Fragmen #21

Aku takjub dengan orang yang mampu mengenalkan diri dengan sedemikian rupa dan terikat dengan sedemikian cepat. Akan tetapi, ketakjuban itu juga memiliki ketimpangan. Sungguh disayangkan sikap ini disandingkan dengan sikap menciptakan paragraf mengarang bebas ketika ditanya masalah derajat pengenalan. Padahal seyogyanya belum mengetahui secara mendalam. Alhasil, persepsi yang dihasilkan bias. Ini tidak bijak dan tidak bajik.

***

Di antara benci, tidak suka, dan menganggu, hal ini menganggu--artinya, ini masih dapat ditoleransi. Beberapa di antara peraturan yang aku miliki adalah: hati-hati dengan mak comblang. Mak comblang bagus dalam derajat keseriusan. Tapi tidak dengan yang dimaksudkan tidak serius. Awalnya cuma gosip dan/atau perjodohan yang biasa saja. Lambat laun, ketika orang yang dicomblangi justru jatuh ke dalam jurang fitnah? Pastilah si mak comblang ini kabur. Pastilah si mak comblang ini kena andil soal kesalahan. Pikirkanlah hal ini sebelum menjajakan nama orang terdekat kepada orang lain karena kamu pasti sedang jadi mak comblang.

***

Dua diksi yang--hampir--serupa namun tak sama yang disandingkan itu ternyata memiliki rima yang sangat menarik--ah, aku lupa nama majasnya! *terinspirasi ulang dari sebuah baliho

***

Teoritisnya, kesuksesan dan kebahagiaan itu diri kita sendiri yang menentukan. Meskipun aku tidak seberapa sependapat di beberapa bagian penjabarannya, ini sulit bahkan untuk orang-orang paling pemberani.

Bandarlampung, 16-10-2014

Prima Helaubudi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA