Memperpanjang Bukan Memperpendek

Seperti biasa saat menjadi anak pertama terutama di keluarga besar, kamu akan selalu menjadi passing grade untuk sepupu-sepupumu yang lain. Celakanya lagi, juga disamakan sebagai penerus kebiasaan orang-orang tempo dulu. Demikian pula saya.

Kemarin selepas melayat meninggalnya nenek saya, seperti biasanya: Family Gathering. Salah satu ciri khas family gathering di keluargaku adalah yang paling mencemaskan dan paling "gagal" akan jadi sasaran. Dan saya, dalam kesempatan ini mendapatkan keberuntungan ini, setiap kali.

Saya ditanya rencana ke depan. Saya tidak menjelaskan keinginan saya untuk menuntut ilmu agama di suatu tempat. Cukup ibu saya yang tahu. Keluarga saya orang sekuler murni. Jadi jangan dan memang sulit diharapkan untuk bersetuju dengan saya. Saya bilang salah satu rencana saya yang lain untuk menjadi dosen. Sontak saja, dari sepupu hingga tante dan om saya meminta saya untuk berkuliah di luar negeri.

Tanggapan saya? Aih, demi apa? Ini lucu. Dulu ketika awal kelas XII SMA, saya pernah mau bertindak demikian. Mengikuti sesuatu untuk ke suatu negara. Namun, orang tua saya tidak setuju. Terutama karena biaya dan kenyataan bahwa saya perempuan. Dan, well, sekarang diperbolehkan. Tapi saya sudah paham bahaya tentang ke luar negeri.

Menyebalkannya, tante saya yang punya hubungan dengan dosen saya meminta mengawasi dan membantu saya. Keluarga saya memang ada beberapa--bahkan katanya banyak--yang punya pengaruh. Tapi saya tipikal yang sangat benci menggunakan hal tersebut. Saya sangat senang orang cukup tahu saya, sebagai Prima Helaubudi, bukan cucu mantan dosen hukum yang merintis fakultas hukum di Lampung, bukan sebagai keponakan dari dokter bla, dan lain-lain. Buat apa? Pamer? Saya sendiri benci dengan orang yang doyan pamer dan curang. Masa saya sendiri suka pamer dan curang? Tentu hal tersebut saya jauhi.

Sikap saya agak melunak hari ini. Saya mencari negara-negara yang sekiranya ramah dan tidak memusuhi Islam dengan tingkat pendidikan tinggi. Apa yang saya temukan? Tidak ada yang ramah terutama untuk saya yang jilbabnya agak sedikit lebih panjang dari kebanyakan. Mereka yang situasinya sama dengan saya mendapat diskriminasi yang tidak ringan. Oh, dear Allah. Tidak jadi sepertinya.

Saya juga bingung. Dengan siapa di sana? Dalam hukum Islam saya harus punya mahram. Saya punya mahram siapa? Adik saya belum baligh dan belum dapat terlalu diandalkan. Paman saya? Punya pekerjaan. Tidak mungkin diandalkan. Sisa mahram saya tinggal mereka.

Saya tercengang juga dengan isi beasiswa yang diberikan dosen saya itu. Jerman, Swedia kebanyakan. Saya jurusan ekonomi dan bisnis. Dan ketertarikan saya di SDM dan organisasi internasional. Sementara kedua negara tersebut bukan negara yang bagus untuk melanjutkan konsentrasi saya.

Lupakan sajalah. Ngapain? Tapi... Saya juga tidak pernah tahu ke depannya bagaimana. Jadi lebih baik saya sedang-sedang saja tidak sukanya. Saya tidak mau keluar negeri sana jilbab saya yang dapat saya katakan mudah untuk diimplementasikan--buat saya--justru jadi pendek. Saya ini ingin memperpanjang bukan memperpendek jilbab saya!

Bandarlampung, 23 November 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA