Pandanganku (Dahulu) Tentang Kaum Laki-laki #1
Sesungguhnya, aku
merasa masih bermimpi bahwa kini aku telah menikah. Menjalani hari—dan dramatisnya
sisa hidup—bersama seorang yang kini tinggal satu rumah denganku. Beberapa orang
yang mengetahui bagaimana pemikiranku tentang kaum Adam dahulu sangat terkaget
dengan menikahnya diriku 1,5 tahunan lalu.
Mereka sangat
mengetahui bahwa aku melihat kaum Adam serupa dengan serigala berbulu domba. Mendekati
kawanan domba dengan lembut dan santun. Lalu, hap! Mereka menelan domba-domba
tanpa ampun. Seperti apa yang aku sering katakan, seseorang melihat sesuatu
dari perspektif tertentu dikarenakan latar belakang yang membentuknya. Itupun
berlaku untukku.
***
Adalah
seorang gadis kecil yang melihat banyak adegan kekerasan bahkan sebelum ia
mengenal apa itu kasih sayang. Tak mengerti kenapa air mata terurai melihat
yang lain berderai air mata. Itu disebut simpati. Lalu berubah jadi empati. Bukan,
ataupun iya, itu adalah bentuk kasih sayang. Sayangnya, semua perilaku
kekerasan yang gadis kecil itu lihat, semuanya adalah laki-laki. Pikirannya pun
berstigma bahwa laki-laki adalah kaum yang haus darah. Mereka menyenangi
adegan-adegan sadis dan kekerasan. Diapun menjadi sangat menjadi benci dengan
laki-laki.
Seharusnya laki-laki
mengayomi perempuan, bukan begitu?
Itu
yang ia katakan dalam hati berkali-kali. Tanpa sadar ia masih berharap
menemukan laki-laki yang bersikap mengayomi. Tapi melihat semuanya, ia menutup
pintu hatinya rapat-rapat. Diapun mengambil suatu kesimpulan yang salah—yang dapat
dimaklumi kala usianya masih amat muda itu—bahwa untuk mendapatkan seorang
laki-laki yang mengayomi perempuan, mereka harus mengerti benar bagaimana
memerlakukan perempuan dengan hormat sebagaimana mereka bergantung hidup pada
rahimnya kala di kandungan.
Berbalik
berlaku sadis dan keras—tanpa kekerasan—adalah tindakan yang ia pilih. Penyesatan
berpikir menjadi racun yang diberikannya kepada kaum laki-laki. Apakah kalian
tahan dengan racun-racun ini? Oh, ini seperti berada di dunia hewan.
Bandarlampung,
28-12-2016
Prima
Helaubudi
bersambung…
Komentar
Posting Komentar