Kritis dan Krisis

Aku benar-benar sesak malam ini... Bukan hanya karena rasa lelah yang menggelayuti, ada hal lain memang... Aku sedemikian sedih... Hatiku memanggil dengan keras.. Tak tertahankan... Aku pikir dengan menolak tiga-empat amanah di kampus yang ditawarkan kepadaku, aku bisa lebih mudah mengomunikasikan diriku dengan Pemilik Alam Semesta.. Dengan mesra dan intim.. Dan insya Allah amal-amalku bisa terjaga sedikit banyak karena jeda waktu yang lumayan banyak dan limitasi pekerjaan yang juga tercukupi oleh raga... Pertama kalinya dalam hidupku aku bisa menolak pesona organisasi, pesona keilmuan dunia, dan pesona-pesona dunia lainnya yang itu sangat adiktif buatku... Tentu saja... Banyak yang bisa diargumenkan... Aku dan kamu berbeda... Dan tentu pemilihan kita juga berbeda... Aku jenuh dengan kekosongan yang ditawarkan.. Apa sih yang dicari? Rendahan! Aku sendiri pun tidak mau berjudi dengan amal-amalku yang tidak seberapa itu walaupun Allah yang mengukur keikhlasan itu... Namun, aku mau yang terbaik... Aku menjadi tidak perduli...

Tapi bukan dunia namanya kalau dia tidak bisa bersolek menggoda... Bukan setan namanya jika tak berhasil membuat khawatir melanda... Aku harus menghadapi hal-hal keduniaan lainnya yang sungguh... Jujur.. Lebih mudah bagiku menghadapi yang sebelumnya... Ah, ya Rabb... Aku ingin jauh dari kegersangan hati ini... Dan akhirnya hatiku menjerit dalam kritis... Dalam krisis imannya dengan segenap tenaga yang dimilikinya... Aku terhenyak... Dan tergopoh-gopoh bersegera mencari obat dosis tinggi yang kuat... Aku mengingat ayat 152 surat Al-Baqarah... Ingat Allah, Prima. Ingat Allah.. Sebagaimana pernyataan Ibnu Qayyim bahwa ciri-ciri seorang pecinta adalah ia selalu menyebut-nyebut yang dicintainya. Maka aku meneriakkan dengan lantang di hati nama Allah... Meskipun semua sedang merosot... Duh, ya Rabbi...

Manusia sekarang always menyamakan hijab dengan jilbab.. Padahal cakupan hijab sangat luas.. Bukan hanya jilbab... Akhlak juga. Dan aku merasa akhlakku yang sudah tidak keruanan itu semakin tidak keruanan.. Aku berlindung pada-Mu ya Rabbi...

Seorang ustadz pernah menyatakan bahwa ketika ibadah merosot, ada sebuah tanda bahwa kita tidak punya alasan lain untuk riya'. Sementara di literatur, aku menemukan pula pernyataan bahwa mungkin saja Allah menakdirkan diri malas karena tidak lagi menyukai ketaatanmu... Yang mana yang benar? Apakah keduanya benar pada kondisi tertentu? Apakah diperlukan keseimbangan atas pernyataan-pernyataan itu? Bisa jadi. Dan... Wallahu 'alam untuk semua itu... Yang akubtahu.. Kedua pernyataan itu menyakiti hatiku dalam kadar yang teramat tinggi... Allah jijik dengan kualitas ibadahku.. Padahal aku yang butuh pendekatan ke arah kesempurnaan kepada Allah... Payah!!!

Terima kasih ya Rabb.. Setidaknya hati ini menjerit kesakitan.. Tidak mati.. Tak kuasa kubayangkan apa yang pernah ulama katakan bahwa kematian hati jauh lebih berbahaya daripada kematian jasadi. Jasad yang mati hanya menjadi bangkai sementara ruh akan membumbung tinggi menemui Rabb.. Sementara jika hati yang mati... Maka kamu akan sengsara di duniamu yang menjadi kian sempit dan akhiratmu yang tak disediakan tempat kembali... Duh, mengerikannya...

Aku harus menyediakan waktu untuk berhenti bercampur baur... Aku harus memperbaiki ini...

Laa haula quwwata illaa billaah!!!

Bandarlampung, 21-11-2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA