Kejangkau Sih

Udah pukul 23.10 berdasarkan jam dinding di kamarku yang kecepetan 15 menit saat mulai kutulis ini.

Aku merasa luar biasa ironi. Kata orang-orang, hadits, dan Al-Qur'an sih manusia selalu akan diuji Allah dari kelemahannya yang paling parah. Dan malem ini aku (lagi) sadar bahwa Allah seperti men-training-ku di kamp kehidupan. Masuk kuliah dengan jurusan yang seumur hidup gak pernah aku denger. Subhanallah. Masuknya pake PKAB pula. Kata dosenku yang jago statistik, di tempatku berkuliah bukan suatu kebetulan dan nyaris tidak ada kesalahan dalam penerimaan mahasiswa berdasarkan bakat. Mereka punya software khusus melihat kemampuan.

Jujur, gak tau apa yang buat aku pas sama manajemen. Bayangpun, rapi gak, terorganisir juga gak, dan ngerti ini jurusan juga gak. Berasa nyasar. Tapi pas denger gitu pasti ada suatu potensi--nulisinnya aja di sini berasa geli karena aku merasa kurang soal potensi--dalam diriku. Aku hanya perlu berguru dengan lebih rajin dan tepat.

Dan sekarang, sebagai mahasiswa tingkat akhir yang (agak) tua, aku pusing mikirin nih cinta baru, pacar baru. Kenalin, skripsi. Lho? Pacaran, mbak? Oh, tentu tidak. Hanya sebuah kalimat percampuran metafora-personifikasi itu. Haha.

Udah sebulan bergelut dengannya. Sakit juga udah. Rajin malah. Pengorbanan buat yang terkasih. Halah, makin gak jelas.

Ironinya, judulku sudah di-ACC. Tapi dosenku belum memperbolehkan buat bab satu sampe tiga. Kata beliau, punyaku udah standar tesis. Bukan skripsi. Padahal udah pake data sekunder. Kalo pake data primer, beuh, emang jadi grade disertasi.

Judulku berkenaan dengan strategi dan masalah perubahan. Tau gak, sih? Aku orang yang paling payah soal dua itu.

Strategi. Orang-orang di sekitarku bilang aku tidak punya strategi. Boro-boro riil, yang gak riil aja gak lulus. Terlalu gampang percaya juga kata mama. Wah, padahal buatku udah pul banget buat semua itu.

Perubahan. Aku terbilang egois. Aku merasa gak ada berubah-berubahnya--walaupun banyak yang bilang aku sangat signifikan berubahnya--. Banyak yang bilang aku manusia unik nan klasik yang gak kompatibel sama zaman sekarang. Mamaku aja bilang gitu. Cetar dah.

Dan sekarang skripsi yang sedang mati-matian kupertahankan adalah tentang dua hal kelemahanku. Ah, apa sih? Coba dah. Bertambah ironisnya, saking sukanya, aku gak bisa berpaling ke judul lain. Kata orang, "Cinta selalu sederhana. Kalo tidak sederhana bukan cinta namanya."

Iya. Sederhana adalah hal terumit. Karena kamu menafikkan akal sehatmu.

Aku benar-benar jatuh hati. Udah deh. Dilema? Iya. Antara aku idealis dan realistis.

Aku gemeter rasanya kalo inget pertanggungjawabanku di hadapan Allah. Ini skripsi tentang strategi dan perubahan lho, ya? Aku yang buat. Kalo aku gak ngejalanin dengan baik, kena deh Surat Ash-Shaff ayat dua dan tiga. Na'udzubillah. Brrr..

Kejangkaukah? Itu pertanyaanku. Pertanyaan besar kalo lagi jatuh hati. Haduh, minderannya. Semoga kejangkau. Jangan patah hati. Patah hati itu gak enak.

Alhasil, aku berasa balik ke masa-masa Pithecantrophus Erectus-ku. Dengerin murattal (sekarang), makan mie banyak-banyak, mulai rajin minum kopi, rajin galau di depan alat elektronik, dan sering nge-hang gak penting.

Hem, zaman... Zaman kapan terakhir aku galau berkelanjutan kayak gini? Ah, iya. Waktu kuliah semester dua. Wah, waktu telah berlalu. Lucunya diriku saat itu kalo diingat.

Doa sama Allah, ikhtiar, dan memasrahkan terus-menerus aku lakukan. Semoga diijabah. Dan semoga dalam hal ibadah yang vertikal aku bisa sesemangat ini.

Oke, kalimat terakhir pada paragraf atas itu pikiran lain. Cuma info.

Kejangkau sih.

Bandar Lampung, 11 Oktober 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA