Ragu

Mendung dan gerimis tipis di selasar Tanjung Karang seolah berkata pada hatiku pribadi, "Masih ragukah?"

Dan jawabanku tergolek bisu seperti pintu yang kokoh, atau teralis jendela yang selalu dingin. Sepi itu purna.

Seperti pepohonan Sidr yang bersembunyi dalam hutan.
(aku takut buahnya pahit)

Seorang nenek bijak keluar dari gubuknya. Dia berkata, "Sampai kapan kamu akan takut? Pepohonan Sidr telah tampak di hadapanmu!"

Embun jelma pada dwi mataku. Lalu turun membasahi kejangan daun dalam lantai hutan. Kanopi hutan gemerisik geming menyuarakan kegelisahanku di udara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA