Pasca KKN



Pasca KKN

Baiklah. Kali ini disela insomnia aku (lagi), aku akan bercerita tentang pasca-KKN yang seberapa banget itu.

Aku KKN di daerah Way Kanan. Salah satu yang paling jauh kecamatannya. Dan jalannya adalah yang subhanallaah paling sesuatu cetar membahana.

Aku sekelompok dengan delapan orang lainnya. Lima laki-laki dan empat perempuan, termasuk aku.

Sedikit flashback tiga bulan sebelum KKN, aku tidak yakin apakah sanggup mengambil KKN bulan Januari kemarin. Alasannya ada beberapa. Satu, finansial. Dan yang kedua, iman. Kenapa iman? Aku mendapatkan cerita banyak ikhwah yang imannya merosot tingkat langit sepulang dari KKN. Alhasil, aku berdoa tiada putus pada Rabb-ku, Allah.

Ya Allah... Bagaimana ini? KKN-kah? Uang dari mana?
Ya Allah... Bagaimana kalau di sana aku futur dan na’udzubillah tidak dapat menjaga hidayah dan taufiq yang Engkau berikan?
Ya Allah... Apakah aku sanggup istiqomah? Istiqomahkan aku...

Demikian beberapa untai doa (belum semua) yang aku ujarkan kepada-Nya. Aku mendapatkan cerita bahwa ada ikhwah yang tiba-tiba dengan alibi saling menjaga ruhiah, justru terjerembab dalam fitnah dan berakhir dengan pernikahan... dan tidak lagi tarbiyah. Aku sedih mendengarnya. Ada juga yang mendapatkan tempat yang tidak ada listrik. Ada yang kamar mandinya tidak baik untuk akhwat. Masalah boncengan dengan lain jenis dan juga penjagaan hati. Rerata kawan-kawan akhwat juga sering dekat dengan kawan-kawan lainnya.

Sebelum sebelum keberangkatan, aku mendapatkan kabar bahwa murobbiku saat itu akan pindah ke Kendari. Aku diminta merancang sebuah acara perpisahan yang ternyata tidak jadi dilaksanakan. Dan seorang lagi murobbiku memberikan taujih yang panjang mengenai KKN.

Murobbiku mengharapkan agar aku tidak sekelompok dengan ikhwan. Lebih baik dengan laki-laki biasa. Karena orang-orang yang sudah tarbiyah tidak lagi pantas tertarik dengan yang biasa. Sehingga, setan akan bermain dengan cara yang lebih halus. Dengan ketertarikan pada orang yang sekufu. Dan salah satu pertanyaan yang langsung membuatku sedikit salah tingkah, “Coba geh, kalo disuruh milih, kamu ingin menikah dengan ikhwan atau cowok biasa? Seharusnya ikhwan. Karena kita sudah tarbiyah. Karena kita tahu hukumnya memiliki imam yang paham untuk akhirat kita.”

Selain itu, beliau juga memintaku banyak berdoa dan menerima utuh takdir Allah aku ditempatkan di mana. “Apa yang Allah beri, itulah yang terbaik. Terimalah itu.” Dari pernyataan tersebut, aku berusaha menegarkan diri ketika ketahuan tempatku jauh sekali.

Tentunya, aku berdosa karena radius akhwat untuk berpergian hanya 81 km. Sementara Way Kanan lebih dari 100 km. Jelas saja, aku terkena hukum safar. Menurut syariat Islam, harusnya aku diantar oleh mahram. Ya tapi siapa? Adikku masih unyu-unyunya, paman-pamanku bukan ikhwah yang paham. Secara yang menjadi ikhwah baru aku di keluarga, insya Allah, dan semoga bertambah.

Alhasil, aku harus menerimanya.

Aku pergi dengan bawaan yang sangat minimalis buat ukuran seorang perempuan. Aku kadang bingung. Aku perempuan, bukan?

Di sana kami bersembilan mendapatkan rumah yang baru dibangun. But, jangan dipikir baru dibangun itu bagus. Baru dibangunnya ya benar-benar ‘baru dibangun’. Memang sudah bertembok. Namun belum diplester dan beralaskan tanah. Subhanallaah.

Berbanding terbalik dengan kawan-kawanku yang lain, termasuk yang mendapat daerah paling angker, Mesuji. Mereka mendaptkan rumah yang bagus bahkan ada pembantu. Wih, KKN apa liburan?

Aku bersyukur walaupun bagaimana. Kamar mandinya sesuai untuk standar akhwat. Satu lagi, kawan-kawan perempuanku salah duanya beragama Nasrani. Aku mengambil fikih yang tidak memperbolehkan membuka jilbab di luar perempuan-perempuan Islam. Alhasil, aku berpakaian komplit di sana. Tidur pun pakai kaus kaki.

Hal yang paling menyenangkan dari sana adalah mengajar di SD dan juga TPA. Aku tadinya sangat meragukan diriku mengajar. Soalnya, diriku adalah tipikal perempuan yang kalau belajar sangat menyukai keheningan. Secara, aku punya masalah dengan konsentrasi. Sehingga jika mengajari orang lain, aku sangat terganggu dengan suara bising. Namun ternyata, berbalik 180 derajat.

Salah banyak dari hal-hal menyebalkan memang selalu ada. Aku tidak tahan serumah dengan laki-laki non-mahram. Mana lagi, mereka suka hanya mengenakan celana pendek di rumah tersebut. Ditambah karena hanya dibatasi tirai tipis tanpa pintu, mereka sering membuka tirai seenaknya. Alhamdulillah, auratku diselamatkan Allah.

Kami biasa tidur jam 12 malam tanpa terkecuali (termasuk diriku yang jago insomnia). Dan sedikit cerita saat sakit aku tidur sekitar jam 20.30 WIB. Esok paginya, para laki-laki itu langsung menanyakan keadaanku. Memang kalau dari sudut pandang orang awam, itu tanda perhatian dan persahabatan. Namun bagiku, itu menganggu. Secara, kami diajarkan di organisasi keislaman dan saat tarbiyah untuk tidak bersinggungan dengan lain jenis.

Di kesempatan lain, saat sakit, kawan-kawan perempuan yang sangat cair dengan laki-lakinya rebutan selimut. Mereka (perempuan) menyeret dan menyembunyikan selimut para lelaki itu. Dan ditaruh di tasku saat aku tidur. Parahnya, para laki-laki itu masuk kamar ketika aku tertidur!

Aku tidak tahu apapun sampai dua hari kemudian mereka cerita dan aku terperanjat. Namun alhamdulillah, lagi-lagi, pada-Mu ya Rabbi, jangankan mendekati dan membuka tas yang aku letakkan tepat di samping pinggangku, pojok, mendekati wilayahku tidur pun mereka tidak berani. Syukurillah.

Yang terakhir paling menganggu, mereka (perempuan dan laki-laki kecuali seorang kawan perempuanku dan aku) gemar membuat lelucon vulgar. Berhubung aku tidak dibesarkan dengan hal-hal aneh begitu, aku sering bingung dan bertanya. Dengan santai mereka berkata, “Pokoknya jorok, Prim. Kamu yang otaknya masih bersih dan waras dari hal-hal beginian mending nggak usah tanya.”

Dari sana, aku tak pernah bertanya lagi.

Sepulang KKN, kami berbagi cerita. Dan ternyata, tempatku memang yang paling sedih dan benar-benar The Real KKN. Temanku yang di Mesuji saja tidak parah-parah amat. Apalagi yang di Pringsewu. Enak banget. Tidak perlu jauh-jauh, yang di Blambangan Umpu saja sudah terima beres, tidak bayar, dan sebagainya. Wow.

Masalah pekerjaan rumah tidak bermasalah buatku. Tapi kejadian-kejadian nggak genah dan juga jalan 2-15 km per harinya itu yang sesuatu banget. Mana tempatku warganya sangat tertutup.

Ada kawanku yang mengatakan, “Kayaknya dari sekian anak-anak, yang bener-bener KKN cuma kamu deh, Prim?”, “Memang semua sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah, ya, Prim? Kamu kan orangnya agak militer (seram dan galak) gimanaaa gitu. Jadi dapet tempatnya yang sesuai.”, “Ya ampun, ukh? Berat amat cobaannya? Kayaknya ana kalo jadi anti nggak sanggup deh.” Dan seabrek lainnya.

Pernyataan nomor dua sih yang paling jleb.

Banyak kenangan yang teringat pasca-KKN. Untungnya sunnah-sunnah muakaddah dan fardhu tidak lepas. Contohnya seperti boncengan pegangan tangan, cair dengan lawan jenis, dan kawan-kawan.

Lucunya, aku sampai dibilang pendiam di sana. Sekarang cobalah pikir, bagaimana aku mau pecicilan jika zina mata bertebaran, situasi cair, ruhiah terbatas, orang-orang yang mengingatkan tidak ada, dan juga ada kejadian banjir di rumah. Wow.

Tetapi, kawan-kawanku tidak kalah seru. Jika aku jadi anak gunung sampai menginap di tengah gunung yang suhunya lebih dingin dari Bogor dan Bandung itu, ada kawan-kawan yang punya pengalaman lebih seru di Tanggamus.

Intermezo, tadinya aku sangat ingin dapat di Tanggamus atau di Liwa. Sederhana, suka saja dengan image-nya yang indah dan menarik. Sayangnya Liwa tidak ada di KKN bulan Januari dan tidak diridhai Allah di Tanggamus.

Cerita seram juga tidak ketinggalan. Ada yang diganggu jin (termasuk kami di Way Kanan), kuda kepangan, dan lainnya.

Ada juga keadaannya yang cukup sulit, seperti kamar mandi di luar rumah, kamar mandi setengah badan, kamar mandi tengah kebun.

Menarik, bukan?

Setelah pulang dari KKN, aku sedikit banyak tertawa karena pendapat orang lain tentangku. Ada yang bilang aku jadi nggak galak, jadi manis. Ada yang bilang tambah hitam (pasti ini mah), ada yang bilang anggun (?), ada yang bilang jadi cewek banget, lembut, dan kawan-kawannya itu.

Aku berpikir tadinya itu hanya bercandaan saja. Akan tetapi, setelah dipikir, memang ada yang berubah.

Tidak menyangka 40 hari bisa mengubah seseorang Prima ini. Semoga perubahannya tambah baik deh. Aamiin.

The last is masalah pendadaran. Pendadaran KKN kelompok kami selesai dalam waktu satu hari dalam kurun waktu kurang dari empat jam. Sementara teman-temanku ada yang sampai seminggu, delapan jam, presentasi segala. Wow. Kata kawanku, aku sungguh dimudahkan Allah walaupun sebenarnya keadaanku paling tidak memungkinkan untuk istiqomah. Dan itu semua memang seuai menurut kawanku dengan kepribadian dan tingkat imunitas hati. Semoga itu benar.

Terima kasih ya Rabbi, telah memudahkan dan mengistiqomahkanku. Semoga terus terjaga hingga akhir hayat. Aamiin.


Bandar Lampung, 4 April 2013
Pukul 23.59 WIB
Menyadari bahwa istiqomah adalah nikmat-Mu yang luar biasa...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA