20 (Chapter 3)

                       Aku tertidur. Dan saat terbangun kami berlomba-lomba shalat subuh. Kami bersiap-siap. Ibuku meminta aku dan kawan-kawanku untuk membeli nasi uduk didepan Rumah Sakit. Aku langsung saja bersiap dengan seperangkat pakaian penutup aurat dibayar tunai.
                       Pagi ini aku melihat hangatnya sinar mentari menerpa kulit diselingi sejuknya angin pagi. Deru-deru kendaraan belum sedemikian banyak menghantarkan kebisingan.
Penjual sangat sibuk melayani pelanggan-pelanggan. Dan kami harus menunggu cukup lama untuk membeli makanan.
                       Seusai membeli empat bungkus nasi uduk, kami makan bersama di ruang makan. Tapi lesehan. Tidak benar-benar di meja makan.
                       Teta terlihat gelisah saat mengetahui bahwa pacarnya ternyata telah memegang handphone. Selama ini Teta dan pacarnya belum berkomunikasi lancar karena pacarnya menggadaikan laptopnya untuk suatu kegiatan MLM. Ya Allah. Teta menceritakan bagaimana seorang manusia dapat berubah dengan cepatnya.
                       Dia menceritakan bagaimana MLM yang dimasuki oleh pacarnya dia sebut telah mencuci otak pacarnya yang sebelumnya waras-waras saja. Mulai menggunakan uang kuliah untuk modal MLM, handphone, dan uang jajan.
                       Aku sangat bersyukur sewaktu dahulu diajak untuk bergabung MLM aku tidak join. Lagipula, melihat kemampuan marketing-ku yang sangat buruk aku juga enggan mengikuti kegiatan MLM yang notabenenya harus memiliki kemampuan berbicara lebih.
                       Kami bersiap-siap menuju tempat pemberhentian kami selanjutnya. Kami menyicip sarapan di suatu tempat dan kemudian foto-foto disana. Tentunya bukan sebuah makan pagi yang serius karena kami telah mengisi perut kami dengan nasi uduk pagi itu. Dan ajaibnya, habis! Hanya saja, kopi yang ditawarkan tempat tersebut terlalu pahit untuk lidahku dan Teta. Mona beruntung karena dia memilih teh hangat.                        Setidaknya dia hanya butuh dua kantung gula pasir untuk membuat minumannya manis. Tidak seperti aku dan Teta yang harus menghabiskan lebih dari lima kantung gula pasir untuk membuat kopi kami sedikit ‘jinak’.
                       Karena bergitu ngantuknya diriku disebabkan tidur jam empat pagi, aku dengan nekat meminum kopiku dan juga kopi Teta. Mereka menyorakiku karena dibilang aku gila meminum minuman super pahit itu. Namun mau bagaimana lagi? Aku ada kegiatan kampus hari Minggu ini.
                       Jam sudah menunjukkan pukul 09.30 WIB dan aku mulai terserang panik. “Udahlah. Ikut kitaorang aja ngelayap ke Way Halim, Prim!”
                       Namun aku berhasil menafikkannya walaupun tentu aku sangat ingin. Coba bayangkan kapan lagi aku dapat menggila bersama mereka dalam satu waktu. Mona kuliah di dua universitas dan bekerja. Teta sibuk dengan urusan rumahnya, kuliah, dan organisasi. Begitu pula denganku.
                       Aku diantar ke kampus. Tepat didepan gedung dimana acara berlangsung. Langsung saja aku berkumpul dengan salah seorang dari mereka yang aku ada bisnis karya tulis dengannya.
                       Diluar perkiraan walaupun bukan hal yang aneh adalah bahwa kami membicarakan dakwah dan mengomparasikan dakwah dengan negara kami. Wah, sesuatu.
                       Akhirnya, setelah brainstorming yang luar biasa, maag-ku yang juga mulai terasa sakit, kami menghentikan pencarian ide karya tulis kami.
                       Esy, kawanku mulai bercerita. Esy bercerita tentang bagaimana khazanah pengetahuannya tentang isu-isu keislaman saat ini. Dia bercerita padaku tentang dua hal.
                       Hal pertama tentang bagaimana pandangan bisa menjatuhkan seotang ahli ibadah. Dia menceritakan padaku terkisah ada seorang ahli ibadah yang memiliki sebuah masjid disamping rumahnya. Kemudian, dia menghabiskan lebih banyak waktunya di masjid tersebut dibandingkan rumahnya. Terkenal zuhud dan teladan oleh warga-warga kampungnya. Kemudian, suatu ketika, datanglah tiga orang laki-laki yang hendak berjihad di medan perang. Mereka empat bersaudara dan memiliki seorang adik perempuan. Adik perempuannya adalah yang paling bungsu. Kemudian, karena terkenalnya kezuhudan sang lelaki, para ksatria itu menitipkan adiknya pada lelaki itu. Lelaki itu menyanggupi.
                       Pada awalnya, tiga bulan awal lelaki ahli ibadah tersebut memberikan makanan didepan pintu rumahnya dengan mengetuk pintu dan menaruh nampan berisikan makanan dan minuman di lantai. Itu merupakan tanda untuk si gadis untuk makan. Dan setelah makan, si gadis mengeluarkan sisa-sisanya diluar pintu. Dibalik pintu tersebut ada tabir/hijab.
                       Mulailah si setan datang menggoda pemuda dengan mengatakan, “Eh, udah tiga bulan nih. Mas iya kalo kamu belum pernah berbicara dengan gadis itu. Bagaimana kamu tahu kalau dia baik-baik saja? Bagaimana kamu tahu jika dia sakit? Ingat! Kamu bertanggung jawab padanya. Dan tidakkah kamu khawatir dengan keadaan gadis itu?
                       Hari berikutnya, si pemuda datang dan membawakan makanan kepada si gadis seperti biasa. Namun, dia tidak pergi dan mengajak si gadis berbicara meskipun dengan tabir diantara mereka berdua.
Setelah kejadian itu, setan menggoda kembali. “Hanya berbicara? Kamu tidak tahu kan wajahnya seperti apa? Hati-hati kalau dia hilang atau ditanya orang kamu tidak tahu bagaimana wajahnya kamu akan disalahkan. Lagipula masa iya hanya sekadar tahu suaranya dan kamu tidak tahu rupa gadis yang kamu jaga berbulan-bulan itu?"
                       Jadilah keesokan harinya si pemuda kembali dan berbicara dengan gadis itu. Namun kali ini tanpa tabir. Merambatlah kemudian mereka berbicara berdua didepan rumah. Lalu lambat laun didalam rumah berduaan. Dan akhirnya, mereka berzina!
                       Sang gadis akhirnya hamil dan melahirkan. Setelah melahirkan, dia meminta pertanggungjawaban terhadap si pemuda. Dan setan merayunya kembali dengan mengatakan, “Kamu kan ahli ibadah? Terus masa kamu menikahi gadis yang hamil diluar nikah? Apa kata orang? Kamu ahli ibadah lho di kampung ini. Sudah! Bungkam saja gadis itu beserta anaknya!”
                       Hasilnya? Lelaki tadi membunuh gadis dan anaknya kemudia mengguburnya di daerah yang jauh di sekitar gunung.
                       Setelah lama kemudian, datanglah ketiga kakak si gadis yang mencari adiknya. Kemudian, mereka menghadap pemuda itu dan menanyakan adiknya.
                       Pemuda itu mengatakan bahwa adik para ksatria itu telah meninggal terkena penyakit aneh. Dan kemudian menghilang entah kemana.
                       Ketiga lelaki tersebut sangat sedih dan kemudian tertidur. Datanglah setan dalam mimpi mereka dan menunjukkan apa-apa yang terjadi setelah kepergian mereka. Mulai dari ketertarikan si ahli ibadah pada adik mereka, perzinaan, kehamilan, pembunuhan, bahkan tempat bersemayamnya jenazah adik mereka.
                       Rasa was-was timbul dalam hati mereka dan mereka mendatangi tempat yang diberitahukan oleh setan tersebut. Dan benar saja. Mereka menemukan jenazah adik mereka beserta bayinya.
                       Mereka mendesak pemuda itu untuk mengaku. Mau tidak mau akhirnya si pemuda mengaku dan dibawa ke pengadilan.
                       Karena itu adalah pengadilan di negara Islam, maka si pemuda mendapatkan hukuman gantung didepan warga kampung sebagai bentuk pelajaran.
                       Saat di tiang gantungan, datanglah setan kembali dan mengatakan kepada pemuda, “Kamu adalah seorang ahli ibadah. Masa iya kamu akan mati di tiang gantungan dengan gelar sebagai pezina? Begini, keluarlah kamu dari Islam. Setelah keluar, saya akan membantu kamu lepas dari hukuman gantung. Lalu kamu masuk Islam kembali. Bukankah seorang mualaf itu dosanya diampuni Allah?”
                       Pemuda itupun murtad dari agama Islam dan... ya. Setan mengingkari janjinya. Sang pemuda dibiarkan mati di tiang gantungan. Mati dalam keadaan kafir! Murtad!
                       Aku sontak terdiam seribu bahasa. Dalam hati aku banyak-banyak beristighfar. Betapa syubhat melegalkan syahwat! Betapa pandangan benar-benar panah setan yang menghantarkan pemiliknya ke neraka! Naudzubillah. Dan dengan entengnya aku mendengar orang mengatakan boncengan itu tidak apa-apa. Seandainya mereka tahu cerita ini, apakah masih sama pemikiran mereka? Jika masih sama, alangkah keras hati itu?
                       Cerita yang kedua adalah bagaimana perempuan-perempuan Afganistan dipenjara dan diperkosa oleh tentara-tentara Amerika. Dikisahkan ada seorang perempuan, akhwat yang berkunjung ke rumah sahabatnya. Disana, tiba-tiba datanglah tentara Amerika menggeledah rumah tersebut dengan dalih di rumah itu adalah gudang senjata. Keluarga tersebut bersama si akhwat ditangkap dan di penjara.
                       Dengan tanpa bukti keterlibatan, si akhwat dianggap sekongkolan. Dan si akhwat tentu melawan. Namun naas di penjara... Ah, terlalu menyakitkan. Aku tidak sanggup mengungkapkan dengan kata-kata. Kalau kalian penasaran, bisa tanyakan padaku langsung atau membuka situs-situs relevan tentang ini.
                       Kemudian, di sela kekejian itu, si akhwat apabila mendapatkan kesempatan untuk mandi, dia segera melaksanakan shalat. Masya Allah.
                       Dan yang lebih menyedihkan setelah berbagai kekerasan seksual yang dia alami, dia dilepaskan begitu saja di pinggir jalan, daerah tandus, tidak ada siapapun. Tidak manusiawi!
                       Dia menceritakan ini sambil terisak-isak. Dia tidak kembali ke rumah karena malu. Dan orang tuanya pun sudah mengira dia mati. Dan dia tetap istiqomah pada Islam hingga sekarang.
                       Kawanku juga menceritakan sebuah telepon dari Afganistan. Seorang bapak-bapak mempertanyakan keberadaan saudara satu dien (agama). Dia menanyakan, “Kemana muslim-muslim dari negara lain? Yang hidupnya makmur dan damai? Perempuan kami disini ditangkapi!”
                       Tentu kita tidak perlu lagi mempertanyakan apa yang terjadi dengan mereka setelah akhwat-akhwat disana ditangkapi.
                       Aku meremas kencang ujung jilbab putihku dan beristighfar berkali-kali sambil menangis. Dan kawanku itu menambah miris hatiku.
                       “Sewaktu membaca kisah itu, aku berpikir. Kita nggak munafik. Pakai jilbab lebar itu panas, kadang kegerahan. Dan dalam hati aku juga mengeluh. Tapi, ayolah Esy! Ini rahmat dari Allah!” Betapa nikmat keamanan itu sangat mahal, kawan.
                       Aku merenung. Kita yang aman disini untuk menjaga pandangan saja tidak bisa. Menghentikan syahwat untuk pacaran saja tidak bisa. Apalagi seperti mereka? Dan coba bayangkan. Berapa banyak perempuan kita yang ternoda dengan kerelaan dan seolah kehormatannya menjaddi sangat murah? Padahal, bagi seorang perempuan kehormatan itu lebih penting dibandingkan nyawa itu sendiri.
                       “Prim, aku berdoa pada Allah. Aku kan naik motor. Jika naudzubillah min dzalik aku kecelakaan dan harus mati dalam perjalanan, aku tidak ingin mati dengan disentuh oleh non-mahramku! Itulah salah satu alasan...” Tak perlu kulanjutkan. Insya Allah kalian paham.
                       Sekian ceritaku. Wallahu ‘alam bish shawab.

Kejadian : 30 Maret – 1 April 2012
Selesai : 24 April 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater - wu wei, dan siapa nama aslimu

STUDI KELAYAKAN BISNIS MENGANALISIS KEEFISIENAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DARI PT. YAKULT INDONESIA PERSADA