Embun, Masa, dan Kepalsuan

Embun, Masa, dan Kepalsuan

I

Embun-embun telah rontok di kepalaku pagi ini. Sumsum ini beku terasa.

Sulbi yang terikat, dan hati yang tertambat di pucuk dermaga yang kini tersulap. Menjadi sebuah lantai nirwana.

Ini bukan sihir. Ini bukan cerita semata. Karena Tuhan telah mengutuknya hingga beku.

Semua agar kau tak perlu mengalir jauh dan memperbanyak embun-embun putih terserak.

Menimbunku dalam saraf-saraf bumi yang terbanjiri oleh bara.

Pelukanmu merikuhkanku dalam damai. Seperti pujian ibu pertiwi pada anak laki-lakinya. Atau seperti ranum kisah ibu saat mengantar anaknya lelap.

Inilah satu dari sebuah masa.

II

Air mataku meleleh.. Dan mereka berwarna biru. Serupa musim telah membekukan warna bening menjadi gigil. Sisanya hanya lebam. Dan kantung mataku kini kusam. Bagaikan terus arung dalam tepian malam. Dan kau masih terus datang, memegang jemariku, dan menawarkan minuman berlak kasturi yang kutahu itu palsu. Dan jentikan kenyataan mengaburkanmu pergi dalam hibernasi.

Bandarlampung, 16-6-2012
Prima Helaubudi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA