Memoar Singkat Musim Hujan



Bulan Januari datang dan menancapkan sangkurnya pada selimut, bantal, dan kasurku. Seolah-olah masuk ke ruang hati yang paling rahasia. Itu benar adanya! Penghujan datang dan kemarau hilang. Silih berganti di antara ketetapan yang telah pasti. Tidak ada aku ataupun kamu yang bisa menepis pola ini. Kita hanya berjalan dalam rima waktu. Pada suatu titik, kita berpotongan. Pada titik lain, kita berpisah. Tidak ada duka yang menetap pasti. Tidak ada suka yang juga menetap pasti. Hanya saja aku dan kamu tetap merasa jerih, seolah ini perpisahan yang pertama. Jiwa kita hampir kering karena menginginkan pertemuan. Pada pertemuan dan perpisahan ke berapa kita akan terbiasa? Kegelapan tetap dengan kegelapannya. Hembusan angin tetap dengan hembusannya. Demikian ketika lontaran pertanyaan ini kumunculkan. Tidak ada perubahan yang terlihat. Semua geming. Semua hening. Tak ada yang tahu dengan pasti. Aku, kamu, kita, mereka, dan kami pun berlalu. Hari-hari pasif pada raga yang aktif. Membuat memoar singkat musim hujan. Saat ini ragaku membeku penuh persembahan pada musim yang menyeret waktu dengan terkatung-katung. Kantung mataku hingga tak lagi dapat terbentuk menyesapi malam dan menjelajahi susurannya ditemani beberapa gelas kenangan pahit dan gula drama. Jangan melambai pergi dariku. Jiwa yang memiliki kesamaan akan bertaut, bukan? Meskipun pertautan ini entah sampai kapan. Kuharap… kita bersyukur.

Bandarlampung, 4-1-2015
Prima Helaubudi
#random_only

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA