Cerita Kecil

Terkadang merasa aneh dengan alur hidupku yang selalu mengejutkan dan membuat terperangah. Bagi mereka yang mengenal aku jauh dari waktu sekarang pasti bingung mengapa aku bisa jadi seperti sekarang.

Jika kau tanya aku, niscaya aku juga kebingungan menjawab. Benar. Benar sekali kata-kata bahwa Tuhan memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.

Apa hubungannya?

Jelas ada. Aku paling benci dengan taktik, intrik, strategi, retorika, atau apapun yang mengantarkan pada polemik. Sebagian mungkin tidak setuju padaku. Tapi kembali lagi, ini aku.

Lucunya, ketika kuliah harus berhadapan dengan fakultas, jurusan, dan mata kuliah ajaib yang sangat tidak disangka.

Pada awalnya, aku berpikir untuk mengurung diri dalam dunia hitungan yang notabene menurutku banyak kecocokan untuk sisi seriusku.

Namun tidak. Aku justru diberi-Nya tempat yang mengasah kemampuan analisis dan implementasi. Bukan sekadar teori baku dibalik meja. Semua yang aku hadapi ada hitungan, tapi hitungan itu bisa diabaikan karena tidak ada yang mutlak. Kalau bahasa jurusan kami, semua tergantung preferensi.

Dua tahun ini aku mencoba mencari tahu, apa maksud Allah menurunkan yang tidak aku sukai. Nyata-nyata terkadang hampir menyerah bertemu dengan hal-hal yang dibenci. Hedonisme, permisif, matrealistik, dan lainnya sebagai kultur. Aku kelabakan. 'Mengapa begini?'

Kadang aku mulai berkata, 'Aku salah langkah.' Tapi kemudian, aku menolak menjadikan rasa lemah bercokol di hati. Enak saja! Maka meskipun tidak suka tetap kulancarkan ikhtiar.

Hari ini, untuk pertama kalinya aku sadar alasan fundamental itu. Kebencian, ketidaksukaanku pada sesuatu adalah kelemahan dasar yang merusak. Apalagi ditambah sifat luguku yang keterlaluan sampai membuat orang mempertanyakan rasio yang kumiliki.

Setelah masuk di lingkungan ini walaupun lambat aku coba berbagai cara untuk bertahan. Membentengi diri dengan agama adalah satu dari sekian cara. Tersublim tetap mengamati dalam keramaian pun aku lakukan.

Berkat kemampuan analisis yang terus dijejalkan disini, terkadang tanpa basa-basi intuisiku ikut terasah. Aku langsung tahu mana yang pantas dipercaya dan mana yang memiliki aroma ketidakberesan.

Tidak hanya itu. Rupa-rupanya karena kewajiban implementasi berupa implikasi teori dan praktek membawaku menjadi tertarik mendalami budaya organisasi.

Singkat kata, tergabung dalam beberapa organisasi dengan kultur yang terkadang ekstrem satu sama lain. Kadang juga bertentangan. Belum lagi, aku pernah mendapat tantangan untuk bertahan sendirian, asing diantara kawan lainnya. Ternyata aku bisa.

Dan yang paling berkesan adalah bahwa ini mengantarkan padaku untuk bersikap kritis yang bukan sekadar wacana. Banyak orang yang tahu tentang masalah ini dan itu tapi hanya sekadar berbagi atau menjadikan objek pengetahuan. Disini, di berbagai tempat yang kugeluti kami masuk benar-benar. Rasanya luar biasa.

Kata kunci disini Allah memberiku kesempatan. Selama ini hanya tahu. Kemudian mengucap baris doa. Sama seperti mereka yang lain juga membagi berita dan pengetahuan. Tapi ternyata, Allah memberiku jalan untuk melakukan sesuatu.

Sayang, terlalu buta untuk melihat dan mencerna. Padahal kebencian dan ketidaksukaanku kini mulai terasa manis. Benar kata kakak tingkatku bahwa percuma saja jadi mahasiswa tapi tidak jadi agen perubahan. Hanya stagnan dan sibuk dengan kuliah pulang.

Wednesday, February 29, 2012 at 10:47pm

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA