Wahai Pecinta Sejati, Aku Merindukanmu!

Bagi para wanita, belahan rusuk kita hanya satu.
Dia bisa di mana saja dan siapa saja.
Tak pernah kita sangka dan bayangkan pertemuan dengan belahan rusuk kita itu.
Dia bisa saja sangat dekat dengan kita.
Musuh, mungkin.
Sahabat, juga mungkin.
Dia juga bisa saja berasal dari dunia yang jauh berbeda dengan kita layaknya langit dan bumi.
Bersikukuhkah engkau ingin mencari?
Pernahkah terpikir olehmu bilamana dia di ujung dunia sana?
Kuatkah engkau berikhtiar satu demi satu mencocokkan puingan rusukmu?
Jikalau kau gunakan rasionalitas dan logika, nyaris tidak mungkin kita temukan.
Luar biasa, bukan?
Allah menggerakkan jodoh dengan tabir kemisteriusan-Nya sehingga acapkali pada akhirnya ditemukanlah pasangan rusuk yang pas untuk kita.
Dengan kehendak-Nya, diturunkan apa yang masih berada di haribaan langit, dipertemukannya yang semula jauh dari pelupuk mata.
Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?

Demikian banyak sejoli-sejoli menjalinkan hubungan kasih pada pasangannya masing-masing.
Sebuah kesakralan hubungan pernikahan di bawah ijab qabul atas nama Allah menjadi memupus dan pudar dengan mudahnya.
Kesekian kali kudengar rintihan tangis, desau kerisauan hati yang gundah gulana dilanda badai asmara, cinta.

Begitu sedih hatiku melihat cinta, obat mujarab di dunia, berubah menjadi racun mematikan.

Di manakah kesakralan itu?
Perasaan yang ditunjukkan agamis sejati pada Tuhan, Allah, Rabb Semesta Alam?
Pada pasangan hidupnya seorang?
Kurindukan para ikhwan dan akhwat yang tertunduk pandangannya, menjaga kemaluannya, dan yang terpenting, kemurnian hatinya.

Di mana kesakralan itu?
Tatkala ucapan cinta merupakan momentum bersejarah sepanjang perjalanan hidup.

Di mana kesakralan itu?
Pemujian pada cinta yang tertutup rapat di etalase hati.
Adakah?

Cinta yang kulihat sekarang tidak lagi laksana kesucian mutiara dasar samudra yang tersimpan rapi berselimutkan kebanggan.
Cinta yang kulihat sekarang, bagaikan pakaian obral di pasar terbuka.
Bebas mencoba, mengenakan, dan mencocokkan.
Ketika ketidakcocokkan terlukis, dengan mudahnya pakaian itu dicampakkan di antara tumpukan pakaian lain.
Hingga pada akhirnya, tidak ada lagi kata bangga dibalutnya.

Lalu, di manakah kesakralan itu sekarang?
Adakah yang masih merealisasikannya?
Jikalau ya, pertanyakanlah, berapa?
Wahai pecinta sejati, aku merindukanmu!


#Dibuat tahun 2010
Didedikasikan untuk yang merasakan lezatnya cinta kasih haram sebelum waktunya...
Saat waktunya, apakah masih sakral?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA