jauzy”, sama-sama
bertemakan penyucian jiwa (tazkiyatun
nufus), akan tetapi, cara penulisan sangat jauh berbeda atmosfernya. Secara
tidak langsung pula, seorang yang gemar membaca dapat melihat latar belakang
peristiwa yang merupakan salah satu unsur intrinsik tulisan yang tidak
terlihat. Bagaimana bedanya puisi-puisi karya WS. Rendra yang ditulis karena
dasar gejolak daripada pemerintahan yang berkuasa saat itu. Tulisan Rendra
jelas berbeda dengan tulisan Aan Mansyur yang lebih berkonsep puisi “hari ini”
alias kekinian. Contoh lain, kita dapat melihat tulisan Tablis Iblis karya Ibnu
Jauzy yang banyak menyinggung sufisme. Ternyata, itu disebabkan sufisme mulai
lahir pada zamannya. Tentu berbeda dengan masa-masa lain. Lain masa, lain pula
apa yang disinggung penulis dalam tulisannya. Lain masa, lain pula teori yang
digunakan. Sebab setiap masa, teori baru hadir dan berkembang. Ini mendidik
seorang pembaca untuk cermat dan pintar dalam menilai serta bertindak dalam
satu situasi dengan situasi lainnya. Tidak menjadi seseorang yang asal bunyi (asbun) saja dalam bertindak. Berpemikiran
saja, sudah butuh untuk memiliki dasar.
Pada
akhirnya, satu kalimat ringkas untuk menunjukkan keunikan dalam membaca itu
sendiri adalah: seorang pembaca dapat melipat jarak, ruang, dan waktu. Meskipun
tidak sekuat orang-orang yang memang berjuang pada jarak, ruang, dan waktu
tertentu, seorang pembaca dapat memiliki pengalaman menjadi seseorang sebelum
ia “menjadi”—menjadi di posisi orang tersebut baik secara keilmuan ataupun
pengalaman. Alhasil, kesalahan yang dilakukan saat berada di situasi yang sama
diharapkan memiliki kemungkinan yang lebih kecil.
Sayangnya,
dengan segudang manfaat dari kegemaran membaca ini, belum menjadikan banyak
orang gemar membaca, terkhusus Indonesia sendiri, masih berada di urutan bawah.
Padahal, Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia kian banyak. SDM ini akan sangat
berkualitas jika ditempa dengan kebiasaan belajar yang baik, salah satunya
membaca. Berikut kutipan yang bisa kita lihat:
JAKARTA, KOMPAS.com – Kondisi minat baca bangsa Indonesia memang cukup
memprihatinkan. Berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World"
yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu,
Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat
membaca.
Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas
Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung
membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.
"Penilaian berdasarkan komponen infrastruktur
Indonesia ada di urutan 34 di atas Jerman, Portugal, Selandia Baru dan Korea
Selatan," papar mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan,
Sabtu (27/8/2016), di acara final Gramedia Reading Community Competition 2016
di Perpustakaan Nasional, Salemba, Jakarta.
Malas,
termasuk malas membaca adalah musuh dalam selimut untuk kebebasan berpikir
seseorang. Mari kita perangi!
Sumber:
edukasi. Kompas.com
Bandarlampung,
31/12/2017
Prima
Helaubudi
Tugas
menulis yang kiat terlambat. Mohon dimaafkan, ya.
Esy
Andriyani, Mita Rusmiati, Mbak Jule, Agnes “Moo”, Ayu Khodijah, Anya, dan
kawan-kawan.