MEMORI YANG TERPAKSA DIHILANGKAN (Sebuah Resensi)
MEMORI
YANG TERPAKSA DIHILANGKAN
Judul : Khokkiri
Penulis : Lia Indra Andriana
Tebal : 308 hlm; 20 cm
Cetakan : 1, Juli 2011
Penerbit : Haru
“Oppa,
aku seekor gajah ‘kan? Gajah selalu ingat... Aku ingat, Oppa. Tapi sekarang aku
punya sayap, jadi... kumohon... sekaranglah saatnya. Inilah saatnya Oppa
melepaskanku.”
Kalimat di atas
merupakan kalimat dalam akhir cerita dalam novel Khokkiri ini. Terdengar asing
memang dengan kata ‘khokkiri’. Keasingan ini memang selayaknya dirasakan oleh pembaca
saat pertama kali melihat sampul novel ini yang didominasi oleh warna hitam dan
putih. Namun, bukan berarti hanya kedua warna itu. Warna-warna lain juga
digambarkan di sampul dalam berbentuk animasi. Sampul novel ini jadi terkesan
sangat kuat.
Kekuatan tidak hanya sampai di sana. Di
dalam novel karya Lia Indra Andriana ini juga disebutkan beberapa nama tokoh
dengan kekuatannya masing-masing. Sebut saja Becca, Andriel Jo, Richard, Della,
TOP, dan Lucie. Alur ceritanya begitu segar sehingga dapat membuat para pembaca
dijamin teraduk-aduk dalam emosi yang disuguhkan di setiap bab. Bukan hanya
itu, namun penulis juga menjanjikan beragam kehidupan dan antarkoneksi pada
setiap hidup tokohnya.
Novel yang selalu memasukkan unsur Korea
dalam setiap bahasan dan benang merah cerita seolah menawarkan ‘soju’ yang
memabukkan pembaca.
Cerita menggunakan sudut pandang orang
ketiga ini menunjukkan ekspresi para tokoh. Para tokoh utama di sini adalah
para perempuan. Baik Becca, Della, dan juga Lucie.
Cerita dimulai ketika Becca dan Della
menemukan sosok pria idaman dalam hidup mereka dengan cara masing-masing. Dan
dengan cara yang unik, mereka dapat menyatu dengan sebuah misteri yang menunggu
di belakangnya.
Becca mendapatkan seorang kekasih
berkebangsaan Korea. Kekasih yang juga adalah atasan, fotografer, dan penggemar
blog yang dia tulis secara diam-diam. Karakter Becca yang pendiam ditambah si
atasan, Andriel Jo yang pemalu, menyebabkan betapa menggemaskannya kisah
percintaan mereka. Kisah mereka dibumbui dengan situasi-situasi canggung hingga
akhirnya situasi pulalah yang menjadikan mereka saling memahami.
Sementara Della adalah seorang penerjemah
yang sering hadir di seminar-seminar besar dengan segenap rasa percaya diri.
Entah mengapa dia bertemu dengan Richard dan mempercayainya. Segera, dia pergi
ke negeri ginseng untuk menjadi penerjemah si dokter gigi forensik itu. Hingga
akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih kemudian bertunangan.
Pembaca akan terkejut bahwa kedua kisah
bahagia ini memiliki konsekuensi yang kelam. Permasalahan mulai muncul saat
Della menghilang dan bertemu dengan orang tua tunangannya. Ternyata wanita
karir yang sukses ini memiliki sebuah rahasia kelam di masa lalunya. Dan tak
seorang pun termasuk Richard, kekasihnya, tahu. Dia didiagnosa sleepwalking saat
masih duduk di bangku kuliah. Richard yang putus asa mengejar Della hingga
bolak-balik menuju Korea, tempat dahulu Della belajar.
Betapa terkejut Richard saat tahu bahwa
Della berada di pelukan Andriel Jo yang merupakan adik tirinya. Persaingan cinta
pun dimulai. Ternyata, kisah ini adalah kisah segitiga. Becca dan Della berada
dalam satu tubuh. Satu tubuh dengan banyak kepribadian.
Beragam sosok muncul dari dalam tubuh
berbobot empat puluh kilogram ini. Salah seorang di antaranya, Lucie, memegang
kartu truf tentang semua yang terjadi.
Cinta memang tak bisa ditebak. Bersamaan
dengan kehadiran cinta pulalah seseorang bisa menjadi sangat egois. Saat dalam
satu tubuh itu dua karakter inti menjadi satu, masing-masing menginginkan
kehidupannya. Kehidupan cintanya. Dan ketika harus memilih, sanggupkah mereka
menerima konsekuensi janji yang telah terikrar tidak dapat dipenuhi? Hilang
selamanya?
Tidak seperti kebanyakan novel
percintaan, awal dari novel ini ringan dan berisi. Pembaca akan dibuat melambung,
tapi kemudian terhempas karena kemasannya yang apik. Konflik dan klimaksnya
dijamin membuat pembaca tidak mau melewatkan sedetik pun detail dari
cerita-ceritanya.
Novel yang mengupas masalah kejiwaan
langka ini, patut diacungi jempol karena kesigapannya membuat tema yang berat
begitu asyik dilahap pembaca. Sayangnya, beberapa kaidah bacaan sempat luput
dari tangan dingin editor. Di samping itu pula, terkadang sudut pandang orang
ketiga kurang jelas dan konsisten. Kekurangjelasan dan inkonsistensi itu
menyebabkan terkadang pembaca hanyut kepada salah satu isi kepala tokoh. Tapi,
ketika berganti ke isi kepala tokoh lain, perpindahannya dirasa kurang pas.
Di tengah begitu banyak disiplin ilmu,
novel ini dengan cantik mengemas masalah kejiwaan atau psikiatri yang
notabenenya jarang menjadi topik bahasan.
Bandarlampung,
20 Juni 2013
Edit:
9-10-2014
Prima
Helaubudi
*ketemu
tulisan ini dan ngakak sekitar 15 menit karena kekerdilan tekniknya... izin
ngakak lagi... hahahaaa... :D
Komentar
Posting Komentar