Sasar

Terkadang, aku bertanya-tanya. Apakah aku kesasar? Lalu kamu, dia, dan mereka sama-sama menaikturunkan bahu-bahu bidang. Seolah balik bertanya kepadaku. Cobalah. Aku ingin bertanya hakikat sasar padamu. Apakah seorang Tuan tega membiarkan budaknya kesasar? Bisa jadi. Apalagi jika budak itu tak tahu diri. Apakah aku tidak tahu diri? Lagi-lagi kamu, dia, dan mereka menaikturunkan bahu. Bagaimana ini? Bagaimana jika aku memang kesasar?

Kamu, dia, dan mereka. Kalian bagaimana? Telah tahukah kalian? Kesasar sendirikah aku? Lagi-lagi naik-turun bahu. Sejak kapan itu jadi babu ekspresi.

(maka burung-burung berkicau. telah jelas awang adalah langit dan pohon adalah rumah. awangku melebihi langit dan pohon terlalu bobrok untuk menjadi rumahku. aku hanya bisa memandang arah yang atas)

Bandarlampung, 27-10-2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA