Pengibaratan
Pengibaratan
“Jika kamu bersikap keras kepada dirimu, maka dunia akan bersikap lunak
kepadamu. Sebaliknya, jika kamu bersikap lunak kepada dirimu, maka dunia akan
bersikap keras kepadamu.”
“Perubahan dimulai dari saya.”
“Gagal merencanakan berarti merencanakan kegagalan.”
“Tidak ada yang pasti di dunia ini kecuali perubahan.”
“Orang yang mengatakan bahwa orang lain dan seluruh dunia berubah
sementara dia sendiri hanyalah satu-satunya yang tidak berubah adalah orang
yang paling egois.”
Sudahkah
kamu membaca pengibaratan ini? Aku banyak sekali membaca pengibaratan seperti
ini bahkan jikapun aku tidak mengerti. Seseorang pernah mengatakan kepadaku, “Baca
sajalah meskipun kamu tidak mengerti maksudnya. Adakalanya, kamu tidak mengerti
hal yang dimaksudkan sekarang, tapi mungkin di masa yang akan datang, kamu dengan
ajaib akan mengerti.”
Aku
mengerti pengibaratan ini sekarang. Padahal dahulu, aku selalu bertanya-tanya
maksud dari pernyataan-pernyataan ini apa. Sekarang? Setelah aku pikir, kini
pemahamanku sudah sedikit membaik, aku paham.
Aku
pernah membaca suatu artikel yang membawakan kisah tentang Imam Syafi’i. Ada
perbedaan ijtihad yang dibawakan Imam Syafi’I ketika belum baligh dan dewasa. Aku
juga membaca kisah Imam Malik yang juga mengubah pendapatnya di kemudian hari. Kenapa
mereka mengubah pendapatnya? Ilmu. Ilmu yang sampai pada mereka berubah seiring
waktu. Dan mereka menemukan hal-hal yang lebih shahih dibandingkan sebelumnya
sehingga mengubah pendapat dan pengambilan keputusan mereka.
Demikian
pula dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang diberikan wahyu dari
Allah ‘Azza Wa Jalla. Allah menurunkan pengetahuannya sedikit demi sedikit. Beliau
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga mengalami perubahan. Ada hadits yang dihapus,
kemudian diganti karena syariat yang baru hingga akhirnya syariat telah
sempurna dan tidak ada perubahan lagi.
Adakalanya,
sekarang kita membenci sesuatu, padahal itu baik (lihat Q.S. Al-Baqarah ayat
176). Bisa jadi hari ini kita membenci sesuatu, esok hari kita mencintai apa
yang sebelumnya kita benci. Makanya dalam al-hadits dinyatakan bahwa mencintai
maupun membenci itu sekadarnya saja. Dan aku pribadi masih kesulitan dalam hal
ini.
Perubahan
itu pasti. Tapi banyak kalanya, untuk aku pribadi aku tidak berubah cukup cepat
dengan apa yang terjadi di lingkunganku. Hal ini menyebabkan aku egois
menganggap aku tidak berubah. Apalagi ketika menghadapi orang-orang yang
berubah dengan drastis.
Ada
yang mengatakan bahwa perubahan dengan drastis itu tidak baik dan sebaiknya
dihindari. Tapi menurut teori para ahli
menyatakan bahwa mau atau tidak mau, perubahan secara drastis sering terjadi. Masalahnya
adalah sebagai seorang individu yang hatinya digerakkan untuk mendapatkan
taufik untuk perubahan drastis, individu tersebut kuat atau tidak. Karena seperti
dalam teori, ketika terjadi perubahan drastis, maka kestabilan akan terganggu
dengan drastis pula. Jika orang tersebut kuat, maka dia akan stabil dalam waktu
yang relative cepat. Pun sebaliknya.
Aku
sering menganggap—karena keegoisanku yang semena-mena dan kekeraskepalaanku—aku
tidak berubah sama sekali. Hal yang seharusnya dipikirkan seperti itu tidak
boleh. Dan aku belum dapat berubah masalah keegoisan satu ini sedari dulu. Hal yang
cukup berubah adalah aku mengarahkan diriku untuk egois dalam hal yang
berhubungan dengan agama saja—atau moralitas bagi sebagian orang—.
Kenapa?
Karena aku merasa selalu tertinggal. Dan aku butuh usaha tingkat langit untuk
menguatkan diri secepat-cepatnya, sesanggup-sanggupnya.
Aku melihat seorang akhwat mengenakan jilbab semata kaki? Aku sampai
mana?
Aku melihat seseorang suara membaca Al-Qur’an-nya begitu indah? Aku
bagaimana?
Aku melihat seseorang hafalannya luar bisaa? Aku bagaimana?
Aku melihat seseorang senyumannya indah? Aku bagaimana?
Aku
bagaimana. Itu yang aku tanyakan. Aku mempertanyakan, bagaimana bisa orang
sepertiku bisa menggapai ridha Allah kalau aku sebegitu payahnya? Orang selalu
selangkah di depan. Ada yang membuatku cemburu. Dan aku tidak dapat membiarkan
diriku hanya diam di tempat ini.
Salah
satu hal yang sangat menyebalkan adalah semua hanya berupa pengibaratan,
keinginan, harapan, tapi sulit sekali dilakukan dan dipurnakan. Padahal tahu
itu sulit. Tapi mengambil langkah awal berubah, kenapa harus menunggu momentum?
Orang sudah sampai mana? Sementara aku masih terus di sini. Tanpa perubahan
berarti.
Ada
yang mengatakan bahwa sadar adalah setengah dari taubat. Tapi aku, aku pribadi
menginginkan taubat yang nasuha bukan yang setengah-setengah. Jadi bagaimana
aku bisa tenang? Sementara banyak yang aku tertinggal.
Bandar
Lampung, 6-10-2013
Higher
Passing Grade for Myself.
Komentar
Posting Komentar