Treatment Diri

Kita sama sekali tidak bisa mengandalkan orang lain sebagai menyembuh apa-apa yang ada di dalam hati kita. Mereka, the outsider, tidak lebih dan tidak kurang akan masuk ke dalam hidup kita jika kita biarkan mereka masuk. Dan buatku prbadi, aku menyengajakan banyak hal dalam diriku.

Bagiku, mereka cukup masuk sebegai pengintervensi. Itu pun kalau mereka sudi membangtu.

Kata seorang kawan, aku manipulatif. Kenapa dia menyebutkan demikian? Karena dalam banyak hal dia melihat bahwa banyak hal yang telah aku ubah dalam diriku dengan berbagai kekuranganku pribadi.

Aku sangat egois dan mempunyai ketinggin harga diri yang khas dari sukuku. Dan aku merasa tercederai saat harus menunggu sesuatu yang tidak pasti. Aku tipikal yang tidak bisa menunggu apa-apa yang bisa orang berikan kepadaku. Itu mencederai harga diriku sebenarnya. Bagian dalam jiwaku akan berteriak Kamu pikir kamu siapa? Aku memiliki kuasa atas diriku sendiri yang memang Allah berikan kepadaku. Kenapa harus menunggu orang? Kenapa harus menunggu sesuatu? Iya kalau datang? Kalau tidak? Bukankah aku bertaruh dengan hidupku sendiri? Dan aku tahu salah satu kelemahan utamaku adalah aku tidak secepat orang lain dan juga tidak selengkap orang lain dalam beberapa perangkat yang bagus. Jika orang lain diibaratkan dapat berlari, maka aku hanya sanggup merangkak. Seseorang dan/atau sesuatu yang hadir dalam kehidupanku hanya melecutku untuk bisa berlari walaupun sejenak. Jadi, bukan berarti aku harus duduk di tempat dan diam saja menunggu mereka hadir. Kapan aku sampai? Aku gelisah. Aku resah.

Terkadang, aku masih sangat egois. Dan aku memilih untuk menundukkan keegoisan itu menjadi suatu kelebihan. Aku tahu banyak kelemahanku dan kekuatanku walaupun informasi ini tidaklah sempurna. Aku harus dan mengharuskan diri dengan mereduksi segala kelemahanku dan mempertajam kekuatanku. Aku tahu dengan sekuat apa pun, akan ada hal-hal yang aku hanya maksimal sampai taraf cukup. Tapi tidak pernah bisa sangat baik. Dan melihat diriku ini, banyak sekali.

Lihat saja betapa tinggi surga itu. Berapa mahal harganya. Aku punya apa? Apa yang bisa kuhibahkan walaupun sedikit? Apa?

Pada awal aku mencoba mencari purwa rupa dari misi ke depan, aku sering melihat orang lain. Maaf bicara, sesak nafas aku jika harus mengikuti cara mereka. Ada hal-hal yang aku tidak sanggup.

Menelaah hal ini, aku memilih untuk bersikap egois dengan tidak lagi memperdulikan mereka. Meskipun kata orang-orang mereka diam-diam memperdulikanku. Aku tidak mau aku menjadi mereka. Aku mau caraku sendiri dengan kemungkinan gagal yang besar.

Aku juga tidak ingin mengulang suara-suara kedengkian yang dahulu lebih sering berhembus. Dan aku tahu ketika aku terlalu banyak berkaca kepada mereka, maka jiwaku akan rusak perlahan. Ada yang aku pasti tidak sanggupi. Maka, maaf, aku menjauhi mereka; menjadi bayangan.

Bandarlampung, 22 Desember 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA