Jungkir Balik Anti Cinderella

Aku ingin semuanya baik-baik saja. Seperti lalu saat semuanya adalah tawa dan canda. Namun, aku tahu kau pasti akan menghujatkau karena sebuah ingin ini. Tak ada dan tak pernah ada manusia yang hanya berbumbu kemenangan dan kesenangan. Sementara membiarkan manusia lain terjerembab dalam kenestapaan. Tentu Allah akan adil membagi jalur cerita kita yang entah di mana muaranya.

Jungkir balik mungkin adalah kata yang tidak pantas disandangkan atau diucap insan yang masih dicoba dengan biasa-biasa saja. Tapi, berharap boleh, bukan? Selama ia masih merupakan kegiatan bebas.

Jalurnya semakin terjal dan aku tak lagi tahu harus apa dan mengapa. Dalam setiap tanya yang mengembang bagaikan mawar rekah di pertengahan bulan yang sejuk, aku hanya mengulum harap pada cuaca dan bintang yang sedang beredar. Menyelipkan disela-selanya doa kepada Allah Yang Maha Esa.

Aku akan bilang tidak suka dan tidak ingin. Namun seperti samudra atas awan, kita harus mendaki menuju puncak. Memperletih tubuh mencapai apa yang diingin.

Aku sudah cukup lelah dengan kompromimu di telingku yang selalu memaksa melihat mereka. Mereka yang diberikan keberlimpahan saat aku sedang belajar apa itu arti sebuah kata syukur dengan memandang dan menyejajarkan diri dengan mereka. Mereka yang lebih tidak beruntung.

Ketika penolakan itu aku sampaikan, sudah kuduga kau akan menghardik. Kau melebarkan target hidup yang membujur. Aku tidak perduli.

Aku tidak perduli. Bolehkah aku tidak perduli? Tak bisakah kau ajarkan saja aku bertahan dengan apa yang ada? Karena hanya ini yang ada. Aku tak sanggup menjadi seorang putri dalam semalam. Ini bukan sebuah kisah dongeng di mana seorang pembantu bisa memiliki kuda dan kereta kencana dalam setengah hari!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA