Ritme kematian

Ritme kematian

I

bawalah lukamu berlari. ya, berlari.
menuju apa yang kaudamba. jangan kauabai dan biarkan ia menjadi gelap; atau kauterlalu intai sampai tak lagi melaju. ini hidup, sayang. akhir pencapaianmu menentukan. semua akan abadi; nanti.

II

Sayangku, apakah kita melihat kematian dengan cara yang berbeda? Setiap kulihat mereka menghela nafas satu per satu; begitu rintih. Setiap kulihat kematian silap tiap tahun; hatiku perih. Setiap dari mereka yang paling mempunyai pengaruh di keluarga kita, aku merinding pedih.

Aku terluka, Sayang. Aku membayang bertemu dengan-Nya dalam keadaan nista; menjijikkan. Tapi bagaimana bisa kamu hanya sedu sejenak lalu bersikap biasa kembali? Tahukah kamu, Sayang, itu membuatku terluka. Demikian pula dengan salat-salat yang kautinggalkan. Sementara itu adalah apa yang paling aku jaga.

Aku meringgis. Adakah kita begitu sama dan berbeda sekaligus. Hatiku berembun. Ya, berembun. Lalu menderas membentuk delta. Ah, air mata pendosa memang yang paling nikmat, bukan?

Bandarlampung, 7-11-2013
Tamongku...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA