6-2-2012

6-2-2012

          Hari ini, aku mulai kembali malas menjalani rutinitas kampusku. Wajar bisa dikatakan, karena sekarang sesungguhnya adalah waktunya untuk liburan. Eh, tapi aku justru menghabiskan waktu untuk aktivitas kampus. Pandangan kami pun sama. Kalau tidak dapat mencari uang selama liburan ini, maka kami akan mencari amal saja (allahumma amiin).
          Pagi ini dibuka dengan mengantarkan surat adikku yang sedang sakit dan menjalani syuro (musyawarah). Of course, sebagai sie acara, aku paling banyak tugas dan diserang terus (bahasanya diserang :p).
          Sebenarnya, aku kini seringkali takut dengan mood-ku yang tiba-tiba berubah dengan cepat. But wait a minute, sudah ada satu bulan ini mood-ku jinak dan bisa dikendalikan. Hem, aku mulai berpikir karena entah kenapa orang-orang di sekitarku sering tanpa sadar terpancing mood-ku. Dan menurut analisis dan identifikasi tausiyah dari seseorang bahwa hati yang was-was berarti bahwa ruhiah sedang terganggu. Jadilah aku pusing bukan kepalang kalau galau mulai-mulai tumbuh di hati. Bagaimana tidak, aku berjama’ah disini. Aku ikut. Dan aku tidak mau cuma menjadi seonggok beban dalam jama’ah ini. Makanya gila-gilaan aku mencoba mempertahankan ruhiahku yang sedikit ini.
          Kadang membayangkan bagaimana penaklukan konstantinopel yang para jundinya ditanyai perihal shaum yaumul bidh-nya. Atau sirah penaklukan Palestina oleh umat Islam yang kala itu untuk ikut berperang diwajibkan qiyamul lail dan habislah harga diri pasukan yang berkemul di tenda tidak qiyamul lail saat didendangkan waktu tahajud. Masya Allah… Belum ada apa-apanya, bukan?
           Aku bertemu dengan seorang akhwat yang sudah lama tidak aku temui. Aku hanya bertemu akhwat tersebut sekitar 3 kali. Tapi rasanya dekat sekali dan entah mengapa refleks tubuhku mengatakan apa yang aku pikirkan. Alhasil, aku mencubit-cubit pipi dan hidungnya serta menggandeng lengan dan mengenggam tangannya seolah sudah melewati masa yang jauh tak berjumpa dengannya. Ah, indahnya ukhuwah :).
          Pada awal pembukaan, taujih yang diberikan tentang terputusnya orang-orang dari jalan dakwah ini. Dan, hem… lagi-lagi aku merasa tersindir. Hikmah yang sama dengan kemasan berbeda. ‘Kalau mengeluh, berarti tidak ikhlas’. Aduh, jadi dakwah saya diridahai atau tidak? Itu pertanyaan besarnya.
          Dalam syuro, ada sedikit kejadian lucu yang eits, aku langsung sadar Allah membangkitkan ghirah (semangat)-ku yang layu. “Kalau soal transportasi, insya Allah ada. Ana ada mobil.” ujar salah seorang ikhwan dibalik hijab.
          “Mobilnya bisa dipakai tidak itu?” tanya seorang akhwat senior. “Wah…. Ngeremehin…” balas ikhwan tersebut sedikit tersinggung. Ternyata ikhwan tersebut persepsinya bahwa mobil yang hendak dipinjamkannya sudah tua, renta, tak berdaya. Hahaha.. Kami pun sontak tersenyum. Ada-ada saja. Alhasil, akwat senior tersebut meralat persepsinya. “Maksudnya, kalau pas hari H bisa digunakan atau tidak. Takutnya tidak boleh seperti itu.”
           Namun, bukan itu saja yang membuat ghirah ini kembali. Hem, sekian lama syuro akhirnya ada juga syuro yang menggemakan takbir. Rasanya tiba-tiba semangat naik ke level dewa deh (lebay).
          Usut punya usut setelah ba’da dzuhur, kami tidak jadi ‘jalan-jalan’ ke Margo Lestari, Lampung Selatan. Ya sudah, aku membenahi buku Sirah Nabawiyah yang terkapar aku baca. Hem, susah ya mengatur waktu untuk membaca saja? Harus pakai mencuri-curi waktu untuk sekadar membaca. Betapa waktu luang itu sangat berharga. Masya Allah. So, kalau ada yang waktu luangnya mubazir, kasih kami deh yang kekurangan waktu untuk bersantai ya? ^_^
          Next, aku ke SMA 9 (lagi) untuk mengurus Liga Teater yang katanya sedang dalam proses naskahnya. Haduh, dag-dig-dug ditunjuk jadi sutradara. Ini pertama kalinya dalam event besar begini. Yaps, next acceleration.
Ternyata, ujung-ujungnya, aku terkapar di sekret tanpa seorang pun menemani. Seseorang yang janji datang akan dating jam 16.30. Matei kidah… Lama aja. Aku pun tidur-tiduran di sekret dan mulai berdelusi.
          “Hai, Prima… Kamu datang lagi?”
          “Iya, sekret. Insya Allah kalau LT benar-benar jadi aku akan sering ketemu kamu.”
         “Oh, senangnya… Sudah dua tahun.. Lama sekali kamu kesini. Kesini juga jarang. Dulu kan kamu selalu kesini?”
         “Ya, maaf. Aku tidak bias selamanya disini.”
         “Kamu disini aja sama aku.”
         Otakku yang sudah rada-rada tambah parah sepertinya. Stop! Berhenti berdelusi. Dan aku memandang seisi sekret. Lalu terbayang aku yang dulu pesrnah nangis, BT, kesal, ngambek, sedih, sedang buat video klip, main kartu, dengar musikalisasi, dan lainnya. Tak hanya itu, aku bahkan ingat waktu bolos tidur disini, dikasih ceramah tentang ‘dunia yang aku tidak tahu’ oleh otak-otak kriminal di akhir kelas 3 dan aku harus pakai mohon-mohon biar bisa kabur dari situ. Hahaha…
         Lambat laun, ngantuk ternyata. Ya sudah, tidur. Memang, yang bisa menyihir aku tidur pulas cuma kamarku, sekret ini, dan mushala. Sisanya kalau tidur-tiduran di tempat lain, pasti tidak mau memejamkan mata kecuali sudah lewat jam 1 pagi.
         Bahkan diantara waktu tidur, aku masih mendengar derap lantai-lantai kelas seperti dulu. Atau bagaimana dulu sekret ini begitu dingin seperti kulkas. Sekarang dindingnya sudah mulai hangat. Aneh rasanya.
         Bangun-bangun dengan wajah tidak karuan dan kesadaran yang masih 20% aku mengobrol dengan anak-anak kolastra. Entah apa yang diobrolkan. Aku lupa karena memang belum 100%. Dan deg… Aku melihat ibu itu, si jilbab lebar. Nyalang antara benar atau tidak, aku berlarian mengejarnya.
        Aku sampai di ruang guru. Namun aku justru bertemu guru lain. “Ngapain kamu disini?” Tanya beliau. “Kolastra, bu..” jawabku singkat mencoba tenang. “Masih setia juga kamu..” Aku cuma tersenyum.
Akhirnya, aku sampai di parkiran. Huft, beliau telah mulai mengendarai mobilnya. Yah, mengecewakan. Pasti sulit untuk berbicara. Namun ternyata, dugaanku salah.
         “Hei, nak. Sedang apa disini?”
         “Main saja, bu.”
        “Oh… Bagaimana? Masih ngaji?”
         Aku tersenyum. Ibu ini selalu fokus pada tarbiyahku langsung. “Iya, bu.”
         “Ikut organisasi?” “Iya, bu.”
         “Wah, kamu kok kuliah tambah langsing?”
         “Hehehe,,” tidak suka dibilang begini. Senyum saja.
         “Rajin tahajud agaknya.” Glek. Langsung telan ludah. Berat kalau sudah bawa amalan yaumiyah ini.
         “Wah, bu. Saya kangen dengan ibu.”
         “Oh, iya. Ibu ada isu bagus buat kamu.” Sambil mengambil selebaran. “Nanti baca. Besok saya ada jam keempat. Datang. Kita diskusi.”
         “Baik, bu.”
          Beliau langsung berlalu diiringi sayup-sayup murottal Misyari Rasyid yang aku yakin itu Surat Yaasiin ke berapa belas. Senyumku merekah. Sampai di sekret, aku baca selebaran itu.
          Wah, “Camel Hump Jilbab”. Aku sudah pernah mendapatkan materi ini. Tapi mengetahui yang dikupas lebih dalam sepertinya aku tidak bisa mengenyampingkannya sebagai hal lama. Aku tadinya berpikir bahwa beliau akan menyodorkanku tentang menangnya partai mazhab I******** M***** dan S***** di pemilu Kuwait atau masalah penghinaan Islam di video game. Hem, harapanku sendiri itu sih. Hehehe…
          Aku senang bukan kepalang diajak diskusi sama beliau. Apalagi pastinya ilmu beliau lebih dariku insya Allah. Gelar sih mahasiswa. Tapi mencari teman serius diskusi susah sekali. Akibatnya pelampiasan pada menulis dan setelah dipikir-pikir, cukup bagus juga untuk mengembangkan emosi lewat tulisan. That’s my point why always watching statutes at FB.
          Bercerita sedikit. Jadi teringat dulu beliau mengajak kami bertiga diskusi di mushala Asy-Syifa dan diantara bertiga, hanya aku yang diberikan taujih pedas berkenaan dengan impianku yang saat itu berkeinginan ke universitas A, B, dan instansi pemerintah C. Beliau hanya berkata, “Nak, sebelum kamu mengambil keputusan, coba kamu pikirkan baik-baik. Maukah kamu menjadi deperti mereka para wanita yang masa depannya adalah di instansi sampai sore, bahkan sampai malam? Tidak ada waktu selain untuk pekerjaannya? Sibuk dengan duniawinya dan lupa bahwa di rumah ada yang menunggu dirinya sebagai seorang ibu?
          Bayangkan, nak. Hidupmu memang akan bergelimang harta. Duniamu akan penuh dengan materi. Tapi apa gunanya semua itu jika kamu tidak melihat anakmu tumbuh dewasa? Mungkin kamu pikir ibu terlalu jauh berbicara. Tapi yakinlah, ibu sudah berbicara dengan mereka yang berada di posisi yang sangat kamu inginkan itu dan mereka mamberikan selamat pada ibu saat ibu melepaskan jabatan sebagai bendahara suatu instansi dengan berkata, ‘Anda telah memilih hal yang baik sekali.’ Jika mereka saja iri pada ibu, apa kamu mau menjadi mereka?”
          Teman-temanku yang lain memasang wajah senyum. Tapi dari sirat matanya aku tahu apa yang mereka hendak katakan. ‘Bu, ibu tidak berhak bicara begitu.’ dan ‘Bu, jangan bicara begitu. Kasihan Prima. Hargailah perasaannya.’
          Perfectly, aku menangis setiap malam selama tiga hari. Bukan karena menganggap ibu itu jahat membatasi impianku. Bukan,b ukan. Tapi karena nuraniku berderak dan mengatakan itu benar. Alhasil, aku bingung. Dalam kurun tiga hari semngatku turun puluhan persen. Ruhiahku setuju dengan beliau. Namun, fikriyah dan jasadiyah masih terhembus nafsu untuk menyangkal bahwa itu benar.
          Saat bimbang demikian, Allah membantuku menjawab. Dia menurunkan berbagai musibah dan halangan padaku untuk melangkah maju. Tapi lama-lama, aku tersenyum sendiri melihat indahnya skenario yang Dia ciptakan untukku. Entahlah, hanya terasa indah saja kini. Hehehe..
          Tapi kalau ditanya, di dalam hatiku nafsu masih bergejolak bahkan sampai sekarang dengan menghembuskan berbagai hal yang kuinginkan dengan iming-iming, ‘seandainya…’ masya Allah… Setan masih tidak kurang-kurangnya mencoba. Cara jitu? Banyaklah beribadah. Gampang? Enak saja. Hehehe…
          Jadi teringat pula kata-kata seseorang. Beliau berkata, “Ikhlas itu susah.”, “Niat itu susah. Para salaf bahkan ada yang membagi niat dalam bab tersendiri.”, “Orang yang fiqh (tahu) belum tentu faqih (paham, melaksanakan).” Hem, cukuplah jadi pelecut semangat. Ini note tidak penting sih… Tapi kalau dibaca dan dapat diambil ibrahnya ya Alhamdulillah. Dan please jangan tiru yang buruk. Filter ya… Wallahu’alam bish shawab ^_^

Monday, February 6, 2012 at 9:59pm

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA