"Coba Antum Bayangkan..."

 Bismillah… Ini adalah sebuah taujih/sindiran ruhiah/ceramah atau terserah mau disebut apa yang aku temukan di salah satu rutinitas kampus. Bagi yang sengaja atau tidak sengaja membaca, semoga hati kita senantiasa diberikan kelembutan olehNya sehingga dapat terus menerus memperbaiki diri.
Kita bukan orang baik. Tapi kita bisa memperbaiki diri. Semoga dapat diambil ibrah (manfaat)nya.
                                                                                             ***
          Dalam bergabung dalam suatu kepanitiaan awal semester 3 ini. Acara yang diselenggarakan adalah motivasi berprestasi. Kemudian, waktu pun silih berganti hingga tibalah di suatu sesi tentang pentingnya ruhiah bagi para mahasiswa organisatoris.
          Aku yang saat itu membuat pers rilis suatu kegiatan fakultas mau tidak mau memecah fokus menjadi dua. Di satu sisi, pers rilis ini harus selesai sekarang juga. Di sisi lain, materi yang disampaikan sangat menarik.
Sebagai awalan, biasa. Kata-kata “Assalamu’alaikum” kemudian mengumandangkan puja-puji kehadirat Allah, dan shalawat serta salam kepada junjungan umat Islam, Rasulullah Muhammad saw. Namun, ternyata bagian isinya tidak biasa.
          Pada bagian inti, tiba-tiba pemateri mengatakan dengan lantang, “Semua peserta yang ada di ruangan ini, silahkan berdiri!!!” Para peserta memasang wajah kebingungan yang nyata di antara mimik mereka. Aku pun sempat terhenyak sejenak. Namun, aku kembali mengerjakan tulisanku (pers rilis). Dalam hati, aku sangat penasaran, ‘Ada apa ini?’ Mau tidak mau, refleks pandanganku nyalang ke seantaro ruangan.
          “Siapa yang kemarin tidak shalat 5 waktu silahkan duduk!!!”
          Deg… Jantungku seakan berhenti berdegup sesaat. Peserta akhwat (perempuan) beberapa duduk. Maka, sang pemateri meralat pertanyaannya. 
          “Untuk akhwat, ada keringanan.”
           Para akhwat kembali berdiri teguh layaknya mujahidah yang siap berperang. Tapi, hal tersebut belum selesai.
          “Bagi ikhwan (laki-laki) yang tidak shalat isya’ di masjid semalam, silahkan duduk!!!”
          Dan deg, beberapa ikhwan duduk dengan wajah yang sedikit memerah.
          “Yang semalam tidak tahajud, silahkan duduk!!!”
          Peserta mulai banyak yang berguguran. Terduduk pasrah bagaikan kalah di medan juang.
          “Siapa yang tidak dhuha tadi pagi, silahkan duduk!!!”
          Semakin banyak yang gugur. Terduduk dalam diam.
          “Siapa yang tidak membaca al-matsurat tadi pagi, silahkan duduk!!!”
          Astaghfirullah… Jumlahnya kian menyusut hingga akhirnya yang aku saksikan hanya 3 ikhwan dan 5 akhwat yang berdiri di ruangan. Menunggu-nunggu pertanyaan selanjutnya dengan wajah pasi. Sementara peserta yang telah gugur pun mengerjap-ngerjap menghapalkan wajah mereka dengan takjub campur ngeri yang nyata.
          “Pertanyaan saya yang terakhir, siapa yang semalam kontak dengan lawan jenis lewat media apapun tanpa urusan yang syar’i, silahkan duduk!!!”

          Dan deg… seluruh ruangan duduk terkulai. Dengan setengah bercanda pemateri mengatakan, “Yak, tadi hanya Tanya-tanya saja. Tidak lebih dan tidak kurang. Untung saya bertanya hanya hari ini dan semalam yah?” Peserta banyak yang tertawa atau sekadar mengulum senyum tipis di wajahnya. Tapi kami, para panitia serempak memajang wajah beku atas hal itu. Demikian pula denganku yang menahan air mata tumpah terderai.
Aku mengarahkan pandang ke plafon atas ruangan agar air mata tidak tumpah. Dadaku sesak. Hingga aku harus mendesak-desak hidung untuk dapat menarik napas panjang. Sambil berpura-pura tetap konsentrasi pada tulisanku, kugemakan pelan, “Astaghfirullah…”
          Sang pemateri sambil membuka slide yang telah dia siapkan melanjutkan perkataannya lepas para peserta reda tertawa.
          “Tapi coba antum (kalian) bayangkan jika antum semua berdiri seperti tadi, di padang mahsyar, di hadapan Allah dengan jelaga keringat dan ditanyai hal-hal apa yang saya tanyakan tadi. Kira-kira, apakah kita akan lulus, antum wal antunna (anda-anda)?”
          Seluruh ruangan diam tanpa kata.
          “Dan seperti yang saya katakan tadi, untung saya hanya menanyakan amalan antum yang semalam dan tadi pagi. Di yaumul mahsyar yang ditanya adalah seluruh hidup antum, akhi-ukhti (saudara laki-laki-perempuan). Semua waktu yang antum kerjakan, semua yang antum lakukan. Shalat antum, tilawah antum, shaum antum, dan sebagainya.
          “Dari kuantitas saja kita tidak mumpuni, bagaimana dengan kualitas? Allahu’alam bish shawab”
          Tutup pemateri sebagai pembuka intinya. Dan setelah tulisanku tak berapa lama selesai, telingaku bagaikan tersumbat dan pikiranku nanar entah kemana. ‘Bagaimana jika aku berdiri di hadapan Allah seperti tadi? Tanpa amal unggulan, tanpa kelebihan?’

February 6, 2012 at 9:53pm

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA