Polisi vs Penjual Tempe

Pada suatu hari, aku mendengar kebisingan di waktu-waktu dhuha. Kebetulan hari itu adalah hari Senin meskipun aku tidak ingat pasti tanggal berapa itu. Hari terasa sangat cepat berjalan dan akupun memulai aktivitas pagi itu dengan berangkat kuliah sekitar pukul 9.30 pagi. Namun, yang menyebalkan, sepanjang jalan lalu lintas bukan disibukkan oleh berbagai suara frustasi yang menyeruak di udara akibat macet yang biasanya berkepanjangan. Lambat laun, aku mengetahui alasannya. Polisi berlalu lalang menyuarakan sirinenya yang memekakan telinga dengan suara walky talky yang aduhai tak jelas apa perkataannya. Akupun mengumpulkan beberapa asumsi. Biasanya, polisi berbuat seperti itu apabila mengawal mobil tahanan yang hendak menuju pengadilan secara kolektif. Atau bisa jadi, polisi-polisi ini dibayar seseorang untuk mengawal mobil jenazah yang hendak dikuburkan. Ah, otakku berhenti berpikir. Ributnya suara sang supir yang berhenti lamat-lamat di depan sebuah pasar kawasan Tanjung Karang. Dan hidungku terusik sedikit dengan anyir dan amisnya bau ikan dan tanah becek yang lekat dengan bawaan serta sandal-sendal para ibu itu. Aku tetap penasaran, ada apa gerangan dengan Bandarlampung hari ini? Ada apa dengan para polisi? ‘Ayolah, seseorang beritahu aku!’ Jeritku dalam hati sembari melihat sang supir melirik jijik sisa-sisa air luberan ikan seorang ibu yang turun di salah satu gang yang tak penting kuingat namanya, menurutku. Sang supir kemudian berhenti di sebuah warung kecil pinggir jalan mungkin untuk mengambil lap atau memebli rokok. Tapi ternyata, aku salah. Sang supir membeli beberapa bungkus vanili bubuk dan menaburkannya di sisa-sisa luberan air ikan tersebut. Aku dan penumpang lain memancarkan rona wajah yang bingung. ‘Apa hubungannya sisa-sisa luberan air ikan dikasih vanili?’ Kemudian, naiklah pemuda-pemudi dalam angkutan umum arah Rajabasa tersebut. Dan masih juga, kumohon, polisi lagi-lagi membuat rusuh para pengendara. Para pengendara terpaksa menepi sejenak. Dan terjadilah dialog singkat. Ibu : “Aduh… Sibuk banget sih ini polisi-polisi?” Supir : “Tau nih, dari tadi disuruh nepi aja, nepi aja.” Ibu : “Maklum, presiden mau lewat.” Ya ampun, ada presiden rupanya mau datang ke Sang Bumi Ruwa Jurai ini? Mengapa aku baru mengetahui. Oh, ya, saya sedikit banyaknya kurang pergaulan (kuper). Dan kelebat pikiranku dihinggapi rasa sebal dengan jalan Bandarlampung yang luar biasa jelek ini. Kepalaku membentur kaca mobil, lagi. Akan memalukan sepertinya kalau Bandarlampung didatangi orang nomor satu di negeri ini dengan iringan hebat, namun dengan jalanan yang sangat tidak kondusif seperti ini. Di kala sedang berpikir, murid-murid SMA yang duduk berhadapan denganku bercakap-cakap dan luar biasanya, hal yang mereka bicarakan banyak yang sedang aku katakana terhadap diri sendiri. Mungkin, bisa dikatakan dejavu. Demikian. Pemudi : “Huh, rusuh banget ini Bandarlampung gara-gara presiden lewat. (muka BT)” Pemuda: “Namanya juga PRESIDEN yang mau lewat. (nada sinis)” Pemudi : “Aih, perduli amat sih, presiden gini, masih manusia juga geh di-openin banget kalo dateng.” (Weh, gw suka gaya loe, dek. Kalo ini status FB, saya kasih like deh, kalo bisa pake semua jempol, jempol kaki juga bisa digunakan. –like-like-like-like-) Pemuda: “Enak ya, jadi presiden, dimana-mana dikawal sama polisi?” (Wah, perbincangan mulai semakin menarik. Pingin melihat wajah adik-adik itu, siapa tahu kan tulisannya SMA Negeri 9 Bandarlampung? Sayang, pada pakai baju pramuka. Saya baru ingat, ini saya yang salah jadwal hari, atau memang mereka mati lampu di rumahnya? Namun, yang ada di depan saya pas sekali yang laki-laki. Aduh, salah posisi. Kalau seperti ini, masa saya bisa benar-benar berhadapan langsung? Tidak bisa.) Pemudi : (diam, semacam angkat bahu, mungkin) -hening sejenak- Pemuda: “Eh, enak kali ya kalo ada acara-acara dikawal polisi kayak gini? Bisa cepet sampe. Hehehehe.” Pemudi : “Emangnya bisa?” Pemuda: “Bisa dong. Apa sih yang gak bisa di dunia ini? Polisi mah, tinggal kasih duit juga mau.” Pemudi : “Lho? Aku baru denger lho bisa begitu.” Pemuda: “Namanya polisi, mata duitan.” -hening sejenak- Pemuda: “Eh, BT gw lho. Gw pernah hampir telat gara-gara ditilang polisi. Dasarnya polisi tuh padaan cari uang. Masa di jalan-jalan tikus dipatroliin? Ya kena lha. Posisi gak pake helm. Mana gak bawa SIM dan STNK pula.” Pemudi : “Aih, gila loe. Napa juga gak bawa th SIM sama STNK? Loe sendirian?” Pemuda: “Ya gaklah. Bareng kakak gw. Untungnya gw gak telat sampe sekolah. Jadi ya, kitaorang nunggu lamaaaaaa banget. Maleslah kontak tiba-tiba main lepas aja. Jijik gw. Yaudah diem-dieman tuh sama polisi, jengkel. Masa di jalan tikus coba jaganya? Akhirnya nanya dia, dari mana. Bilang aja dari pasar. Emang dari pasar. Nanya rumah, bilang aja orang deket situ. Dulu tapi. Kan rumah gw pindah. Nanya mau ngapain. Kakak gw bilang mau nganterin gw ke sekolah. Kakak gw agak ngegas lah, nanti adek gw telat ke sekolahnya, gimana? Akhirnya dia tanya sambil kebingungan gitu, ada lima puluh ribu gak? Nanti dilepasin. Kakak kebetulan gak bawa uang sama sekali. Bayar pake apa coba? Yaudah, akhirnya tuh polisi bolehin kami pergi. Dengan syarat, kalo udah, dateng lagi bawa STNK dan SIM. Bilang ya, tancap gas, ke sekolah. Gak balik lagi. MALAS!!!” Pemudi : “Ada-ada aja.” Pemuda: “Iya. Bayangin aja geh, gw sama kakak gw itu udah hati-hati supaya gak ketemu polisi. Nah, ketemulah polisi di jalanan pasar. Gang kecil pagi-pagi buta. Tu polisi ngobrol sama tukang tempe (tukang tempe yang pakai motor). Pikir kitaorang, masPada suatu hari, aku mendengar kebisingan di waktu-waktu dhuha. Kebetulan hari itu adalah hari Senin meskipun aku tidak ingat pasti tanggal berapa itu. Hari terasa sangat cepat berjalan dan akupun memulai aktivitas pagi itu dengan berangkat kuliah sekitar pukul 9.30 pagi. Namun, yang menyebalkan, sepanjang jalan lalu lintas bukan disibukkan oleh berbagai suara frustasi yang menyeruak di udara akibat macet yang biasanya berkepanjangan. Lambat laun, aku mengetahui alasannya. Polisi berlalu lalang menyuarakan sirinenya yang memekakan telinga dengan suara walky talky yang aduhai tak jelas apa perkataannya. Akupun mengumpulkan beberapa asumsi. Biasanya, polisi berbuat seperti itu apabila mengawal mobil tahanan yang hendak menuju pengadilan secara kolektif. Atau bisa jadi, polisi-polisi ini dibayar seseorang untuk mengawal mobil jenazah yang hendak dikuburkan. Ah, otakku berhenti berpikir. Ributnya suara sang supir yang berhenti lamat-lamat di depan sebuah pasar kawasan Tanjung Karang. Dan hidungku terusik sedikit dengan anyir dan amisnya bau ikan dan tanah becek yang lekat dengan bawaan serta sandal-sendal para ibu itu. Aku tetap penasaran, ada apa gerangan dengan Bandarlampung hari ini? Ada apa dengan para polisi? ‘Ayolah, seseorang beritahu aku!’ Jeritku dalam hati sembari melihat sang supir melirik jijik sisa-sisa air luberan ikan seorang ibu yang turun di salah satu gang yang tak penting kuingat namanya, menurutku. Sang supir kemudian berhenti di sebuah warung kecil pinggir jalan mungkin untuk mengambil lap atau memebli rokok. Tapi ternyata, aku salah. Sang supir membeli beberapa bungkus vanili bubuk dan menaburkannya di sisa-sisa luberan air ikan tersebut. Aku dan penumpang lain memancarkan rona wajah yang bingung. ‘Apa hubungannya sisa-sisa luberan air ikan dikasih vanili?’ Kemudian, naiklah pemuda-pemudi dalam angkutan umum arah Rajabasa tersebut. Dan masih juga, kumohon, polisi lagi-lagi membuat rusuh para pengendara. Para pengendara terpaksa menepi sejenak. Dan terjadilah dialog singkat. Ibu : “Aduh… Sibuk banget sih ini polisi-polisi?” Supir : “Tau nih, dari tadi disuruh nepi aja, nepi aja.” Ibu : “Maklum, presiden mau lewat.” Ya ampun, ada presiden rupanya mau datang ke Sang Bumi Ruwa Jurai ini? Mengapa aku baru mengetahui. Oh, ya, saya sedikit banyaknya kurang pergaulan (kuper). Dan kelebat pikiranku dihinggapi rasa sebal dengan jalan Bandarlampung yang luar biasa jelek ini. Kepalaku membentur kaca mobil, lagi. Akan memalukan sepertinya kalau Bandarlampung didatangi orang nomor satu di negeri ini dengan iringan hebat, namun dengan jalanan yang sangat tidak kondusif seperti ini. Di kala sedang berpikir, murid-murid SMA yang duduk berhadapan denganku bercakap-cakap dan luar biasanya, hal yang mereka bicarakan banyak yang sedang aku katakana terhadap diri sendiri. Mungkin, bisa dikatakan dejavu. Demikian. Pemudi : “Huh, rusuh banget ini Bandarlampung gara-gara presiden lewat. (muka BT)” Pemuda: “Namanya juga PRESIDEN yang mau lewat. (nada sinis)” Pemudi : “Aih, perduli amat sih, presiden gini, masih manusia juga geh di-openin banget kalo dateng.” (Weh, gw suka gaya loe, dek. Kalo ini status FB, saya kasih like deh, kalo bisa pake semua jempol, jempol kaki juga bisa digunakan. –like-like-like-like-) Pemuda: “Enak ya, jadi presiden, dimana-mana dikawal sama polisi?” (Wah, perbincangan mulai semakin menarik. Pingin melihat wajah adik-adik itu, siapa tahu kan tulisannya SMA Negeri 9 Bandarlampung? Sayang, pada pakai baju pramuka. Saya baru ingat, ini saya yang salah jadwal hari, atau memang mereka mati lampu di rumahnya? Namun, yang ada di depan saya pas sekali yang laki-laki. Aduh, salah posisi. Kalau seperti ini, masa saya bisa benar-benar berhadapan langsung? Tidak bisa.) Pemudi : (diam, semacam angkat bahu, mungkin) -hening sejenak- Pemuda: “Eh, enak kali ya kalo ada acara-acara dikawal polisi kayak gini? Bisa cepet sampe. Hehehehe.” Pemudi : “Emangnya bisa?” Pemuda: “Bisa dong. Apa sih yang gak bisa di dunia ini? Polisi mah, tinggal kasih duit juga mau.” Pemudi : “Lho? Aku baru denger lho bisa begitu.” Pemuda: “Namanya polisi, mata duitan.” -hening sejenak- Pemuda: “Eh, BT gw lho. Gw pernah hampir telat gara-gara ditilang polisi. Dasarnya polisi tuh padaan cari uang. Masa di jalan-jalan tikus dipatroliin? Ya kena lha. Posisi gak pake helm. Mana gak bawa SIM dan STNK pula.” Pemudi : “Aih, gila loe. Napa juga gak bawa th SIM sama STNK? Loe sendirian?” Pemuda: “Ya gaklah. Bareng kakak gw. Untungnya gw gak telat sampe sekolah. Jadi ya, kitaorang nunggu lamaaaaaa banget. Maleslah kontak tiba-tiba main lepas aja. Jijik gw. Yaudah diem-dieman tuh sama polisi, jengkel. Masa di jalan tikus coba jaganya? Akhirnya nanya dia, dari mana. Bilang aja dari pasar. Emang dari pasar. Nanya rumah, bilang aja orang deket situ. Dulu tapi. Kan rumah gw pindah. Nanya mau ngapain. Kakak gw bilang mau nganterin gw ke sekolah. Kakak gw agak ngegas lah, nanti adek gw telat ke sekolahnya, gimana? Akhirnya dia tanya sambil kebingungan gitu, ada lima puluh ribu gak? Nanti dilepasin. Kakak kebetulan gak bawa uang sama sekali. Bayar pake apa coba? Yaudah, akhirnya tuh polisi bolehin kami pergi. Dengan syarat, kalo udah, dateng lagi bawa STNK dan SIM. Bilang ya, tancap gas, ke sekolah. Gak balik lagi. MALAS!!!” Pemudi : “Ada-ada aja.” Pemuda: “Iya. Bayangin aja geh, gw sama kakak gw itu udah hati-hati supaya gak ketemu polisi. Nah, ketemulah polisi di jalanan pasar. Gang kecil pagi-pagi buta. Tu polisi ngobrol sama tukang tempe (tukang tempe yang pakai motor). Pikir kitaorang, masih pagi kan? Pastinya tuh polisi mau beli tempe buat masak. Hahahahaa. Kan gak etis kalo nilang? Yaudah, nyelow, eh, kena tilang. Rupanya tuh tukang tempe kena tilang juga. Terlalu bener.” (Hah?! Tukang tempe ditilang? Ckckckckck.. sungguh terlalu!!!! Tapi lucu juga, mau ketawa, oh, tidak bisa. Jaim saya.) Akhirnya, sepanjang jalan kenangan itu, sampai juga di kampus UNILA tercinta dan menyudahi cerita anak-anak muda itu. ------‘’’------- Diedit seperlunya… ih pagi kan? Pastinya tuh polisi mau beli tempe buat masak. Hahahahaa. Kan gak etis kalo nilang? Yaudah, nyelow, eh, kena tilang. Rupanya tuh tukang tempe kena tilang juga. Terlalu bener.” (Hah?! Tukang tempe ditilang? Ckckckckck.. sungguh terlalu!!!! Tapi lucu juga, mau ketawa, oh, tidak bisa. Jaim saya.) Akhirnya, sepanjang jalan kenangan itu, sampai juga di kampus UNILA tercinta dan menyudahi cerita anak-anak muda itu. ------‘’’------- Diedit seperlunya…

Dipublikasikan di :
http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150114195000044
dan di
http://helaubudi.wordpress.com/wp-admin/post.php?post=4&action=edit&message=6&postpost=v2

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA