Dakwah Dunia Maya



Dakwah Dunia Maya

Based on My Life... Someday in 2011...

Mungkin beberapa dari pembaca blog yang berkenan membaca blog-an berisi curahan hati (curhat) perempuan berusia 20 tahunan ke atas sepertiku mengharapkan sebuah blog profesional yang resmi dan tidak sarat dengan cerita hidup yang awalnya tidak di sangka-sangka.

Pada kesempatan kali ini, aku akan membagi sebuah cerita yang cukup berarti dan menjadi sebuah batu loncatan kecil, mungkin, di hidupku yang singkat ini.

Manusia berubah. Demikian juga diriku. Dewasa? Apa definisi dewasa? Dan kapan manusia mencapai taraf kedewasaan? Apakah dengan bertindak tenang bisa menjadikan sebuah parameter ajeg sebuah kedewasaan? Aku rasa tidak. Apakah dengan sifat yang apa-apa serba terabas dan tidak mengindahkan aturan disebut tidak dewasa? Aku rasa juga tidak demikian. Sebenarnya, menurutku pribadi, yang namanya dewasa hampir tidak mungkin mencapai sempurna di kehidupan ini. Namanya saja manusia hidup dan belajar dari pengalamannya.

Pengalaman itu dibentuk sebuah kronologis berulang dan juga mempertajam intuisi seseorang. Semua pastilah sama, pernah berbuat sama dan bangkit dengan jumlah yang tidak akan sama. Itu key point-nya. Bagaimana mau mencapai kedewasaan yang sempurna jika seumur hidup manusia itu akan tetap dan terus belajar?

Baiklah, aku akan masuk dari mukadimah luar biasa panjang yang terurai berparagraf-paragra itu.

Suatu ketika, aku menghadiri sebuah majelis –yang insya Allah dirahmati Allah- dan di sana seorang ustadz menanyakan sebuah pertanyaan sederhana nan menohok diriku pribadi.

Antum punya apa? Laptop? Handphone? Facebook? Twitter? Blog?”

Para peserta mengangguk dan sedikit tertawa. Tentu saja kami punya. Itu pertanyaan retoris. Begitu sebutan mahasiswa. Atau lebih mudahnya adalah pertanyaan yang sebenarnya tidak dibutuhkan jawabannya.

“Iya. Kita semua pasti punya. Ana saja punya Facebook,” ucap beliau mengimbangi kelakar mahasiswa terutama yang ikhwan (laki-laki).

“Pertanyaannya, apakah antum sudah memberdayakan itu semua untuk dakwah?” ucap ustadz serius.

Tentu kami seruangan bisa mencium arah pembicaraan si ustadz.

Dalam penuturan selanjutnya, si ustadz menanyakan apa-apa isi jejaring sosial dan juga untuk apa itu digunakan. Apalagi di era secanggih sekarang, benar-benar media menjadi pisau bermata dua yang tinggal kita pilih. Sebuah pilihan yang sepenuhnya ada di tangan kita.

Sudah barang tentu, bahwa seorang yang telah mendapatkan ilmu (agama) merupakan orang yang mendapatkan suatu keistimewaan dari Allah yang tidak sepatutnya disia-siakan. Coba bayangkan, berapa banyak orang di luar sana yang tidak memeluk dan mencintai agama ini? Dan seberapa banyak juga orang yang didiskriminasi di luar sana untuk memegang teguh dan sekuat-kuatnya agama ini. Lalu, bayangkan dengan kita yang memiliki dunia sedemikian enak dan mudah. Sudahkah kita bersyukur dengan melakukan yang terbaik?

Sakit? Sangat. Terutama saat itu.

Dakwah seorang dai saat ini sesungguhnya bisa sangat luar biasa. Dan seharusnya, seharusnya, idealnya, bahwa lebih dahsyat dan luar biasa dibandingkan ketika berada di zaman nabi. Bayangkan, nabi sendirian di masanya. Kesulitan berdakwah yang luar biasa. Menyeru kaumnya pada pagi hari, dan berdoa di malam hari.

Bandingkan dengan kita yang bisa 24 jam menyebarkan kebaikan. Kuncinya adalah... Seberapa kita mau mengusahakan itu semua?

“Apakah dengan laptop, handphone, dan jejaring sosial antum itu, antum bisa mendapatkan uang? Dengan fasilitas-fasilitas itu antum bisa lancar kuliah? Jika iya, masya Allah. Jika belum, bayangkan betapa enaknya itu semua. Tapi... Apakah antum tidak tertarik dengan pahala yang dijanjikan Allah lewat dakwah ini? Cukup satu ayat dan antum sudah dibilang berdakwah. Cukup yang antum tahu saja! Tidakkah kita berlomba-lomba untuk itu? Fastabiqul khoirot?” penuturan lain lagi.

Aku yang saat itu sangat jauh dari hidayah masalah ini, terterangi. Subhanallah! Betapa rugi waktu dan upaya yang aku lakukan!

Bayangkan. Dengan fasilitas-fasilitas itu, aku menyebarkan kemarahan, menyebarkan keburukan. Aku terkadang jijik sendiri jika mengingat dan melihat bekas-bekasnya.

Dan seperti sunnatullah-nya, menjalankan kebaikan memang sangat sulit. Sulit sekali. Ketika ingin baik dan berusaha meluruskan niat, ada saja yang menerjang dan menghadang. Ya, memang siapa yang bilang gampang?

Itu belum termasuk diri akan dipersempit masalah pergaulan dan batas-batas. Wah! Memang seorang muslim hanya pantas istirahat di akhirat saja.

Aku mencoba berubah sejak hari itu. Walaupun seperti yang dilihat di setiap media yang aku gunakan, masih banyak yang tidak baiknya. Dan yang baiknya juga masya Allah diterangi Allah atas taufiq-Nya. Jika tidak? Mana mungkin seorang tidak seberapa seperti aku bisa melakukannya?

Kini, semua bisa dibilang berbanding terbalik. Kalau dahulu, aku pelakunya. Pelaku yang membuat ketegangan. Sekarang? Berbanding terbalik. Rasanya sebal sekali jika melihat pergaulan yang tidak baik. Ya yang pake sayang-sayanganlah di jejaring sosial (memang tidak ada tempat lain apa?), ajakan chatting yang ramai dari lawan jenis, dan kawan-kawannya itu. Terlihat sangat 4L4y (baca : alay).

Memang, tidak ada yang melihat. Tapi apakah tidak terselip di hati itu sedikit rasa jijik? Sedikit saja. Tidak adakah? Subhanallah!

Seperti perkataan Imam Syafi’i yang lebih kurang menyatakan bahwa, “Aku mencintai orang-orang shalih meskipun belum termasuk golongan mereka. Dan aku membenci ahli maksiat meskipun aku lebih buruk dari mereka.”

Pernyataan yang keren. Dan aku ingat itu sampai sekarang. Betapa luar biasanya mereka. Di saat ini, seharusnya dakwah lebih mudah. Namun, karena lemahnya keimanan ini, rasanya teramat enggan untuk sekadar dakwah satu ayat di jejaring sosial kita. Sementara untuk berbicara hal-hal yang makruh? Haram? Hah, sudahlah. Tak perlu dihitung. Ada apa dengan hati kita? Mari pertanyakan.

Wallahul musta’an. Wallahu’alam.



Bandar Lampung, 15-3-2013
Bersemangat di bawah deruan Asma’ul Husna – Raihan (non-music)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA