Elang

Apa yang kini kau inginkan dariku?
Dua bulir fajar, dan dua manik senja telah kau khianati.
Katakan padaku, bagaimana aku dapat percaya padamu?
Aku tak bohong saat mengatakan, "Jendela hati adalah benda yang terbuat dari untaian kapas perasaan. Jika terkoyak, hati akan penuh dengan aroma minyak kebencian. Kau tahu? Baunya seperti pesing!"
Kau mengangguk, mengiyakan dengan tatapan dalam itu. Penuh arti.
Apa yang tersisa darimu?
Aku mengasihanimu.
Tampakmu begitu bahagia.
Tapi tidakkah rasa hampa itu datang?
Saat tiap malam kuyakin kau membersihkan panah-panah rencana.
Adakah rasa sesalmu padaku?
Aku tak yakin ada. Entahlah.
Toh aku hanya dapat mengangkat bahu.
Katakan bagaimana aku bisa tahu,
Jika kau menyakiti alap-alap, cendrawasih, kakaktua, bahkan parkit
Dengan panahmu yang tersorong di sayap kanannya, patah.
Dengan wajah tak berdosa, kau hadir, tawarkan sembuh.
Mengurung dalam sangkar emas bertahtakan gading kedustaan.
Setelah puas kau pandangi
(hingga berjelaga bosan)
Kau usir dia, dan membersihkan najis-najis.
Kau mulai berburu lagi tanpa rasa.
Akulah elang,
Salah satu predator inti yang pernah kau tangkap.
Pura-pura kau sembuhkan dengan tangan dingin, penuh kepalsuan.
Satu-satunya yang berontak dalam kandang,
Membuatmu putus asa,
Dan dengan enggan melepasku tak rela.
Inilah kedua mataku.
Kuawasi kau,
Mengamati dengan sinis burung-burung lain yang kau lukai
(dan taklukan untuk kepuasanmu)
Aku menunggu
Satu hal,
: kejatuhanmu

Bandar Lampung, 21 Oktober 2012
Pukul 06.45 WIB
Dalam perasaan marah mengingat kenangan pada seseorang yang mencoreng masa laluku
(entah kau ingat atau tidak. tapi aku doakan kegagalanmu mengoleksi dosa)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA