Getar Syahdu Surat An-Naas

Tanggal 25 Januari 2012 pukul 21.30 WIB selepas menyelesaikan janji organisasi aku bergegas merayapi waktu untuk tidur. Setengah perjalanan menuju alam bawah sadar dengan badan remuk redam, aku teringat amalan sunnah itu.

"Kebiasaan. Kalau sering ditinggal pasti terus-terusan." ujarku dalam hati. Maka melawan hembusan nafsu burukku yang dilancarkan setan, aku mulai merapalkan amalan sunnah itu. Ditengah perjalanan -lagi-lagi- setan menggelayuti bilah-bilah mataku. "Tahan, Prim!" tekadku dalam hati.

Lalu, selepas membaca tulisan arab dengan ilmu tahsin yang pas-pasan, aku menjamah terjemah Surat An-Naas.

Ada apa ini? Mengapa terasa berbeda? Bukankah ini hanya repetisi? Aku menutup mata sejenak merasakan getaran di hati.

"... dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa tersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari golongan jin dan manusia."

Lalu, kenangan-kenangan akan ricik dosa-dosa mulai terpedar. Astaghfirullah. Rasionalku mengingat-ingat ucapan dari murrobi, "Jadi iblis itu tidak mati dek dari zaman Nabi Adam. Dan mereka beranak-pinak dari dulu hingga sekarang."

Mengerti apa yang aku bayangkan? Ya, jumlah mereka terus bertambah, sementara manusia menghadapi ajalnya. Bisa jadi selain maktub Al-Qur'an mereka menghimpit dari depan, belakang, atas, bawah, mereka juga berteduh dalam kuku-kuku yang dibiarkan panjang, dalam hidung untuk membuat kantuk, dan parahnya di aliran darah kita. Naudzubillah.

Dengan demikian ramainya parade ini, dengan tak kenal waktunya godaan ini, sudah dipastikan bisikan kejahatan itu melanglang baik dalam keadaan berjama'ah maupun munfarid (sendirian). Menyenangkan kalau dalam keadaan berjama'ah. Saudari di samping kita dapat mengingatkan. Pun itu ada juga yang menjerumuskan. Bagaimana dengan saat munfarid? Di saat tidak ada siapa pun, di saat tak ada apapun yang mengingatkan. Mudah, sangat mudah terjerembab dalam dosa.

Sementara, bandingkan peluang godaan setan dengan cara mengelak dari bisikannya.

"Katakanlah, 'Aku berlindung kepada Tuhan manusia, Raja manusia, sembahan manusia,"

Pertannyaan besarnya, 'Seberapa ingat sih dengan Allah?' Apakah saat shalat saja, saat di majelis ilmu saja, atau saat ramai saja?

Sungguh, merasa sangat tidak aman tersadar akan ini semua. Alangkah berat. Alangkah berat mengamalkan enam ayat Surat An-Naas saja untuk ingat Allah saat jama'ah atau sendiri karena setan tidak ada hentinya menggoda. Bahwa sungguh, besarnya nikmat dan karunia Allah pada mereka yang berhasil.

Sayang, tak hanya berhenti disana. Ada uji keistiqomahan. Bagi yang gugur menjaga hidayah ini sungguh dijerumuskan Allah (istidraj). Dan juga belum lagi uji naik level godaan. Mungkin kemarin godaan syahwat ringan menjadi godaan syahwat berat. Mungkin kemarin setan berpangkat "letnan" sekarang "jenderal".

Bagaimana merasa aman? Sungguh tidak ada tempat aman selain Dia Yang Maha Menjaga makhlukNya.

Tahu kisah Abu Bakar yang bertanya pada Rasulullah saw tentang akhlaknya sudah sesuaikah dengan Surat Al-Baqarah? Maka rasanya sedih mengetahui Surat An-Naas saja belum lulus sudah bertingkah merasa baik.

Alhasil, kedua mataku terang benderang malam ini. Mungkin sebaiknya kubagikan ini juga sebagai pengingat diri tatkala cahaya hidayah yang kujaga mulai meredup.

Rabb-ku Maha Pengasih. Namun, Rabb-ku juga Maha Pecemburu. Maka pertanyakan, apalagi yang bisa membuatNya tidak cemburu dan tambah mengasihi hambaNya.

Sungguh pusing...

Wednesday, January 25, 2012 at 9:44pm

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA