Membenah Lagi

Waktu terus berjalan, namun tak pelak selalu menjadikanku sebagai mediator. Ini hobi atau bakat? Aku tak pula mengerti. Hanya saja ada keasyikkan sendiri mendengarkan. Menambah pengalaman dan akselerasi pendewasaan. Begitulah kira-kira.

Dewasa. Sebuah kata yang definisi umur, waktu, dan tempat yang tidak dapat terdefinisikan buatku pribadi. Ada yang mengatakan, umur yang bertambah menambah pula kedewasaan. Nyatanya: tidak selalu demikian. Terkadang umur bertambah yang ada hanya bertambah kecongkakan saja dengan mendompleng kata 'tua'. Ada yang mengatakan waktu yang lama akan menambah kedewasaan. Nyatanya: tidak selalu demikian. Terkadang hanya ada bertambah kesia-siaan saja dengan mendompleng kata 'dedikasi'. Ada yang mengatakan bahwa kedewasaan akan datang dengan bertambahnya tempat yang disambangi. Nyatanya: tidak selalu demikian. Terkadang banyak tempat yang didatangi justru jadi koleksi 'jalan-jalan' saja.

Perubahan. Di mana ia pasti terjadi?

Kedewasaan bukan untuk orang keras kepala yang selalu pasang badan dan menyatakan betapa benar pendapatnya. Dewasa adalah saat seseorang bisa mengendalikan kekeraskepalaannya tersebut dengan bumbu-bumbu penerimaan yang baik. Tidak semua yang kita mau terjadi, bukan? Dewasa bukan tempat orang yang bicara paling lantang. Tapi tempat orang mendengar paling tulus. Sudahkah demikian?

Kesannya sok tahu (dan memang sok tahu). Pengalaman terus berjalan dan sejauh ini aku temukan ini dalam proses pembelajaranku. Dewasalah saat kamu berbuat kesalahan dengan menyatakan: akulah yang salah. Alih-alih mementahkannya pada keadaan atau orang lain. Salah diri sendirilah. Pun jika memang orang lain penyebabnya, itu tanda betapa lemah dirimu dalam mengendalikan diri. Salahkan diri sendiri. Telan pil pahit itu. Inginkah kamu sembuh?

Kebanyakan orang ingin dilihat tegar, kuat, dan tangguh. Hai manusia! Berhentilah berpura-pura! Manusia termulia di dunia saja berani menangis di hadapan sahabatnya karena kehilangan anaknya. Dia bisa rida dengan ketentuan yang ada sekaligus mencurahkan kasih sayang yang dianugrahkan kepadanya. Lalu, kita siapa sih 'berpura-pura'? Sudahlah. Nanti letih. Nanti langkah akan terseok. Nanti tulus itu hilang.

Benahi diri lagi.

Ada banyak ujian yang sebenarnya, ya, itu-itu saja. Diulang, diremedial lagi. Sayangnya kita terlalu asyik tenggelam dalam asumsi bahwa kita lulus. Padahal, kita bukannya lulus. Tapi hanya diberi beberapa jeda untuk menapak tilas kembali, belajar kembali, merenung, berfikir dengan akal yang sehat. Sampai waktu yang entah kapan ditentukan--diuji kembali. Kita tak sadar hanya jalan di tempat. Lalu, jatuh di lubang yang sama. Bukan salah lubang yang berada di situ. Tapi kenapa matamu bisa tak awas?

Perjalanan begitu jauh. Apa yang hendak dicapai begitu tinggi. Harganya begitu mahal. Sementara hari kemarin telah sirna, esok belum tentu ada. Apa yang sisa? Jawabnya: S-E-K-A-R-A-N-G. Sekarang. Tak ada besok dan nanti-nanti. Berhenti berangan-angan terlalu jauh. Apa yang di depan mata belum selesai kok. Lalu, apa yang menyebabkanmu melangkah terus? Kamu berjalan dengan kekuatan tak utuh? Buat apa menghadapi musuh baru kalau kekuatan belum pulih dan syarat bisa menang tak terpenuhi. Jangan mati konyol!

Berhenti menoleh ke kiri dan ke kanan. Orang sekitarmu akan pergi, bukan? Kauakan sendiri. Terdiam dalam sepi. Cinta kasihmu pada mereka pada akhirnya tinggal kenangan. Jadi kenangan! Hanya kenangan dengan pertanggungjawaban. Bukan jadi tujuan. Mereka pergi. Lalu sedih. Lalu apa? Jangan bunuh diri dengan menjadikan orang sekitarmu sebagai tumpuan. Hidup mereka sendiri mereka tak sanggup atur. Apalagi hidupmu? Diri mereka sendiri tak dapat mereka kendalikan. Lalu, kamu berharap mereka bisa tahu semua yang benar-benar harus kamu lakukan?

Hiduplah biasa saja. Seorang menyatakan padaku bahwa orang yang melawan arua takdir akan terkalahkan. Jangan dilawan. Ikut saja. Sesuaikan dirimu dengannya. Tak perlu pusing dengan pilihanmu. Pun semua pilihan telah kausambangi, hanya satu jalan yang kaulalui. Berusahalah sesanggupmu. Tapi takdirmu sudah begitu.

Benahi diri. Benahi hati. Teruslah bertambah dewasa. Layaknya beringin yang kian tua kian teduh. Tak kaulihat lagi kekerdilan masalah mengahalanginya untuk tumbuh. Menjulang ribuan tahun. Simpan keluhmu baik-baik. Rawat rasa dan asamu baik-baik.

Bandarlampung, 18-3-2016
Prima Helaubudi
Behentilah jatuh dalam hal sepele dan memikirkan hal sepele. Waktu di dunia terlalu sempit untuk itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA